NovelToon NovelToon
Civil War: Bali

Civil War: Bali

Status: tamat
Genre:Action / Sci-Fi / Tamat / Spiritual / Kehidupan Tentara / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:603
Nilai: 5
Nama Author: indrakoi

Di masa depan, dunia telah hancur akibat ledakan bom nuklir yang menyebabkan musim dingin global. Gelombang radiasi elektromagnetik yang dahsyat melumpuhkan seluruh teknologi modern, membuat manusia kembali ke zaman kegelapan.

Akibat kekacauan ini, Pulau Bali yang dulunya damai menjadi terjerumus dalam perang saudara. Dalam kehidupan tanpa hukum ini, Indra memimpin kelompok Monasphatika untuk bertahan hidup bersama di tanah kelahiran mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indrakoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21

Di suatu malam yang sunyi dan dingin, Ashura melangkah dengan tenang menyusuri Lapas Amlapura yang kini menjadi markas besarnya. Malam itu, ia datang untuk menemui Sekar, seorang ahli strategi milik Aliansi yang sekarang menjadi tawanannya. Langkah pelannya memancarkan aura yang penuh intimidasi, seolah membuat setiap inci ruangan menjadi tunduk pada kehadirannya.

Setelah menaiki tangga menuju lantai atas, Ashura akhirnya tiba di depan sel sempit yang remang-remang. Di pojok ruangan, Sekar duduk termenung dengan pandangan kosong yang menatap lantai. Meski menyadari kedatangan Ashura, ia memilih untuk tidak menatapnya seolah sang penguasa itu tidak ada sama sekali.

“Apa yang kau inginkan sekarang?” Tanya Sekar datar, namun menyimpan rasa frustasi yang mendalam. Matanya tetap terpaku pada lantai, seakan menolak untuk bertemu dengan pandangan Ashura.

Ashura memasang senyuman penuh kejahatan dan kepuasan di wajahnya. “Besok pagi, kita akan pergi ke pantai untuk melihat matahari terbit lagi.” Ujarnya dengan nada yang ringan.

Sekar mengerutkan alisnya karena merasa kesal. “Oi, kenapa kau selalu mengajakku melihat matahari terbit? Padahal kau sendiri bilang bahwa aku bisa saja dibunuh begitu kau berhasil mengalahkan Aliansi.” Tanyanya dengan nada suara yang mulai meninggi.

Tawa Ashura kemudian menggema di seisi ruangan yang sempit. “Yah, aku hanya merasa senang saat mengobrol dengan orang cerdas sepertimu. Tidak ada alasan lain.” Jawabnya dengan enteng.

Amarah Sekar menjadi semakin mendidih. “Aku menolak. Kalau kau ingin melihat matahari terbit besok, lihat saja sendiri!” Teriaknya melengking hingga memecah kesunyian malam. Tatapannya yang tajam memandang Ashura dengan penuh rasa kebencian.

Wajah Ashura seketika berubah saat mendengar penolakan Sekar. Senyuman yang tadi tersungging di wajahnya, kini berubah menjadi cemberut. Dengan segenap kekuatannya, ia memukul tembok di sampingnya hingga hampir jebol. Sekar tercekat dan tubuhnya merinding ngeri. Rasa kesalnya tiba-tiba menghilang, digantikan oleh ketakutan yang mendalam. Ini adalah kedua kalinya Sekar menyaksikan kekuatan Ashura yang mengerikan. Sama seperti sebelumnya, ia tak mampu menahan rasa ngeri yang merayap di sekujur tubuhnya.

Ashura menatap Sekar dengan mata yang membara, seolah ingin membakar jiwa tawanannya itu. “Itu bukan permintaan yang bisa kau tolak. Itu adalah kehendakku. Tidak ada yang boleh menolak kehendak Ashura, mengerti?!” Bentaknya sambil menghantam jeruji besi di hadapannya.

Sekar tidak mampu menjawab. Ia hanya bisa duduk mematung sambil menatap Ashura dengan pandangan penuh kengerian. Namun, sikapnya itu justru semakin memicu amarah Ashura. “Mengerti tidak?!” Bentaknya sekali lagi seperti sebuah petir yang menyambar.

Di tengah luapan kemarahan Ashura, tiba-tiba salah satu prajurit Karangasem datang menghadap. Prajurit itu segera berlutut dengan cepat dan memperlihatkan wajah pucat yang dipenuhi ketakutan. “Tuan Ashura!” Panggilnya dengan suara gemetar.

“Ada apa?” Tanya Ashura dengan suara rendah penuh intimidasi.

“Izin melaporkan, Tuan, seluruh budak kita sedang melakukan aksi pemberontakan. Saat ini, mereka mencoba untuk membakar seisi kota!” Lapor prajurit itu dengan suara yang gemetaran.

Mata Ashura seketika membelalak karena saking terkejutnya. Wajahnya terlihat memerah, menandakan bahwa amarahnya kian memuncak. Taring-taring tajamnya tampak menjadi lebih panjang, sehingga membuatnya terlihat seperti seorang raksasa yang mengerikan. “Cepat panggil Yuda! Suruh dia menghadapku di kamp prajurit. Pergi sekarang!” Perintahnya seperti seekor singa yang mengaum.

“Baik, Tuan!” Prajurit itu segera berlari keluar, meninggalkan Ashura yang masih berdiri dengan amarah yang membara.

Beberapa saat kemudian, terdengar sebuah suara ledakan yang dahsyat dari arah luar. Ashura bergegas ke jendela kecil di dekatnya untuk melihat apa yang terjadi. Tak disangka, hampir separuh dari kota Amlapura telah berubah menjadi lautan api. Asap hitam mengepul tinggi ke langit, diiringi dengan suara teriakan yang penuh kepanikan dari kejauhan.

“Sialan…” Gumam Ashura penuh dengan kebencian dan kekecewaan. Tanpa berpikir panjang, ia segera berbalik dan meninggalkan ruangan itu dengan langkah cepat. Ia harus menuju kamp prajurit untuk bertemu dengan Yuda yang merupakan prajurit terkuatnya. Para budak itu mungkin berhasil membakar kota, tetapi pertempuran yang sesungguhnya baru saja dimulai.

...***...

Situasi di kota Amlapura benar-benar kacau. Para prajurit Karangasem, yang jumlahnya sudah tidak terlalu banyak, kini menjadi sasaran empuk bagi para budak yang memberontak. Mereka diserang, dipukuli, dan dibunuh tanpa ampun oleh budak-budak yang terbutakan amarah. Beberapa bagian kota, terutama di sektor pertanian, telah berubah menjadi lautan api. Asap hitam membumbung tinggi ke langit, hingga membuat kegelapan malam semakin pekat. Suara jeritan, teriakan, dan gemuruh api berhasil menciptakan suasana yang mencekam.

Di tengah kerusuhan itu, Luthfi berdiri tegak di atas reruntuhan bangunan. Dengan cekatan, ia menarik busurnya dan menembakkan tiga panah api ke langit secara bertahap. Ketiga anak panah itu melesat tinggi untuk memberikan sinyal kepada Pasukan Badung dan Pasukan Monasphatika.

“Akan butuh waktu bagi pasukan kita untuk sampai ke sini. Semoga saja kita tidak berhadapan dengan Ashura sebelum bantuan datang.” Ucap Aryandra sambil mengikuti jejak panah api yang perlahan menghilang di kegelapan malam. Suaranya terdengar tenang, namun dibaliknya penuh dengan kegelisahan.

Indra, yang berdiri di sampingnya, menatap Aryandra dengan tatapan penuh pertanyaan. “Ngomong-ngomong, sekuat apa sebenarnya si Ashura ini?” Tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu.

Aryandra menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Ia sangat kuat. Satu pukulannya saja bisa membuat orang dewasa tewas seketika.” Jawabnya dengan berat.

Kiara, yang mendengar percakapan itu, segera menanggapi. “Itu berarti kita harus segera mengatur posisi sebelum dia datang.” Ujarnya dengan tegas.

Indra mengalihkan pandangannya ke arah para budak yang sedang mengamuk. Ia menyadari bahwa tanpa pemimpin, nyali mereka pasti akan ciut begitu Ashura dan para pasukannya datang. “Kalian cepat cari posisi yang aman selagi menunggu pasukan kita datang. Aku akan memimpin para budak ini agar mereka tidak lari saat Ashura datang.” Ucapnya penuh tekad yang kuat.

Ketiga rekannya tertegun dengan wajah yang dipenuhi kekhawatiran. “Oi, aku tahu kau itu petarung yang cerdik. Akan tetapi, maju sendirian dan memimpin para budak itu rasanya terlalu—” “WOAHH!” Luthfi berniat untuk melerai Indra, namun ucapannya terpotong oleh teriakan keras dari belakang.

Para budak yang ada di belakang mereka tiba-tiba berteriak ketakutan. Mereka lari kocar-kacir ke arah Indra dan kawan-kawannya dengan wajah yang dipenuhi kepanikan. Dari celah kerumunan budak yang berlarian itu, Kiara melihat sekelompok pasukan berkuda mendekat dengan cepat sambil menghunus pedang yang memantulkan cahaya api.

“Gawat! Musuh datang!” Seru Kiara memperingatkan rekan-rekannya.

Indra segera mengambil alih untuk mengomandoi pasukan budaknya. “Kalian semua, jangan panik! Bagi yang punya molotov, bersiaplah untuk melemparkannya ke arah musuh!” Perintahnya dengan suara lantang. Ia lalu mengangkat molotovnya tinggi-tinggi untuk memberikan contoh kepada para budak yang masih ragu.

“B-baiklah!” Jawab mereka kompak dengan suara gemetaran.

Para budak itu kemudian membakar sumbu molotovnya dan menunggu pasukan berkuda itu masuk ke jarak lemparan. Begitu mereka sudah berada dalam jangkauan, Indra berseru dengan suara yang lantang “Lempar!”

Belasan molotov kemudian melesat ke udara dan pecah tepat di depan pasukan berkuda itu. Kobaran api yang dihasilkan begitu besar, hingga mencapai luas lima meter dengan tinggi yang melebihi pepohonan di pinggir jalan. Beberapa prajurit itu tidak sempat untuk menghentikan kudanya, sehingga mereka terjebak dalam kobaran api. Jeritan kesakitan terdengar saat mereka berguling-guling di tanah untuk memadamkan api yang membakar tubuh mereka.

Pasukan budak milik Indra bersorak kegirangan, seolah baru saja memenangkan pertempuran. Namun, selebrasi mereka tiba-tiba berhenti saat seorang prajurit bercadar muncul dari balik kobaran api bersama pasukannya yang masih utuh. Prajurit itu melangkah dengan tenang, seolah kobaran api tersebut tidak mampu menyentuhnya.

“Orang yang bercadar itu Ashura?” Tanya Indra dengan suara penuh curiga.

“Bukan, itu adalah Yuda.” Jawab Aryandra penuh ketegangan. “Ia merupakan prajurit terkuat yang dimiliki oleh Ashura. Kecepatan serangannya bisa dibilang melebihi kita semua.”

Indra mengangguk dengan tatapan yang membara. “Jumlah kita lebih unggul! Angkat senjata kalian dan serang mereka!” Perintahnya menggema di tengah kerusuhan.

“WOARGHH!” Para budak itu berteriak sambil berlari maju untuk bentrokan dengan pasukan berkuda itu. Suara logam yang beradu serta jeritan kesakitan seketika menciptakan simfoni kekacauan di udara.

Di tengah pertempuran, Yuda terlihat menebas pasukan budak itu satu per satu dengan gerakan yang cepat dan mematikan. Ia kemudian memacu kudanya ke arah Indra dan kawan-kawannya dengan pedang yang berkilauan oleh cahaya api. Melihat hal itu, Indra tidak tinggal diam.

“Luthfi, Kiara, hentikan orang itu!” Perintahnya dengan suara penuh urgensi.

“Siap!” Jawab Luthfi dan Kiara serentak. Mereka berdua lalu berlari dengan cepat ke arah Yuda dengan tatapan yang siap untuk menghadapi prajurit terkuat itu. Yuda, yang melihat kedatangan mereka, segera mengangkat pedangnya dengan senyum dingin di balik cadarnya.

Begitu jarak mereka sudah dekat, Luthfi segera melompat untuk memberikan tendangan memutar ke arah kepala Yuda. Di sisi lain, Kiara memukul kuda yang ditunggangi oleh Yuda hingga membuat hewan itu terpental jauh ke belakang. Yuda terjatuh ke tanah, namun ia berhasil mendarat dengan mulus. Wajahnya yang tertutup cadar tetap terlihat dingin dan penuh percaya diri.

“Indra, Aryandra, pergilah ke sisi lain kota dan pimpin para budak di sana. Aku dan Kiara akan mengurus yang di sini!” Seru Luthfi kepada kedua rekannya dengan tekad yang kuat.

“Baiklah!” Jawab Indra dan Aryandra serentak sebelum pergi meninggalkan mereka.

Untuk sesaat, Indra sempat melirik ke belakang dengan mata yang penuh kekhawatiran. “Jangan mati, kalian berdua!” Gumamnya pelan, sebelum menghilang di antara kerumunan dan gumpalan asap hitam tebal.

...***...

Di tengah pertempuran sengit antara para budak dan prajurit Karangasem, para panglima dari kedua belah pihak terlihat saling berhadapan. Suasana tegang terasa di antara mereka, seolah waktu berhenti sejenak untuk mempertemukan dua kekuatan yang saling bertolak belakang.

Yuda berdiri dengan badan yang tegak dan penuh percaya diri. Ia kemudian memasang kuda-kuda berpedangnya dengan gerakan yang halus dan penuh kekuatan. Pedang yang dihunusnya terlihat lebih panjang, lebih lentur, dan memancarkan aura mematikan yang melebihi pedang pada umumnya. Tatapannya tajam, seolah sudah siap mencincang lawan yang berdiri di hadapannya tanpa ampun.

Di sisi lain, Luthfi juga sudah menghunus pedangnya dengan kuda-kuda khas samurai Jepang. Sementara itu, Kiara memasang kuda-kuda layaknya petarung judo profesional. Keduanya terlihat siap untuk menghadapi Yuda yang merupakan prajurit terkuat milik Karangasem.

“Hei, pria bercadar.” Panggil Luthfi dengan nada mengejek untuk memancing reaksi lawannya. “Pedangmu itu bagus juga, ya. Keberatan kalau aku mengambilnya setelah membunuhmu?”

Yuda tetap diam dan memilih untuk tidak membalas. Tatapan matanya seolah memancarkan aura ketenangan dengan fokus yang luar biasa. Ia tidak terpancing oleh ejekan Luthfi, seolah kata-kata itu hanyalah angin yang berlalu.

Kiara, yang melihat sikap dingin Yuda, tidak bisa menahan rasa kesalnya. “Cih, kau ini cowok yang pendiam, ya. Tipe cowok yang benar-benar aku benci.” Ujarnya kesal.

Yuda masih memilih untuk tidak menanggapi. Ia hanya diam dan mengamati kedua lawannya dengan cermat. Yuda menyadari bahwa lawannya kali ini berbeda dari yang biasa ia hadapi. Kiara memiliki kuda-kuda yang sangat sulit untuk ditembus, meskipun ia tidak memegang senjata sama sekali. Sementara itu, meski Luthfi terlihat lebih mudah untuk diserang, ia memiliki reflek dan ketajaman mata yang mengerikan. Sadar akan kelebihan musuhnya, insting Yuda mengatakan untuk jangan sekalipun meremehkan kedua orang itu.

Setelah observasinya selesai, Yuda tiba-tiba melesat ke arah Luthfi dengan kecepatan yang luar biasa. Pedang panjangnya berayun di udara, menciptakan kilatan cahaya yang membutakan. Serangannya begitu cepat hingga memaksa Luthfi untuk masuk ke posisi bertahan.

Luthfi berhasil menangkis serangan demi serangan, namun kecepatan Yuda membuatnya tidak memiliki kesempatan untuk membalas. Keringat mulai membasahi dahinya dan napasnya mulai tersengal. “Cih, kau ini cepat sekali, bajingan!” Ucapnya penuh frustasi.

Melihat Luthfi terpojok, Kiara segera bergerak untuk membantunya. Ia mendekati Yuda dengan langkah cepat sambil mengumpulkan tenaga di kepalan tangannya. “Rasakan ini!” Serunya sembari melontarkan pukulan kuat ke arah Yuda.

Namun, Yuda dapat menghindari pukulan itu dengan mudah. Ia lalu melompat ke belakang untuk menjaga jarak sambil mengatur napasnya. Matanya tetap fokus, seolah sedang merencanakan serangan berikutnya.

“Makasih, Kiara.” Ucap Luthfi sambil mencoba menenangkan napasnya.

“Nggak masalah, kembalikan fokusmu!” Balas Kiara tegas.

Luthfi menatap Yuda dengan serius. Alisnya berkerut saat ia menyadari bahwa gelar “prajurit terkuat” yang disandang Yuda bukanlah omong kosong. Ia sadar bahwa pergerakan Yuda lebih cepat dan lebih presisi daripada Aryandra. Hal itu membuatnya menjadi semakin waspada.

“Pergerakan orang ini lebih cepat daripada Aryandra.” Ucap Luthfi memberitahu Kiara.

“Iya, bahkan Aryandra sendiri telah mengakuinya. Orang ini akan jadi lawan yang merepotkan.” Balas Kiara dengan suara yang penuh kewaspadaan.

Setelah berpikir sejenak, Luthfi mendapatkan sebuah ide yang patut dicoba. Ia lalu mendekat ke telinga Kiara untuk membisikan sesuatu. “Kiara, kita bagi tugas, ya. Aku akan menahan semua serangan dari orang itu, sementara kau bertugas menyerangnya.”

Kiara mengangguk dengan senyuman jahat di wajahnya. “Baiklah, aku mengerti!”

1
jonda wanda
Mungkin cara bicara karakter bisa diperbaiki agar lebih natural.
IndraKoi: baik, makasih banyak ya masukannya🙏
total 1 replies
Abdul Aziez
mantap bang
IndraKoi: makasih bang🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!