Kata orang pernikahan adalah salah satu hal yang paling membahagiakan. Tapi ternyata mereka salah. Menikah dengannya dan hidup bersama dengannya adalah awal dari sumber sakit yang kurasakan. Awal dari luka yang tak pernah sembuh dan sakit yang selalu tak berujung. Bahagia? Apa itu? Rasanya itu seperti mimpi disiang bolong. Jika itu mimpi, maka mimpi itu ketinggian. Tapi.. Bolehkan aku menggapai mimpi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pink berry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(3) Pelukan yang Mematahkan
"Saya bersalah, saya minta maaf, Kaluna". Tangan itu mulai mengusap lembut punggung Kaluna. Seperti tidak ada luka di sana. Bagi Kaluna, di setiap tindakan kasar Orion pasti akan di akhiri dengan sikap lembutnya.
Dan malam itu berakhir seperti tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Orion yang tidur sambil memeluk tubuh Kaluna dari belakang. Dan Kaluna yang menahan rasa sakitnya di sepanjang malam.
Pagi sudah tiba, matahari sudah memancarkan cahaya nya. Pancaran sinar nya menyinari wajah pucat Kaluna. Kaluna menatap Orion disamping nya yang masih terlelap. Tangan kekar itu masih memeluk tubuh ramping Kaluna. Orion sama sekali tidak melepaskan pelukannya dari tadi malam.
Perlahan tangan mungil itu mulai membelai lembut wajah Orion. Mungkin jika waktu lebih baik dalam mempertemukan mereka, menatap wajah Orion bisa membuat Kaluna berdebar. Berdebar dalam artian Kaluna mencintai suaminya ini.
Tapi sekarang, perasaan mereka jelas kontras terlihat bukan? Sama sekali tidak ada perasaan diantara mereka. Pernikahan mereka hanyalah sebatas status. Status sebagai istri nya Orion hanyalah 'gelar kosong' seperti apa kata Orion diawal pernikahan mereka dulu.
Takdir memang suka mempermainkan Kaluna seperti nya. Tatapan itu berubah menjadi sendu. Bahkan untuk mencintai Orion saja Kaluna tidak seberani itu. Papa nya jelas melarang Kaluna untuk memiliki perasaan kepada Orion tepat di hari pernikahan nya.
Sentuhan itu berhenti tepat di hidung mancung Orion. Kaluna menatap lekat wajah Orion, pahatan wajah Orion memang teramat sempurna. Sama sekali tidak ada celah cacat disana. Pantas saja orang-orang mengatakan jika Kaluna sangat beruntung menjadi istri seorang Orion Ivander Damian.
Orion begitu sempurna. Tanpa ada kurang satu pun. Berbeda dengan Kaluna. Gadis itu selalu berfikir ia terlalu banyak kurang nya. Sangat kontras dengan Orion. Berada di samping Orion terkadang membuat Kaluna tidak percaya diri dengan dirinya sendiri.
Perlahan Kaluna menjauhkan tangan nya dari wajah Orion. Perlahan ia mulai melepaskan tangan Orion dari pinggang nya. Tubuhnya mulai terasa pegal sekarang. Sayangnya usaha nya sia-sia karena Orion semakin mempererat pelukannya.
Sepertinya akan membuang tenaga jika Kaluna bersikeras untuk melepaskan pelukannya. Bahkan ketika sedang tidur pun tenaga Orion masih sama kuatnya. Suaminya ini benar-benar... Kaluna tak habis pikir dibuat nya. Kaluna merasakan Orion seperti mencium puncak kepala nya.
Sepertinya suami nya itu sudah bangun. Tapi kenapa tidak membuka mata nya? Apa Orion sengaja? Kaluna menghela nafasnya pelan. Bagaimana caranya untuk melepaskan pelukan Orion?
"Orion", Kaluna berbisik pelan. Takut jika Orion benar-benar belum bangun dan mengganggu tidur pria itu. Orion masih belum bersuara dan tidak merespon panggilan Kaluna. Apa Orion sedang pura-pura tidur? Tapi... Sudahlah, Kaluna benar-benar malas untuk berfikir sekarang.
"Orion, kamu ngga ke kantor?", Kaluna kembali bertanya berharap Orion akan merespon. Tapi hasilnya tetap nihil. Lagi. Kaluna menghela nafas nya. Mungkin disaat sekarang Kaluna bisa bebas menghela nafasnya. Tapi nanti, akan beda cerita. Mana berani Kaluna menghela nafas berkepanjangan seperti ini jika dihadapan Orion langsung.
"Orion-", belum sempat ucapan itu selesai, Orion sudah membungkam bibir Kaluna dengan bibirnya. Pria itu masih memejamkan matanya. "Istri saya kenapa cerewet sekali, hm?", ucap Orion dengan nada suaranya yang rendah.
Kaluna yang mendapatkan perlakuan seperti itu hanya diam membeku. Otaknya masih merespon apa yang terjadi barusan. Jantungnya berdebar tak karuan. Pipinya mulai memanas. Kaluna menggelengkan kepalanya. Perasaan apa ini? Tidak. Tidak boleh.
Perlahan Orion membuka matanya. Ia menatap Kaluna yang menundukkan kepalanya. Senyum tipis terukir di wajah tampannya. Kaluna, gadis ini, kenapa suka sekali menundukkan kepalanya?
"Suaminya disini, Kaluna", ucap Orion dengan suara seraknya. Kaluna masih diam pada posisinya. Jujur saja, Kaluna benar-benar bingung sekarang. Otaknya masih mencerna hal yang terjadi beberapa menit yang lalu.
Melihat itu Orion kembali memeluk tubuh mungil Kaluna. Mungkin jika situasi lebih baik dan dendam tidak menguasai dirinya, memeluk tubuh Kaluna mungkin akan menjadi kegiatan favorit yang Orion nantikan dan hal yang sangat membahagiakan bagi dirinya.
Ingat, jika dendam tidak menguasai dirinya. Pernikahan mereka sama sekali tidak dilandasi dengan cinta. Orion tahu ini salah. Tapi dendam nya lebih besar dari pada perasaannya yang hanya sekilas dulu. Mungkin jika saja Orion mengesampingkan dendam nya terhadap Kaluna, pernikahan mereka mungkin sudah bahagia. Jauh dari kata pertengkaran setiap hari nya.
Orion sadar, sikapnya kepada Kaluna teramat buruk. Sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang suami yang baik. Tapi, apa Orion peduli sekarang? Tentu saja tidak. Jangan bercanda.
Dendam Orion masih sama kuatnya semenjak sang kekasih pergi tepat di hari pernikahan mereka. Dendam nya masih menjadi fondasi terkuat di hubungan mereka. Orion menikahi Kaluna bukan untuk membahagiakan gadis itu, tapi untuk mempermudah dirinya membalaskan dendam nya.
Tetapi, lambat laun seiring berjalannya waktu dengan kedekatan mereka, Orion merasakan perasaan aneh yang terjadi pada dirinya. Perasaan yang sama seperti ketika melihat Kaluna untuk pertama kalinya. Perasaan itu muncul kembali. Tanpa bisa Orion tepis. Ia membiarkan perasaan nya mengalir begitu saja tanpa ada niatan untuk menolak.
Kaluna menatap Orion yang tengah melamun ketika menatap nya. Wajah Orion seperti tengah memikirkan sesuatu. Perlahan Orion menurunkan pandangan nya. Ia menatap Kaluna. Tatapan mereka kini bertemu. Sepertinya Orion mulai terjatuh ke dalam pesona Kaluna lagi.
Ck, ini menyebalkan. Kenapa perasaan ini harus muncul kembali. Tanpa sadar tangan nya mengusap lembut wajah Kaluna. Wajah ini, wajah yang pernah sangat Orion rindukan dulunya. Wajah polos nan lugu yang sangat Orion kagumi. Wajah yang sangat ingin Orion tatap setiap hari nya.
Sekarang, setelah dirinya berhasil menatap wajah lembut Kaluna setiap hari, ia malah menyia-nyiakan nya. Menyakiti Kaluna setiap hari. Menyiksa fisik dan batin Kaluna. Dirinya seakan lupa diri akan perasaannya terdahulu.
"Kaluna", panggil Orion dengan suara seraknya. Kaluna yang mendengar nya menatap Orion. Entah mengapa perasaan nya mulai tak enak. Seperti ada pisau yang siap untuk menghunus nya kapan saja.
"Saya menikahi kamu bukan karena saya mencintai kamu atau menginginkan kamu", ucap Orion dengan suara nya yang parau. Nada itu masih terdengar dingin di telinga Kaluna. Kaluna menggigit bibirnya. Benarkan dengan perasaan tak enak nya barusan.
"Kamu kenal Ayesha? Pasti kenal bukan? Karena kamu penyebab kematian Ayesha, Kaluna", tatapan itu berubah menjadi tajam. Orion mencengkram kuat lengan Kaluna. Bukti bahwa ia sedang menahan emosi nya.
"Kamu tahu siapa Ayesha bagi saya? Dia adalah calon istri saya", ucap Orion tegas. Kaluna yang mendengar nya sama sekali tidak terkejut. Ia menatap balik mata tajam Orion dengan tatapan yang begitu sendu.
"Orion... Kamu salah paham", Kaluna seperti menggantungkan perkataan nya. Ia terlalu takut untuk mengingat luka di masa lalu. Ingatan itu seperti terputar kembali di kepalanya.