Sosok mayat perempuan ditemukan di sebelah kandang kambing.
Saksi mata pertama yang melihatnya pergi menemui kepala desa untuk memberitahukannya.
Kepala desa melaporkan kejadian menghebohkan ini ke kantor polisi.
Serangkaian penyelidikan dilakukan oleh petugas untuk mengetahui identitas mayat perempuan dan siapa pelaku yang membunuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maksud Hati Semangka
Pada suatu malam di kota Tepati
Di bawah sebuah jembatan yang gelap gulita
Dua orang pemuda sedang menikmati minum minuman keras. Mereka berpesta miras.
Uang hasil kerja selama enam hari menjadi buruh mereka habiskan begitu saja dalam waktu yang singkat satu malam. Sungguh sia-sia.
Sejatinya mereka bukanlah tidak tahu jika minum alcohol itu hukumnya haram. Terlebih bagi mereka yang beragama islam.
Waktu masih kecil dulu mereka sama seperti yang lainnya. Rajin mengaji menimba ilmu agama dan taat beribadah menjalankan sholat lima waktu serta berpuasa di bulan Ramadhan.
Tapi entah siapa atau adakah yang patut untuk disalahkan? Perjalanan waktu membawa mereka yang sudah bisa mencari penghasilan sendiri berbuat sesuka hati.
Ya mabuk, sex bebas, narkoba, mencuri, berkelahi, bahkan tega beperilaku kasar sampai melukai dan menciderai hati kedua orang tua mereka sendiri.
Mereka yang tahu hukum dan ilmu agama seakan berpaling begitu saja memunggunginya. Meninggalkan dan mengabaikannya.
Seperti mereka dengan sengaja memilih akhir kehidupan yang kekal abadi nanti bersama hina dan siksa. Menetap di kubangan panas api neraka.
*
Setelah dua orang pemuda itu selesai mabuk-mabukan.
Mereka masih mau menenggak lagi, tapi 12 botol beling itu sudah benar-benar kosong.
“Mau kemana?”,
“Ke rumah tante ******** saja”,
“Malam minggu penuh banyak yang antri”,
“Apa kita cari ke ******** saja”,
“Jam segini sudah habis, tinggal yang lawas-lawas”,
“Bagaimana kalau kita cari yang segar-segar dulu”,
“Biar bau mulut ini hilang”,
“Kemana?”,
“Ke pasar saja”,
Dua pemuda yang sedang berada dalam pengaruh alkohol itu berniat meneruskan malam minggu kelabu mereka dengan mencari teman kencan semalam.
Tapi sebelum itu mereka ingin makan buah dulu untuk menyegarkan mulut mereka yang begitu bau. Salah satu dari mereka paham jika teman bermalam yang sering menemaninya tidak betah dengan bau alcohol.
Kondisi mabuk benar-benar menumpulkan akal mereka. Ini lah mengapa sering disebut, minum khamr menjadi pintu utama untuk melakukan segala bentuk perbuatan maksiat yang lain.
Tapi bagi para pemabuk-pemabuk itu mereka beranggapan jikalau sudah mabuk, mereka berada dalam kondisi yang tiada takut dan tiada lawan.
Padahal sejatinya mereka sedang berada di fase kondisi yang paling lemah. Yaitu tak sadar pikir sehingga akan melakukan tindakan bodoh apa pun demi menuruti hawa nafsunya tanpa memikirkan segala resiko setelahnya.
Mungkin sebagian orang akan takut jika sedang berhadapan dengan orang yang sedang mabuk. Mata mereka merah dan melotot. Suara bicara mereka lantang dan keras.
Tapi percayalah, sebenarnya para pemabuk itu sangatlah lemah baik fisik mau pun akalnya. Mereka sangatlah ketakutan.
Dua pemuda itu pergi ke pasar Tepati.
Pukul 24:00
Mereka masuk ke pasar dengan mengendap-endap secara sembunyi-sembunyi. Gelap malam dan kesunyian menjadi selimut pelindung mereka.
Setelah sempat kesasar beberapa kali. Akhirnya mereka sampai di tempat yang mereka targetkan.
Yaitu sebuah kios buah yang dikenal memiliki dagangan buah paling komplit di pasar Tepati. Kios Buah Pak Burham.
“Di sini tempatnya? Yakin?”,
“Benar ini tempatnya tidak salah lagi”,
“Lihat tempatnya paling besar, terletak di pojokan”,
“Tapi dengar-dengar dulu di sini pernah dipakai buat gantung diri”,
“Itu kan dulu, makanya jangan terlalu sering nonton film setan”,
“Ya kali setan mau menakuti kita”,
“Kelakuan kita saja sama kaya setan”,
Kios buah tertutup rapat. Mustahil untuk membuka secara paksa dengan mudah tanpa membuat suara kegaduhan.
Tapi ada tempat buah yang terletak di depan kios. Kotak kayu yang terpatri dengan tanah.
Itulah sasaran mereka berdua.
Dinding kayu kotak itu bisa mereka rusak untuk mendapatkan buah-buahan segar yang terdapat di dalamnya. Pikir mereka.
Satu orang pemuda berhasil merusak kotak kayu besar itu. Membuat sebuah lubang yang cukup untuk tangannya masuk merogoh ke dalam.
Sementara satu pemuda lagi berdiri mengawasi sekeliling.
Satu orang pemuda itu mulai melakukan aksinya. Memasukkan tangannya ke dalam kotak penyimpan buah-buahan.
Tangan pencuri itu mulai mengambil buah-buahan dari dalam kotak kayu dan mengeluarkannya.
Tapi ia tampak kecewa. Yang didapatkan oleh tangannya selalu saja buah yang kerasnya seperti batu.
Pantas saja. Ketika ia melihatnya di luar.
Buah-buah itu adalah mangga-mangga yang masih mentah.
“Dapat apa?”,
“Lihatlah, belum ada yang matang”,
“Gantian, biar aku saja yang mengambilnya”,
Dua orang pemuda itu bertukar posisi.
Pemuda yang tadi mengawasi sekeliling tampak kecewa kepada sahabatnya yang dari tadi sudah susah payah tapi tidak mendapatkan hasil.
Siapa yang mau makan buah mangga yang masih mentah dan keras begitu?
“Ah aku dapat”,
Baru saja tanggannya masuk, pemuda yang kali ini bertugas untuk mengambi buah dari dalam kotak kayu yang telah mereka rusak merasa sudah mendapatkan buah yang benar-benar masak.
“Dapat apa?”,
“Ini bulat dan besar”,
“Pasti sudah matang”, kata pemuda yang tangannya berada di dalam kotak kayu meraba-raba.
Pemuda itu lalu menarik buah tersebut secara paksa karena ukuran besarnya melebihi lubang yang mereka buat.
“Ini pasti semangka”, kata pemuda itu.
“Cepat lah aku sudah mulai lapar”, timpal pemuda yang kini gantian mengawasi sekeliling dengan berdiri.
“Lihatlah aku berhasil”,
Pemuda itu akhirnya berhasil membawa keluar buah berukuran besar itu meski ia sempat melukai sedikit tangannya karena tergores oleh pecahan kayu.
Pemuda yang berdiri itu melihat kawannya yang kegirangan karena berhasil mendapatkan buah yang besar.
Bukannya ikut bersuka cita, pemuda itu justru langsung pergi berlari meninggalkan temannya di kios buah sendirian. Tanpa berkata-kata.
“Hei, mau kemana?”, tanya kawannya yang tengah memegang buah dan menjadi bingung.
Sesaat kemudian ia juga berlari menyusul temannya pergi meninggalkan kios buah Pak Burham.
Setelah ia melihat buah di tangannya yang ia kira sebelumnya adalah semangka.
Sama sekali bukan semangka atau pun jenis buah-buahan lainnya.
Yang ada di pangkuan kedua telapak tangan pemuda itu adalah kepala manusia.
Yang tersenyum sambil mengedipkan mata.