Tomo adalah seorang anak yang penuh dengan imajinasi liar dan semangat tinggi. Setiap hari baginya adalah petualangan yang seru, dari sekadar menjalankan tugas sederhana seperti membeli susu hingga bersaing dalam lomba makan yang konyol bersama teman-temannya di sekolah. Tomo sering kali terjebak dalam situasi yang penuh komedi, namun dari setiap kekacauan yang ia alami, selalu ada pelajaran kehidupan yang berharga. Di sekolah, Tomo bersama teman-temannya seperti Sari, Arif, dan Lina, terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengundang tawa. Mulai dari pelajaran matematika yang membosankan hingga pelajaran seni yang penuh warna, mereka selalu berhasil membuat suasana kelas menjadi hidup dengan kekonyolan dan kreativitas yang absurd. Meski sering kali terlihat ceroboh dan kekanak-kanakan, Tomo dan teman-temannya selalu menunjukkan bagaimana persahabatan dan kebahagiaan kecil bisa membuat hidup lebih berwarna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Baru di Kelas
Murid Baru yang Pemalu
Hari itu, suasana kelas 5 SD Harapan Jaya terasa lebih riuh dari biasanya. Murid-murid sedang asyik mengobrol sebelum jam pelajaran dimulai, sampai tiba-tiba pintu kelas terbuka, dan Ibu Yani, wali kelas mereka, masuk dengan senyum di wajahnya. Semua murid langsung duduk dengan tenang, penasaran apa yang akan disampaikan oleh Ibu Yani kali ini.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru di kelas. Ayo kita sambut dengan baik, ya," kata Ibu Yani.
Semua murid berbisik-bisik dengan penuh rasa penasaran. Tomo, yang duduk di barisan tengah, langsung bersemangat. "Wah, seru nih, ada murid baru!" bisiknya kepada Joni yang duduk di sebelahnya.
Lina, yang duduk di depan Tomo, ikut mengangguk. "Aku penasaran dia orangnya kayak gimana."
Tomo sudah bersiap untuk menyapa dengan penuh semangat, tapi ketika pintu kelas terbuka, seorang anak laki-laki dengan tubuh mungil dan kepala tertunduk masuk dengan perlahan. Langkahnya pelan, seolah-olah takut menarik perhatian.
"Ini Deni, teman baru kalian," kata Ibu Yani sambil tersenyum. "Ayo, Deni, kenalkan dirimu kepada teman-teman."
Deni, dengan wajah merah padam, hanya menatap lantai. "Na-nama aku Deni," katanya dengan suara pelan yang nyaris tidak terdengar. Ia menundukkan kepalanya lebih dalam, terlihat sangat canggung.
Tomo yang duduk di belakang merasa kasihan melihat Deni. "Wah, dia kelihatan pemalu banget, ya," bisik Tomo pada dirinya sendiri.
"Eh, Deni, kamu duduk di sebelah Tomo ya," kata Ibu Yani sambil menunjuk bangku kosong di samping Tomo.
Deni berjalan pelan menuju tempat duduknya sambil masih menunduk. Semua murid menatapnya dengan rasa ingin tahu. Sementara itu, Tomo tersenyum lebar, sudah memikirkan berbagai cara untuk bisa membuat Deni merasa nyaman. "Tenang aja, aku pasti bisa bikin dia jadi lebih percaya diri!" pikirnya dengan penuh semangat.
---
Tomo Membantu (Atau Malah Merepotkan)
Saat pelajaran dimulai, Tomo terus mencuri pandang ke arah Deni. Dia tampak gugup sepanjang waktu, hanya menulis sedikit di buku catatannya, dan sering kali berhenti lama setiap kali mencoba menjawab soal yang diberikan Ibu Yani.
Tomo berpikir keras, mencoba menemukan cara untuk membuat Deni merasa lebih nyaman. "Aku harus ngajak dia ngobrol. Mungkin kalau kita ngobrol, dia nggak akan terlalu canggung lagi," gumam Tomo pelan.
Ketika bel istirahat berbunyi, Tomo langsung berdiri dan menepuk bahu Deni dengan antusias. "Hei, Deni! Ayo ke kantin bareng aku!"
Deni terkejut dan menatap Tomo dengan mata membesar. "Eh, ke kantin?" tanyanya dengan suara kecil.
"Iya, dong! Aku traktir es teh deh, biar kamu semangat!" kata Tomo sambil tersenyum lebar, tanpa sadar suaranya terlalu keras sehingga menarik perhatian beberapa teman lainnya.
Joni dan Lina yang melihat aksi Tomo langsung mendekat. "Eh, Tomo! Kamu ngajak Deni ke kantin? Kami ikut, ya!" seru Joni sambil menepuk bahu Tomo.
"Ya jelaslah ikut! Biar rame!" jawab Tomo sambil tertawa.
Lina tersenyum kecil, melihat Deni yang tampak bingung. "Tenang aja, Deni. Tomo emang suka ngajak orang ke kantin. Tapi hati-hati, biasanya ujung-ujungnya kita malah yang bayar," kata Lina sambil tertawa kecil.
Deni masih tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk pelan. "Ba-boleh," jawabnya, meskipun suaranya masih gemetar.
---
Kekacauan di Kantin
Ketika mereka tiba di kantin, suasana ramai seperti biasa. Anak-anak berkerumun di meja-meja sambil makan bakso, mi goreng, atau membeli es teh dari ibu kantin yang sibuk melayani.
"Ayo, Deni, duduk di sini aja," kata Tomo sambil menarik kursi untuk Deni dengan gaya sok gentleman. Namun, saking antusiasnya, Tomo malah membuat kursinya jatuh dengan bunyi keras, "BRAK!"
Semua orang di kantin menoleh. Deni terlihat semakin canggung, sementara Tomo hanya menggaruk kepalanya sambil tertawa canggung. "Hehe, kursinya licin!"
Joni dan Lina tertawa kecil melihat tingkah Tomo, sementara Deni duduk dengan gugup di kursinya.
"Jadi, Deni, kamu suka makan apa? Di sini ada bakso, ada mi goreng, ada es teh... pokoknya apa aja ada!" kata Tomo dengan penuh semangat.
Deni hanya menunduk dan berkata pelan, "Aku... aku suka bakso."
"Bakso? Oke, kita beli bakso!" Tomo langsung berdiri dan berjalan menuju ibu kantin, tanpa sadar bahwa ia lupa membawa uang.
"Eh, Tomo, duitnya mana?" tanya Joni sambil menahan tawa.
Tomo meraba-raba sakunya dan terdiam sejenak. "Aduh, aku lupa bawa uang!"
Lina tertawa terbahak-bahak. "Tuh kan, bener kan! Kamu ngajak orang makan tapi lupa bawa uang!"
Deni menatap Tomo dengan wajah canggung, seolah-olah ingin menawarkan sesuatu tapi ragu-ragu. "A-aku ada uang, kok," katanya pelan.
Namun Tomo langsung menepuk bahu Deni dengan semangat. "Nggak usah, nggak usah! Ini traktiranku! Aku bakal pinjem uang Joni dulu, nanti aku balikin."
Joni memutar matanya sambil menyerahkan uang recehnya. "Ini uangku, tapi ingat, Tomo. Kamu utang."
---
Kembali ke Kelas
Setelah makan bakso dengan riang gembira (meskipun Tomo sempat membuat sendoknya jatuh dua kali), mereka kembali ke kelas. Di perjalanan kembali, Tomo terus mencoba mengajak Deni ngobrol.
"Eh, Deni, kamu asalnya dari mana? Pasti dari luar kota ya? Soalnya aku nggak pernah lihat kamu di sekitar sini," tanya Tomo dengan antusias.
Deni mengangguk pelan. "Iya, aku pindah dari Semarang."
"Wah, jauh juga! Gimana rasanya pindah-pindah gitu? Pasti seru, ya!" seru Tomo.
Deni tersenyum tipis. "Ya... seru, sih. Tapi kadang aku kangen sama teman-teman lama."
Lina yang berjalan di sebelah mereka ikut angkat bicara. "Nggak apa-apa, Deni. Di sini kamu pasti bakal punya banyak teman baru. Tomo ini orangnya baik, meskipun agak... ya, gitu deh." Lina menyikut Tomo sambil tertawa kecil.
Tomo tertawa kecil. "Iya, aku emang keren, meskipun suka bikin masalah kecil!"
Deni hanya tersenyum, tapi kali ini ia terlihat sedikit lebih rileks.
---
Kekacauan di Kelas
Saat kembali ke kelas, mereka semua duduk di tempat masing-masing. Ibu Yani belum datang, jadi kelas masih bebas bercanda. Tomo, yang melihat suasana agak sepi, memutuskan untuk membuat permainan.
"Ayo, kita main lempar kertas!" seru Tomo sambil meremas kertas dan mulai melemparkannya ke arah Joni.
Joni, yang kaget, langsung menangkap kertas itu dan balas melempar. "Heh, Tomo! Mau perang kertas nih?"
Lina ikut tertawa dan mengambil kertasnya sendiri. "Aku juga mau ikutan!"
Tiba-tiba, kertas-kertas beterbangan ke seluruh kelas. Semua murid tertawa riuh, termasuk Deni yang awalnya hanya menonton dari bangkunya. Namun, tanpa diduga, sebuah bola kertas melayang ke arah Deni dan mengenai kepalanya.
Deni terdiam sejenak, tapi Tomo langsung tertawa dan mendekat. "Hahaha, maaf, Den! Itu nggak sengaja! Tapi seru, kan?"
Deni tersenyum kecil dan, tanpa disangka, ia mengambil kertas dan melemparkannya kembali ke arah Tomo. "Kena kamu!" serunya pelan, tapi dengan semangat yang lebih besar.
Tomo kaget, tapi kemudian tertawa terbahak-bahak. "Wah, Deni ikutan juga nih! Hebat, hebat!"
Semua teman sekelas tertawa melihat Deni yang mulai terlibat dalam permainan, dan suasana kelas pun semakin riuh.
---
Persahabatan yang Tumbuh
Setelah beberapa menit bermain lempar kertas, Ibu Yani akhirnya masuk ke kelas. "Anak-anak, apa yang kalian lakukan?" tanyanya dengan nada tegas, tapi tak bisa menahan senyum melihat kekacauan yang terjadi di kelas.
Semua murid langsung kembali duduk dengan rapi, meskipun masih ada sisa-sisa tawa yang terdengar.
Di akhir hari, ketika bel pulang berbunyi, Tomo menepuk bahu Deni. "Gimana, Den? Seru kan hari ini? Jangan khawatir, kamu pasti bakal betah di sini."
Deni mengangguk, kali ini dengan senyum yang lebih lebar. "Iya, seru kok. Terima kasih, Tomo."
Tomo tersenyum lebar. "Yah, aku kan emang jago bikin orang senang!"
Mereka pun berjalan pulang bersama, dan dari hari itu, persahabatan mereka mulai tumbuh dengan penuh tawa dan cerita-cerita konyol.
Dengan demikian, meskipun awalnya Tomo dengan caranya yang canggung sempat membuat suasana jadi kikuk, ia berhasil membuat Deni merasa diterima. Dari kekacauan di kantin hingga perang kertas di kelas, semua kejadian absurd itu justru menjadi fondasi bagi persahabatan baru mereka.