Pukulan keras yang mendarat dikepala Melin, hingga membuatnya harus segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun sayangnya disaat Dia sadar, sakit usus buntu yang dideritanya beberapa Minggu terakhir membuatnya harus tetap dirawat di rumah sakit.
Johan pria yang baru mengenal Melin karena insiden pemukulan akhirnya menolong Melin dengan membayar seluruh biaya operasi, namun dengan sebuah syarat. Melin akhirnya menyetujui kesepakatan antara dirinya dan Johan untuk menikah menggantikan posisi Bella yang lebih memilih mantan pacarnya
Keesokan paginya setelah pesta pernikahan selesai, Johan segera pergi bekerja di luar pulau dan meninggalkan Melin tanpa sebuah alasan.
Tiga tahun berlalu, mereka akhirnya bertemu kembali disebuah pekerjaan yang sama.
Yuk, ikutin keseruan cerita selanjutnya. terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririen curiens, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari kedua
Sebelum jam enam pagi Melin sudah sampai dirumah Pak Johan. Satpam yang berjaga tersenyum melihat kedatangan Melin dan mengantarkannya diruang tamu.
Melin mengeluarkan handphonenya dan mengirimkan sebuah pesan kepada Pak Johan jika dirinya sudah sampai dirumahnya. Dua puluh menit menunggu, Pak Johan belum juga keluar hingga membuat Melin mulai mengantuk.
Beberapa cara dilakukan Melin agar dia tidak mengantuk, namun masih saja menunggu membuatnya semakin mengantuk.
Ah..... tidak..... tidak..... Aku tidak boleh tertidur. Sebaiknya aku membuat kopi, gumam Melin.
Melin melihat kopi saset didalam tasnya namun dia bingung karena membutuhkan air panas. Melin akhirnya pergi ke pos satpam dan meminta air panas untuk membuat kopi.
"Mari saya antar ke dapur mbak," ucap Pak Satpam.
Melin tersenyum karena dia akhirnya bisa membuat kopi.
"Mbak, saya tinggal kedepan dulu yah," ucap Pak satpam.
"Terimakasih Pak," jawab Melin.
Melin membuat kopi dan menikmatinya di dapur.
Andai aku punya dapur seperti ini, ah betah sekali aku memasak, gumam Melin.
"Pak Kris.... Pak..... jika ada tamu buat saya. Tolong suruh masuk saja," teriak Pak Johan.
"Saya sudah datang Pak," teriak Melin.
Melin akhirnya berlari menuju ruang tamu, namun seseorang yang tiba-tiba keluar dari sebuah kamar membuat Melin hampir terjatuh, namun dia berhasil meraih tangan bosnya. Melin memang tak terjatuh namun pegangan Melin membuat handuk Pak Johan ikut melorot.
"Astaghfirullah," teriak Melin saat melihat Bosnya.
Pak Johan kembali meraih handuknya.
"Kenapa kamu sampai disini. Tunggu saja diruang tamu," ucap Pak Johan.
"Maaf Pak, saya barusan dari dapur. Saya buat kopi tapi kopinya saya bawa sendiri. Saya hanya minta air panas saja, itupun Pak satpam yang mengantarkan saya ke dapur," jawab Melin.
"Kalau begitu, tolong buatkan saya juga. Sama sarapan juga boleh."
"Tapi apa kita tidak telat Pak."
"Tidak sana cepat."
Melin Mengerutkan wajahnya, dan berteriak tanpa suara.
Ah......... menyebalkan. Sabar...... sabar Mel, kamu pasti kuat. Tinggal 28 hari lagi. Bertahanlah sampai gajian, gumam Melin.
Melin kembali menuju ke dapur dan membuatkan kopi. Dia melihat-lihat isi kulkas namun yang ada hanya roti, telur dan sosis.
Kulkas orang kaya, isinya cuma ini saja, gumam Melin.
Setelah melihat internet Melin akhirnya menemukan ide. Melin membuka lemari dapur, semua bahan yang dibutuhkan ternyata ada.
Melin akhirnya berhasil membuat sarapan dengan cepat. Dia memfoto makanan dan mengirimkan kepada Pak Johan. Tak berselang lama Pak Johan menghampiri Melin di dapur.
"Silahkan Pak," ucap Melin sambil tersenyum.
Pak Johan mulai memakan sarapan buatan Melin. Sesekali dia melahap makanan itu sambil menatap melin.
Tinggal makan saja pakai lihat-lihat, gumam Melin dalam hatinya.
"Makanlah, lumayan juga masakan kamu. Tiap hari saja masak buat saya," ucap Pak Johan.
"Memangnya Pak Johan tidak punya Istri atau asisten rumah tangga. Saya lihat hanya ada satpam saja di depan," tanya Melin penasaran.
"Saya tinggal sendiri. Dulu pernah menikah tapi gagal. Sendiri juga tidak masalah kan. Kalau kamu, apa tidak punya suami atau pacar."
"Tidak Pak, Lebih baik sendiri. Menikah juga belum tentu menyenangkan."
"Sebenarnya, kamu mirip dengan mantan istri saya. Bahkan namanya juga sama."
"Ah..... mungkin hanya mirip saja Pak."
Mungkin juga kamu memang mirip, Aku juga sudah lupa nama lengkapnya. Aku hanya menyebutnya di akad nikah saja. Bahkan dulu aku juga tidak tahu alamat rumahnya. Fotonya saja aku tidak punya, gumam Johan yang mulai merasa bersalah terhadap mantan istrinya.
"Pak.... hai.... jangan melamun. Ayo kita berangkat. Sekarang sudah jam tujuh," ucap Melin.
Pak Johan tersenyum dan menganggukan kepalanya. Pak Johan berdiri dan menyuruh Melin untuk membawakan beberapa berkas-berkas yang akan dibawa ke Bandung.
Pak Johan memasuki mobil dibagian depan, sementara Melin duduk dibagian belakang.
"Mel, kenapa kamu duduk dibelakang. Lalu siapa yang menyetir mobil ini," ucap Pak Johan.
"Ya saya tidak tahu Pak," jawab Melin.
"Bukankah kemaren, kamu bilang bisa menyetir mobil."
Melin tersenyum dan berkata, "Kemaren bapak bilang menyetir mobil. Saya bisa jika menyetir Pak, jika mengemudikan saya tidak bisa. Kalau menyetir Bombom car saya jago Pak."
"Astaga Mel.... Mel..... Kamu tahu kan jika lengan saya masih sakit. Ya sudahlah," ucap Pak Johan.
"Maaf Pak."
Pak Johan akhirnya tetap mengemudikan mobilnya karena Dia harus sampai di Bandung sebelum jam sebelas siang. Sepanjang perjalanan Pak Johan hanya diam saja. Sesekali beliau memegang lengannya yang sakit.
Melin tahu jika Bosnya sedang marah. Hingga dia nekat menawarkan diri untuk mengemudikan mobilnya.
"Pak, menepilah. Biar saya yang mengemudikan mobilnya," ucap Melin.
"Kamu bilang tadi tidak bisa, kenapa sekarang bilang bisa." jawab Pak Johan dengan datar.
"Saya dulu pernah punya mobil sebelum ayah saya menikah lagi. Mungkin sekarang sedikit kaku tapi saya yakin saya bisa."
Johan akhirnya menepikan mobilnya. Melin mencoba melajukan mobilnya perlahan meskipun sedikit tersendat-sendat.
"Mel, sudahlah biar saya saja yang menyetir. Turunlah."
"Sekali lagi Pak, mungkin hanya belum terbiasa."
Melin berdoa dengan keras hingga akhirnya dia bisa melajukan mobilnya dengan cepat.
Pak Johan mulai merasa ketakutan hingga dia terus berpegangan.
"Mel.... Mel..... stop Mel..... sudah saya nyerah, biar saya saja yang menyetir," ucap Pak Johan.
"Tenang Pak. aman, Saya pasti bisa. Pak Johan cukup berdoa saja."
Melin tetap melajukan mobilnya dengan kencang. Hingga tidak terasa sudah sampai di Bandung.
Pak Johan terlihat sedikit syok dengan kelakuan Melin. Hingga Dia menyuruh Melin untuk berhenti disebuah mini market.
Pak Johan terlihat turun dan segera berlari. Melin akhirnya mengikuti Pak Johan dari belakang. Melin tersenyum melihat Bosnya, namun Melin akhirnya memilih masuk ke sebuah minimarket. Melin membeli beberapa camilan dan minuman. Tak lama Pak Johan datang menghampiri Melin.
"Tolong ambilkan minuman yang rasanya asem. Rasa jeruk atau apapun itu. Ini uangnya saya ke toilet dulu," ucap Pak Johan.
Melin akhirnya menunggu Bosnya sambil duduk didepan mini market. Tak lama, Pak Johan datang menghampirinya. Dia meminta minuman yang dipesenannya tadi.
"Kunci mobilnya mana Mel," ucap Pak Johan.
"Ini Pak. Oh yah, saya lihat Pak Johan tadi muntah. Apa Bapak masih sakit?" tanya Melin.
"Tidak, ini semua salah kamu Mel. Sudah ngebut, ngerem dadakan dan belok sembarang hingga perutku mual."
Melin mencoba tersenyum biasa namun hatinya ingin sekali tertawa terbahak-bahak.
Sukurin kamu Pak, Akhirnya bisa juga membuat kamu kesal, gumam Melin sambil tersenyum.
"Sudah jam sepuluh Pak, ayo kita lanjutkan perjalanan kita. Mana kunci mobilnya?" ucap Melin.
"Biar aku saja yang nyetir, sudah aku kapok," jawab Johan.
Melin terlihat tersenyum-senyum melihat Bosnya.
terimakasih dukungannya kak