Tiga Tahun Tanpa Sentuhan
Sebuah pukulan keras tiba-tiba melayang dikepala Melin. Seketika Dia pingsan tak sadarkan diri. Dua orang pria dan satu wanita panik ketika ada korban akibat perselisihan mereka. Dua orang berhasil kabur dan satu orang diantaranya mencoba menolong gadis malang itu.
Sementara itu satpam dan beberapa pengunjung mulai ramai berdatangan dan mencoba ikut menolong.
Ah...... sial. Kenapa bisa jadi seperti ini, gumam Johan yang terlihat sangat kebingungan.
Setelah menunggu satu jam lebih Melin tak kunjung sadar hingga akhirnya Johan memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit terdekat.
Beberapa jam kemudian Melin akhirnya sadar. Kepalanya yang benjol membuat Melin sedikit kesakitan.
"Auhhhhhh..........sakitttttt," ucap Melin saat mulai membuka matanya.
Melin begitu kaget ketika didepannya sudah ada sesosok pria tampan berkulit putih yang sedang menunggunya.
"Apa masih sakit mbak?" tanya Johan.
"Kamu siapa. Dimana saya?" jawab Melin.
"Saya Johan. Kamu Masih di IGD rumah sakit. Maafkan saya, pukulan tadi sudah menyasar di dahi kamu."
"Iyah, tidak apa-apa. Panggil Melin saja Mas. Terimakasih sudah membawa saya kesini.
Johan tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Melin yang sudah tidak merasa sedikit lebih baik mencoba melepaskan infus yang menancap di tangan kirinya. Meskipun Johan berusaha melarangnya namun Melin akhirnya berhasil melepasnya.
Melin mencoba berdiri meskipun perutnya mulai terasa begitu sakit. Namun baru saja turun dari bed rumah sakit, kakinya seakan tak mampu berdiri hingga akhirnya dia terjatuh. Johan dengan sigap membopong Melin dan kembali menidurkannya di bed rumah sakit.
Wajah cantik Melin terlihat begitu kesakitan sambil memegang perutnya yang semakin membuatnya malu untuk merintih kesakitan.
"Tunggulah sebentar, hingga dokter kembali datang. Dari rekam medik dokter yang memeriksa tadi mengatakan jika kamu harus segera dioperasi. Usus buntu kamu sudah parah, jika dibiarkan akan semakin parah," ucap Johan.
"Aku tidak apa-apa, hanya sakit sedikit dan tidak perlu dioperasi. Aku juga tidak mampu membayar biaya rumah sakit, jadi setelah ini biarkan saya pergi," jawab Melin.
Melihat Melin menahan sakit membuat Johan semakin merasa kasihan.
Apa aku yang harus menanggung biaya operasi, tapi dia bukan siapa-siapa. Apa dia yang dikirim Tuhan untuk menolongku menggantikan Bella di pesta pernikahan, gumam Johan.
Melin sesekali menatap Johan, Dia menyuruh Johan untuk pulang. Setelah berpikir panjang, Johan akhirnya mengungkapkan jalan pikirannya kepada Melin. Johan mulai menghela nafas dan berucap.
"Apa kamu punya pacar?"
Melin tertegun sesaat. "Apa Mas?"
"Saya akan menanggung biaya operasi kamu. Namun sebagai gantinya kamu harus menikah denganku empat hari lagi. Ini hanya pura-pura saja."
"Maaf Mas, Saya saja baru mengenal kamu, bagaimana bisa kamu mengajakku menikah secepat itu."
Johan akhirnya menceritakan kejadian sebenarnya kepada Melin. Dia ditinggalkan calon istrinya yang lebih memilih kembali kepada mantan pacarnya. Sementara pesta pernikahan mereka akan digelar dua minggu lagi. Semua undangan sudah tersebar. Wedding organizer dan hotel juga tidak bisa dibatalkan.
Sudah lebih dari lima kali Johan melihat calon istrinya berduaan dengan mantan pacarnya. Namun Johan tetap memaafkan karena Dia sudah terlanjur mencintai Bella.
Disaat pesta pernikahan kurang satu minggu, calon istrinya membatalkan pernikahan dan lebih memilih kembali dengan mantan pacarnya.
Johan tidak mau mengecewakan orang tuanya karena semua undangan sudah disebar keseluruh rekan bisnis dan teman-teman ayah dan Ibunya.
Melin terdiam setelah mendengar cerita Johan. Dia merasa kasihan dengan Johan namun Dia juga baru mengenal Johan beberapa jam saja.
Sakitku ini sudah semakin parah. Uangku juga sangat menipis, Aku juga tidak mungkin mampu membayar biaya rumah sakit. Tapi Aku baru mengenal pria ini. Tuhan aku galau, gumam Melin.
"Mel, bagaimana? pernikahan ini hanya pura-pura saja. Aku juga tidak terlalu tua, Kita hanya berbeda empat tahun. Aku akan memberimu beberapa uang setelah resepsi pernikahan selesai. Setelah itu kamu bebas pergi," ucap Johan.
"Bagaimana kamu tahu umurku Mas?" jawab Melin.
"Maaf tadi aku melihat identitas kamu untuk mengurus administrasi dirumah sakit ini."
"Baik Mas. tapi ini hanya pura-pura saja, setelah itu kita bisa hidup masing-masing."
Johan tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Baik aku akan menemui dokter untuk menyetujui operasi usus buntu kamu."
"Iyah Mas, terimakasih banyak."
Setelah beberapa menit kepergian Johan, Melin tertidur lelap. Tubuhnya yang lemah membuat Melin pasrah dengan keadaan.
Sementara itu Johan kembali menghampiri Melin, Dia berniat untuk berpamitan namun Dia tidak tega untuk membangunkannya. Johan akhirnya menuliskan selembar surat kepada Melin.
Saat hari mulai malam Melin mulai tersadar ketika seorang perawat datang memberikan obat yang dimasukkan pada infus Melin. Perih dan nyeri begitu terasa menusuk ditangan kirinya, namun Melin sedikitpun tak merintih. Dia menatap sebuah kertas disampingnya. Sebuah pesan singkat dari Johan yang berisi nomor teleponnya.
Apa harus aku menelpon Mas Johan malam malam begini, gumam Melin yang sedari tadi megotak-atik handphonenya.
Rasa gelisah sedikit membuat tekanan darah Melin begitu rendah, hingga hampir saja operasi ditunda.
Keesokan paginya perawat menghampiri Melin dan menyuruh Melin mempersiapkan dirinya karena satu jam lagi Melin akan dibawah keruang operasi. Namun sebelum perawat itu pergi Melin meminta agar operasinya dibatalkan.
"Maaf Mbak, operasinya sudah dipersiapkan semua. Jika dibatalkan juga harus melalui persetujuan keluarga." ucap perawat rumah sakit.
"Tapi mbak, Saya tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit," jawab Melin.
"Biaya rumah sakit sudah dibayarkan, Mbak tidak usah khawatir."
Ternyata kamu menepati janji kamu Mas. gumam Melin.
Satu jam berlalu, seorang perawat akhirnya membawa Melin menuju ke ruang Operasi. Melin yang masih sadarkan diri terus menengok kesana kemari. Dia berharap Johan akan datang menemaninya hari ini. Hingga Melin mulai memasuki ruangan namun Johan tidak juga muncul.
Meskipun baru mengenal sehari namun Melin juga merasa kecewa karena Johan tidak juga datang.
Tiga jam berlalu, operasi Melin akhirnya selesai. Melin masih terlihat sangat lemah. Hanya pandangan kosong yang terus menatap.
Beberapa perawat akhirnya mengangkat tubuh Melin dan memindahkannya ke ruang perawatan.
Melin masih terdiam, Dia hanya mampu menahan rasa nyeri yang perlahan mulai terasa. Melin perlahan memejamkan matanya hingga tak terasa hari mulai sore.
Disaat Melin mulai membuka matanya, sebuah senyuman manis dihadapannya membuat melin sedikit kaget. Dia tidak menyangka jika Johan akan datang menghampirinya.
"Gimana Mel, sudah lebih baik kan?" tanya Johan.
Melin tersenyum melihat wajah tampan Johan.
"Terima kasih Mas, sudah menolongku," ucap Melin sambil tersenyum.
"Sama-sama, jangan lupa kesepakatan kita yah."
Melin tertegun sesaat menatap wajah tampan Johan.
Ah tidak tidak, Dia hanya butuh aku dipelaminan saja, gumam Melin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Rifah
bagus kak
2024-10-30
0
Bunda A
jadi penasaran
2024-10-26
0