Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 10
*****
Saat Natalia masuk ke apartemennya, ekspresinya masih penuh kebingungan. Pikirannya terus berputar, mengingat alat musik dan peralatan rekaman yang dilihatnya di apartemen seberang. Ssst... Pintu apartemen tertutup perlahan di belakangnya, dan dia berjalan masuk dengan langkah lambat.
Di sofa, Julia sedang duduk sambil memetik gitar, menikmati melodi yang diciptakannya sendiri. "Srek... srek..." suara senar gitar terdengar lembut di udara, menemani keheningan di dalam apartemen.
Julia mengangkat kepalanya dan memandang Natalia dengan tatapan heran. "Hei, kenapa wajahmu seperti orang kebingungan begitu?" tanya Julia, senyumnya sedikit mengembang sementara jarinya masih bermain di atas senar. Klik... Jemarinya bergerak dengan lincah di atas fret gitar, namun perhatiannya kini terfokus pada ekspresi sahabatnya.
Natalia menoleh, berjalan mendekati Julia, sambil melepas sepatunya dengan cepat. Ssst... srek... Sepatunya terjatuh di lantai, lalu dia menghela napas panjang. "Apartemen seberang akan diisi penghuni baru," kata Natalia dengan suara sedikit bingung. "Dan... aku tadi lihat mereka membawa banyak alat musik. Sepertinya mereka membangun studio rekaman pribadi di sana."
Julia langsung berhenti memetik gitarnya. "Hah? Serius?" matanya melebar, terkejut sekaligus penasaran. "Jadi ingin tau seperti apakah orangnya?" tanyanya penuh antusias, suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya karena rasa ingin tahunya.
Natalia mengangkat bahu. "Benar. Aku lihat banyak alat musik... mixer besar, gitar, semuanya seperti studio rekaman," jawabnya sambil menggigit bibir, masih merasa tak tenang karena tak mendapat jawaban pasti.
Julia mendesah, "Tadi ada manajer apartemen datang ke sini," katanya, menambahkan informasi. "Aku sempat tanya, katanya mereka yang pindah ke sana pernah bekerja di bidang musik."
Natalia menatap Julia dengan pandangan semakin bingung. "Apakah... seorang musisi?" pikirnya dalam hati. Rasa penasaran itu makin mengusiknya, dan dia menghela napas. Ssst... Tarikan napasnya terdengar, menandakan dia masih memikirkan siapa yang mungkin menjadi tetangga baru mereka.
Namun, tak ingin terlalu lama memikirkannya, Natalia memutuskan untuk mengalihkan pikirannya. "Ah, sudahlah. Aku perlu mandi dulu. Terlalu banyak yang aku pikirkan," katanya sambil tersenyum tipis, mencoba melupakan rasa penasarannya. Srek... Dia berjalan menuju kamar mandi dengan langkah pelan, meninggalkan Julia yang masih menatapnya dengan penasaran.
Setelah beberapa saat, Natalia keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah. Ssst... Suara rambutnya yang lembab bergesekan dengan handuk terdengar ketika dia mengeringkannya. Dia berjalan mendekati Julia yang masih duduk di sofa, kini sibuk dengan gitar dan sebuah buku di pangkuannya.
Srek... srek... Langkah pelan Natalia terdengar saat dia mendekat. "Ini lagu baru, ya?" tanyanya sambil melihat buku berisi coretan lirik dan akor di pangkuan Julia.
Julia mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar. "Iya. Aku lagi coba-coba bikin melodi baru," jawabnya, suaranya penuh antusiasme. Klik... Jemarinya kembali memetik senar gitar, memainkan beberapa akor sederhana untuk memperdengarkan lagunya.
Natalia menatap Julia dengan mata berbinar, senyumnya lebar. "Nyanyikan dong!" serunya, tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.
Julia tersenyum lebar, senang melihat antusiasme Natalia. Dia menyesuaikan posisi duduknya, lalu mulai memainkan melodi. Srek... srek... Jemarinya meluncur halus di atas senar, menciptakan irama yang lembut namun bersemangat. Suara Julia pun mengalun dengan tenang, menyanyikan lirik yang baru ia tulis, suaranya memenuhi ruangan dengan keindahan yang memukau.
Natalia mendengarkan dengan penuh perhatian, kepalanya mengikuti alunan melodi. Ssst... Tarikan napasnya terdengar saat dia benar-benar tenggelam dalam lagu itu. Setelah Julia menyelesaikan nyanyiannya, Natalia bertepuk tangan penuh semangat.
"Waaah bagus banget.... Aku suka lagu ini.... bakalan jadi hits!" seru Natalia sambil tersenyum lebar, kegembiraannya terlihat jelas. "Kau harus segera merilisnya!" tambahnya dengan semangat, meski itu hanya gurauan.
Julia tertawa kecil sambil mengangguk, senang mendengar pujian dari sahabatnya. "Terima kasih, Nat," jawabnya, suaranya penuh rasa syukur. Mereka kemudian terus bernyanyi bersama, mengulang beberapa bait lagu dan tertawa saat suara mereka kadang keluar dari harmoni. Klik... klik... Suara gitar dan tawa memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat dan penuh keceriaan.
Setelah beberapa saat bernyanyi, Julia tiba-tiba menghentikan petikan gitarnya dan menatap Natalia dengan senyum misterius. "Oh ya, aku belum kasih tahu kamu sesuatu," katanya, suaranya terdengar penuh rahasia.
Natalia menoleh, ekspresinya penasaran. "Apa?" tanyanya, matanya sedikit menyipit karena rasa ingin tahu yang mendadak muncul.
Julia tersenyum lebar. "Aku akan pindah ke apartemen di sini," katanya sambil tertawa kecil.
Natalia terkejut, matanya membesar. "Serius? Kau akan tinggal di sini? Di apartemen sebelah mana?" tanyanya cepat, suaranya penuh kegembiraan yang tiba-tiba muncul.
Julia tersenyum lebar dan mengangguk. "Aku akan tinggal di lantai bawah. Jadi kita tetanggaan sekarang!" ucapnya sambil tertawa, ekspresinya penuh kebahagiaan.
Natalia langsung memeluk Julia dengan erat. Ssst... Suara lembut pelukan mereka terdengar ketika Natalia menahan tawa. "Aku senang banget! Akhirnya kita jadi tetangga!" katanya sambil tersenyum lebar, wajahnya berseri-seri.
Julia membalas pelukan itu sambil tertawa kecil. "Iya, kita bisa ketemu kapan saja sekarang," jawabnya dengan suara ceria.
Setelah beberapa saat saling bercanda dan tertawa, Natalia tiba-tiba ingat sesuatu. "Oh, besok sore aku mau ke camp Scarlet," katanya sambil menatap Julia. "Kau mau ikut?"
Julia tersenyum lebar, matanya berkilau penuh antusiasme. "Tentu! Aku bisa mengantarmu ke sana. Itu bakal seru!" jawabnya tanpa ragu, wajahnya memancarkan semangat.
Dengan perasaan senang dan penuh harapan untuk hari esok, mereka berdua kembali duduk di sofa, melanjutkan percakapan dan rencana mereka sambil tertawa kecil. Ssst... Suara senar gitar Julia kembali terdengar lembut, melodi yang mereka ciptakan bersama masih terngiang di udara, sementara hari mulai bergulir ke malam.
*****
Di sebuah restoran mewah, dalam suasana private room yang intim namun tegang, Produser Zhang dan Angelina duduk di meja yang dihiasi cahaya lilin yang lembut. Ssst... Suara kecil dari gerakan alat makan mereka terdengar di antara keheningan. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing, namun ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan.
Angelina meletakkan garpunya dengan pelan, klik... bunyi kecil terdengar saat logam bertemu piring. Dia menatap Zhang dengan alis terangkat, senyum tipis muncul di wajahnya, meski jelas ada kecurigaan di baliknya. "Kau tahu, Zhang, kau sangat jarang mengajakku makan malam seperti ini," katanya dengan nada pelan namun tajam. "Biasanya kau yang menolak kalau aku yang mengajak."
Ssst... Suara napas Zhang terdengar, dia menghentikan gerakannya sejenak. Di dalam hati, dia sudah memprediksi pertanyaan ini akan muncul. Angelina mencondongkan tubuh sedikit ke depan, tatapannya tajam. "Ada apa? Apakah ada masalah denganmu?" lanjutnya, kali ini nadanya lebih menusuk, seolah mencoba menelusuri sesuatu yang lebih dalam.
Zhang berhenti sejenak, meletakkan garpunya di meja dengan perlahan. Ting... Bunyi kecil terdengar saat garpu itu menyentuh piring. Dia menarik napas panjang, huff..., seakan mengumpulkan kekuatan untuk mengatakan sesuatu yang tidak ingin dia ucapkan. "Hari ini ada rapat dengan pemegang saham," katanya pelan, namun suaranya terdengar berat. "Mereka... marah dan kecewa dengan kinerja para artis di label kita."
Angelina terdiam sejenak. Sst... Gerakan tubuhnya terhenti, napasnya tertahan sesaat. Dia menatap Zhang dengan mata yang membesar, terkejut. "Mereka marah?" gumamnya, tak percaya.
Zhang mengangguk, melanjutkan, "Ya. Mereka menuntut perubahan besar. Mereka ingin Heaven Music merekrut Natalia Lee dan band Scarlet Waves."
Angelina langsung menghentikan makannya, matanya menyipit. Dia meraih gelas anggurnya dengan cepat, srek... dan meneguknya dengan kasar. Gluk... gluk... Suara cairan yang diminumnya terdengar jelas di ruangan yang hening itu. Setelah menaruh gelasnya kembali di meja, Angelina menatap Zhang dengan tatapan tajam dan penuh amarah. Klik... Gelas itu diletakkannya dengan bunyi yang lebih keras dari biasanya.
"Natalia dan Scarlet Waves?" tanyanya dengan nada penuh kemarahan, suaranya hampir bergetar. "Kenapa harus mereka? Kenapa tidak kau coba solusi lain?" lanjutnya, suara penuh tuntutan.
Zhang tetap tenang, meskipun dia tahu bahwa percakapan ini akan berubah menjadi konfrontasi. "popularitas mereka terus naik," kata Zhang, menatap Angelina dengan pandangan tegas. "Dia punya penggemar yang banyak, dan wajar saja jika para pemegang saham ingin memanfaatkannya."
Angelina semakin marah. Sst... Napasnya semakin cepat dan terdengar jelas, tangan kirinya mengepal erat di atas meja. "Aku tidak setuju! Aku sudah cukup! Kau tahu itu!" serunya dengan keras, suaranya bergetar karena amarah yang mendidih. "Natalia tidak boleh masuk Heaven Music!"
Zhang menatap Angelina dengan dingin. "Ini bukan tentang apa yang kau inginkan, Angelina," katanya dengan nada tegas. "Ini tentang apa yang Heaven Music butuhkan."
Angelina berdiri dengan kasar, srek... kursinya tergerak ke belakang dengan suara keras. Dia mengepalkan tangannya, giginya terkatup rapat. "Aku tidak akan tinggal diam!" teriaknya, menunjuk ke arah Zhang dengan tatapan penuh amarah. "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Heaven tidak butuh mereka!"
Zhang tidak mengubah ekspresinya. Dia berdiri perlahan, srek... dengan langkah mantap, menatap Angelina dengan pandangan dingin. "Dengar baik-baik, Angelina," katanya pelan, namun setiap kata terasa seperti peringatan tajam. "Apapun yang kau katakan, keputusanku sudah final. Heaven Music butuh perubahan, dan itu artinya kita harus mengambil langkah ini."
Angelina hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Giginya semakin rapat, wajahnya merah karena marah. "Kau... ?" ucapnya dengan nada yang penuh kekecewaan dan amarah. Zhang tidak menjawab langsung. Dia hanya menatap Angelina sejenak sebelum berkata, "Fokus pada karirmu, Angelina. Jangan lakukan membuat masalah. Jika kau bisa menjaga diri dan tidak membuat skandal, Heaven Music tidak akan terkena dampak apa-apa."
Angelina terdiam, wajahnya memerah, kemarahannya hampir tak terkendali. "Jadi sekarang semua ini salahku?!" teriaknya dengan suara yang semakin tinggi, matanya berkilat penuh kemarahan.
Namun, Zhang hanya berbalik dan berjalan menuju pintu. Ssst... srek... Langkahnya terdengar jelas, meninggalkan Angelina yang masih berdiri dengan napas tersengal-sengal. "Zhang!" teriak Angelina, tapi Zhang terus melangkah keluar, meninggalkannya tanpa menoleh.
Saat Zhang keluar dari pintu dan menutupnya, Angelina merasa marah yang tak terkendali lagi. Dengan tangan gemetar, dia meraih gelas anggurnya dan melemparkannya dengan keras ke arah pintu. Crash! Suara pecahan kaca memenuhi ruangan, menghantam pintu dengan keras dan pecah berkeping-keping di lantai.
Angelina berdiri di sana, matanya berkaca-kaca oleh kemarahan dan kekecewaan, napasnya tersengal. Ssst... Hanya keheningan dan suara halus dari pecahan kaca yang tersisa, sementara Zhang telah pergi menjauh, meninggal kan Angelia dalam amarah yang membara.
*****,