Cinta Telah Berpaling

Sekelebat wanita yang hampir mirip dengan perawakan Mona muncul dibenaknya. "Apa jangan-jangan...?" Thalia menutup mulutnya, netranya bergetar.

Kecurigaan adanya hubungan antara Andre dan Mona ketika berkunjung ke kantor sudah Thalia rasakan. Tapi karena kepercayaan Thalia kepada Andre sangat besar, membuat Thalia menepis dugaannya. Apa setelahnya Thalia merasa tenang? Ternyata tidak sama sekali. Ketakutan semakin menguasai diri Thalia tatkala selama sebulan terakhir Andre pulang larut dan kerap mengabaikan panggilannya, begitu juga pesan yang dikirimnya.

"Aku tidak bermaksud membuatmu berpikir buruk tentang suamimu. Jika, kamu merasa ada yang berbeda dengan sikap Andre atau tingkahnya, tidak ada salahnya kamu mencari tau, Thalia."

Kalimat Hana pada saat itu pun terngiang dan yang di ucapkan Hana benar. "Ya, aku harus mencari tau." Thalia pun memantapkan hatinya untuk mencari tau tentang adanya kecurangan yang di lakukan suaminya. Bahkan, tidak ada keraguan dari nada suaranya.

Thalia memasukkan kembali bil ke dalam saku celana Andre. Kemudian, Thalia mengambil pakaiannya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tidak perlu waktu yang lama. Karena ingin mencari jawaban atas kecurigaannya, Thalia pun menyelesaikan ritual mandinya.

"Sudah selesai joggingnya, Mas?" Thalia bertanya, ketika melihat keberadaan Andre di dalam kamar.

"Sudah, Sayang, " Andre melepaskan sportswear sambil memerhatikan pergerakan Thalia. Pria itu menghampiri istrinya yang sudah duduk di depan meja rias. "Sini, Mas bantu keringkan rambutnya."

Tanpa penolakan, Thalia membiarkan Andre melakukan apa yang pria itu lakukan.

Pria itu memosisikan diri di belakang Thalia, ia menarik ke atas resleting dress Thalia, lalu memberikan kecupan di lehernya. "Bukannya ini dress yang Mas belikan tahun lalu saat kamu berulang tahun?"

"Mas mengingatnya?" tanya Thalia datar.

"Of course," Andre tersenyum lebar. Ia melepaskan handuk yang menutupi rambut Thalia. Rambut yang tergerai acak-acakan membuat Andre terpaku. "Istriku sangat cantik." Pujinya.

Thalia tersenyum samar, memandang lekat Andre dari pantulan cermin. Andre selalu terlihat menawan, di tambah lagi dengan kepintarannya memberi perhatian dan pujian, selalu bisa membuat Thalia melayang-layang. Seperti yang dilakukan pria itu saat ini.

Andre mulai mengeringkan rambut Thalia menggunakan handuk. "Mama tadi menghubungi Mas." Andre membuka suara.

"Terus."

"Mama memberi kabar, kalau Mama berangkat dari Malang jam dua, mungkin setengah empat Mama akan sampai."

"Oh, " ujar Thalia singkat, tidak minat bertanya tentang kedatangan mertuanya, tentang makanan apa saja yang harus di masak untuk sang mertua atau lainnya. Tidak seperti biasanya yang sangat antusias untuk menyambut Ibu dari suaminya itu. "Nanti, Mbok Sum aja yang masak ya Mas. Perutku sedang tidak enak." Lanjut Thalia lesu.

"Perut kamu sakit?" Tanya Andre cemas

"Datang bulan." Singkat Thalia membuat Andre mengerti. Pria itu sangat tau, apa yang dirasakan Thalia bila sedang datang bulan. "Sudah Mas. Lebih baik Mas mandi, setelah itu pesan sarapan untuk kita." Thalia mengambil alih handuknya yang ada di tangan Andre. Kemudian menyisir rambutnya.

Bukannya beranjak, Andre malah memeluk Thalia dari belakang. Thalia meletakkan kembali sisirnya di meja rias. "Aku izin ke supermarket dulu ya, Mas. Mau beli pembalut dan obat pereda sakit."

"Biar Mas aja yang ke supermarket. Kamu tunggu disini." Sergah Andre memegang bahu Thalia.

"No.. No.. Aku aja. Mas segeralah mandi, aku akan menyiapkan baju Mas." Sepertinya bujukan Thalia berhasil

"Baiklah, Nyonya Miles." Andre mengecup pipi Thalia, kemudian pria itu berlalu.

Bertepatan pintu kamar mandi yang tertutup, Thalia segera bangun, menyiapkan pakaian Andre lalu meletakkannya di atas tempat tidur.

Kemudian Thalia menyambar tasnya, bergegas keluar dari kamar hotel yang mereka tempati. Thalia memacu langkah dengan cepat, meninggalkan hotel ke supermarket lebih dulu. Setelahnya kembali, ia menghampiri meja resepsionis.

"Selamat pagi, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria memakai stelan jas berdiri yang di belakang meja resepsionis dengan sangat ramah.

"Pagi juga. Begini, saya tidak sengaja bertemu dengan teman lama saya disini. Apa anda bisa membantu saya?"

"Bantuan apa, nyonya?"

"Nama teman saya, Monalisa Laurent. Bisakah anda memberitahu di kamar berapa ia menginap? aku ingin menemuinya."

"Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa memberitahu karena ini sudah masuk privasi tamu di hotel kami."

"Tolonglah, aku mohon. Aku harus memastikan sesuatu." Thalia menatap pria itu penuh permohonan.

Pria itu terdiam, hatinya melunak. Menduga jika wanita yang ada di depannya sedang menghadapi situasi sulit. "Monalisa Laurent, tunggu sebentar." Pria itu mencari data pada layar komputernya. "Kamar nomor 210, reservasi atas nama Andre Miles."

Andre Miles..

Bak disambar petir, informasi tersebut membuat Thalia terkejut. Thalia meremas dadanya, merasakan sakit luar biasa di hatinya. Jadi benar dugaannya, jika Andre memiliki hubungan terlarang dengan Mona. Sejak kapan? Thalia harus mencari tahu lagi, Ia tidak ingin gegabah dengan menuntut penjelasan dari Andre.

"Apa anda baik-baik saja, Nyonya?"

"Ya," Thalia mengangguk, "terimakasih atas informasinya." Thalia berbalik. Dengan lemas, Thalia memaksakan diri untuk melangkah.

🍂🍂🍂

Musik yang diputar Andre mengiringi perjalanan mereka untuk kembali ke Surabaya. Sejak tadi Thalia hanya terdiam, menyandarkan kepalanya di jendela, melihat luar dengan pandangan kosong.

Andre yang duduk di belakang kemudi melirik Thalia. "Ada apa, Sayang? ada yang kamu pikirkan?"

Sentuhan tangan Andre, membuat Thalia tersentak. "Tidak ada apa-apa, Mas. Perutku masih terasa nyeri."

"Sampai rumah, nanti Mas kompres ya biar sakitnya mereda."

"Iya, Mas."

"Sepertinya setiap dua minggu sekali, kita perlu jalan-jalan, berdua."

Thalia mengangguk samar. "Ya, Mas. Mungkin lain kali kita bisa mengajak Mbok Sum, Pak Rahmat, dan Tita." Sindir Thalia.

Andre tergelak. "Kamu ada-ada aja. Kalau ramai-ramai, bukan bulan madu namanya, sayang. Tapi, wisata bersama."

"Lalu, bagaimana jika seorang sekretaris ikut pergi bersama kita? apa bisa disebut wisata bersama, atau justru berbulan madu bersama?"

"Apa yang kamu katakan, Sayang?"

"Kenapa Mas balik bertanya jika Mas sudah tau jawabannya?! Mas membawa wanita itu kan? apa Mas tidur dengannya juga?!" tuntut Thalia.

"Hei, Sayang." Suara Andre membuyarkan lamunan Thalia. "Kenapa jadi melamun?"

Thalia mengerjapkan matanya. "Aku mengantuk, Mas. Aku tidur dulu ya." Tidak menunggu respon Andre, Thalia menyandarkan lagi kepalanya di jendela.

Menyembunyikan wajahnya. Thalia pun menangis dalam diam.