Setelah kematian Panca, kekasihnya tujuh tahun yang lalu. Andara mencoba menyibukkan diri untuk karirnya. Tidak ada ketertarikan untuk mengenal cinta.
Andara gadis muda yang cantik dan energik, dia berhasil menempati posisi manajer di sebuah perusahaan fashion. Usianya sudah memasuki 27 seharusnya memikirkan pernikahan. Akan tetapi belum ada lelaki yang bisa masuk ke hatinya.
Butuh waktu bagi Dara untuk membuka hati pada pria lain. Entahlah, ada magnet tersendiri membuat dia malas memikirkan pasangan.
Ervan Prasetya, pria matang yang punya jabatan bagus di perusahaan tempat kerja Andara. Mereka di pertemukan dalam sebuah kerja sama tim. bagaimana Tom dan Jerry mereka selalu bertengkar.
Tapi ternyata itu yang membuat Ervan makin penasaran dengan Dara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa ekprisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10
Dara duduk di depan laptopnya. Berkutat kembali pada rutinitas pekerjaannya. Matanya melirik jendela kaca, langit sudah menangis. Awan pun tampak sudah menghitam. Padahal ini masih jam 11 siang, tapi sudah berasa jam enam sore. Dara melirik ke kiri dan kanan. Hanya ada dia, Dahlia dan James. Selebihnya sudah tidak ada siapa-siapa lagi.
Kemenangan atas prestasinya beberapa hari yang lalu membuat dia naik jabatan. Dari tadi nya divisi desain kini duduk di kursi manajer. Dan parahnya dia satu ruangan dengan Ervan.
Jujur dia malas berurusan dengan Ervan. Sikapnya yang rada arogan, suka kasih tugas di luar nalar. Gadis itu pun menutup laptopnya, lalu membuka bekal makanan yang dia bawa dari rumah.
Dia beranjak dari meja kerjanya. Jam setengah satu akan ada meeting tim. Dara mempersiapkan file yang akan di persentasikan dalam meeting.
"Bahannya sudah siap, Dara?" cewek berusia 27 tahun itu sibuk sekali mempersiapkan laporan yang akan mereka diskusikan bersama tim finance. Setiap karyawan diminta menyiapkan file presentasi untuk dibawakan hari ini didepan bos.
"Sudah, Pak. Saya siap presentasikan." jawab Dara.
"Biar saya yang mempelajari presentasi nya. Karena ada beberapa klien yang akan datang." kata Ervan sambil berlalu dari hadapan Dara.
Rencana mereka akan meluncurkan desain baru. Tema desain mereka adalah Nusantara. Di mana produk yang akan menggunakan motif rafflesia."
"Tim kami berencana rapat kerja kelompok, dan salah satu eksekutif puncak perusahaan mengatakan kepada saya ia ingin hadir.
Tapi, jika saya memberitahu anggota tim lain terlebih dahulu bahwa dia datang, mereka akan mempersiapkan presentasi yang rumit dan membuat berbagai kehebohan, mengundang bos mereka sendiri dan akibatnya tidak akan ada pekerjaan yang penting dilakukan selama sesi."
"Raflesia jarang sekali di jadikan desain di kancah internasional. Biasanya orang menggunakan batik Bali, batik Jawa atau tenun songket dari daerah lain. Tapi untuk ini saya akan bantu UMKM untuk go internasional batik besurek." jelas Ervan.
Dara menyimak Ervan menjelaskan tentang visi dalam rapat tadi. Kalau di lihat Ervan memang tampan, bahkan lebih tampan dari mendiang kekasihnya, Panca Buana Laksono. Tapi yang buat dia jatuh cinta sama Panca sikap dewasanya.
"Kalau begitu kenapa kita malah mengadakan acara di Bali? Bukan di kota bunga Raflesia." tanya Dara.
"Kalau di Bali kan acara peluncuran cabang nona, Dara. Tidak ada hubungannya sama program kita. Kamu harusnya bisa bedakan mana peluncuran cabang dengan desain baru ini. Bagaimana kamu ini sebagai manajer memberi pertanyaan seperti anak SD!" kata Ervan.
Dara menatap Ervan tajam. Bisa-bisanya pria itu malah mempermalukan dirinya di depan karyawan dan klien yang lain.
"Sabar, Dara. Sabar! Kamu tahu kan dia masih anak baru." batin Dara.
"Walaupun jabatan dia bos baru. Tapi kamu yang lebih dulu kerja di perusahaan ini. Dia mah anak kemarin sore." batin Dara.
"Maaf, Pak." ucap Dara lirih.
Rapat akhirnya berlangsung lancar. Dara memilih kembali ke tempat kerjanya. Tangan seperti ada yang menahan. Seorang pria yang menatap dirinya seperti hendak menggoda.
"Nona, kamu ada waktu?" tanya pria berjas hitam itu.
"Maaf, Pak. Saya masih ada yang harus di kerjakan." elak Dara.
"Iya, saya tahu. Tapi saya akan bilang ke bos kamu untuk izin dinner sama saya. Bisa kan?" pria itu mengedipkan mata.
"Saya akan mempertimbangkan kerjasama perusahaan ini, asal kamu mau jalan bareng saya. Ayolah kamu tidak usah jual mahal." Pria itu terus memaksa Andara.
"Saya juga tidak akan mau kerjasama dengan anda pak Anton." suara bariton muncul di tengah mereka.
"Saya putuskan membatalkan kerjasama dengan perusahaan anda, pria yang suka menggoda perempuan. Padahal anda sudah punya istri." suara itu makin meninggi.
Pria itu adalah Ervan. Tentu baginya semua yang terjadi di kantor adalah tanggung jawabnya. Termasuk kejadian barusan. Sejak awal Ervan memperhatikan cara tatap Anton pada Dara. Bukan soal cemburu, melainkan attitude Anton yang kurang sopan.
Anton meninggalkan ruang meeting dengan wajah kesalnya. Dara hanya bisa mengelus dadanya. Dia selamat dari pria buaya darat.
"Terimakasih, Pak." ucap Dara.
"Itu tugas saya sebagai atasan. Kamu jangan mikir yang aneh-aneh." Ervan melengos dari hadapan Dara.
"Orang cuma bilang terimakasih di bilang mikir aneh-aneh."umpat Dara. "Dia yang aneh!"
Dara kembali ke meja kerjanya. Pikirannya mengingat pembicaraan Rebecca beberapa hari yang lalu. Di mana wanita itu mengenal Veronica yang di yakini nya sebagai ibunya Kinara. Dara memijit kepalanya, dia malas berurusan dengan Kinara. Tapi sungguh dia penasaran tentang pemilik jantung di tubuh Ervan.
"Jika memang kamu masih hidup atau sudah meninggal dunia. Di mana kamu sekarang kak? kenapa ajak aku petak umpet seperti ini. Oke, kalau kak Panca tidak mau melanjutkan hubungan kita tidak masalah. Tapi kasihan om Panji, dia masih berusaha mencari keberadaan anaknya walaupun hanya tinggal jasad. Apa kamu tidak kasihan sama papamu." Dara berbicara dengan photo Panca di handphonenya.
"Kak, datanglah walaupun hanya dalam mimpi. Kasih petunjuk keberadaan mu." kata Dara.
Langit mulai gelap. Dara pun menyelesaikan pekerjaannya dan akan pulang. Dia sudah berada di lantai dasar, mengeluarkan mobilnya.
"Ayo pulang, tadi mama kirim pesan suruh kamu datang ke rumah." Dara kaget tangannya di tarik paksa oleh Ervan.
"Ibu Rebecca? Masa sih, emangnya ada apa?" tanya Dara.
"Ya mana saya tahu. Sudah kamu ikut saja." Ervan menarik Dara membuat gadis itu terjatuh dalam pelukan Ervan.
Ya ampun jantungku sepertinya kumat lagi. Rasanya sesak sekali.
Dara langsung melepaskan diri. Ervan merasa aneh jantungnya berdetak kencang. Kini malah kembali normal.
"Saya bawa mobil. Jadi biar saya berangkat sendiri." Dara langsung memasuki mobilnya.
Dara mengendarai mobilnya meninggalkan area kantor. Ketika dalam perjalanan dia melintasi lokasi tempat Panca kecelakaan. Dia menghentikan mobilnya berdiri didekat trotoar jalan.
Dari jauh tampak Ervan yang mengikuti kemana gadis itu pergi. Dia memilih memperhatikan dari dalam mobil. Suara klakson mobil dari arah lain pun tak membuat Dara bergeming.
"Dasar, cewek gila apa dia mau mati menyusul pacarnya!"
Ervan langsung keluar dari mobil menarik Dara meninggalkan tempat itu. Dara baru menyadari kalau Ervan membawanya masuk ke dalam mobil. Tatapan pria itu seperti menahan amarah. Dia melepaskan tangannya dari Revan dengan kasar.
"Kamu ngikutin saya, Hah! Ngapain!" Dara melipatkan tangannya di atas dada.
"Saya mengikuti kamu? jangan ge-er! Saya kebetulan lewat dan melihat mobil itu mengklakson kamu. Kalau bunuh diri jangan di sini!"
Dara membulatkan matanya. Siapa juga yang mau bunuh diri, dia juga kebetulan lewat dan berdoa di tempat kejadian.
"Enak saja, saya nggak mau bunuh diri! Tapi saya mau mencari tahu titik terang kematian Kak Panca." kata Dara tidak mau kalah.
yuk mampir sudah up
apa salah nya di coba dulu.
kebanyakan readers juga gak suka klo alurnya muter2 dan bertele tele thor🙏🏻
semangat yaaa 🥰🥰