Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengikhlaskan
Laju Mobil Mutia membelah jalan dengan kecepatan sedang, di dalam hatinya bersenandung istighfar berkali-kali. Sesak di dadanya terasa penuh dengan memori terakhir pertemuannya bersama Haris di kantor tadi.
Di sisinya nampak Oma Nani yang masih tersedu-sedu menangisi ketidak beradabnya Haris dan Kiara tadi. Sesak dadanya saat melihat anaknya semakin tua bukannya semakin dewasa justru semakin menjadi.
"Ya Allah... Astaghfirullah... Benar-benar sakit dan sesak rasanya... Gusti.... Maafkan hamba-Mu yang tidak bisa mendidik anak hamba itu dengan baik..." Batin Oma Nani dalam tagisnya.
Lalu Oma Nani menoleh pada wajah menatuanya yang nampak berat membawa semua beban dan rasa yang Dia tanggung sendirian, betapa egoisnya dirinya saat ini bila memaksa menantunya itu bertahan di posisinya sebagai istri yang tidak di hargai sama sekali. Rumah tangga yang menghadirkan rasa sakit terus menerus terhadap Mutia menantunya.
"Ya Allah... Maafin Mama ya Sayang... Maafin Mama yang begitu egois... Maafkan Mama yang sudah memaksa dirimu untuk bertahan di sisi Haris selama ini..." Kata Oma Nani.
Mutia menoleh lalu tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, jujur saat ini lidahnya terasa terasa kelu untuk berbicara. Dadanya terasa penuh dengan sesak, sehingga hanya istighfar yang selalu Dia gaungkan di hatinya.
"Gusti... Mama aja segini sedih dan kecewanya... Mama aja rasanya muak sama Haris... Bagaimana dirimu Nak... Maafin Mama... Maafin banyak-banyak ya nak... " Oma Nani makin tersedu-sedu sembari memukul dadanya yang terasa sesak.
Mutia masih setia dengan diamnya, matanya fokus menyetir, lalu membelokan ke arah restoran. Waktu penerbangan Oma Nani masih ada 2 jam lagi, masih ada waktu untuk makan siang, lagi pula kondisi Oma Nani saat ini belum begitu stabil untuk melakukan perjalanan.
Mobil sudah mulai dekat dengan area Restoran Mutia, dia pun masuk ke area Restorannya lalu memasuki area Parkir yang tersedia. Mutia mengajak Oma Nani untuk turun, namun Oma Nani menolak dengan alasan tidak nafsu makan.
"Turun Yuk Ma..., kita makan siang dulu masih ada waktukan..."Kata Mutia sembari turun lalu membukakan pintu untuk Oma Naninya.
"Tidak Nak... Mama tidak lapar... Mama tidak berselera makan..." Kata Oma Nani sambil menggelengkan kepalanya wajahnya amat sendu dan sedih sekali.
"Mama Nanti sakit loh..." Bujuk Mutia, namun Oma Nani masih menggelengkan kepalanya saja sambil terisak-isak.
Mutia Pun naik kembali dan duduk di sisi Oma Nani, lalu menggenggam tangan Oma Nani dengan wajah penuh berharap agar Oma mau turun untuk makan, namun Oma Nani tetap setia dengan tangisannya.
"Ma... Senang... Marah... Sedih... Kecewa... Mutia sudah melalui itu semua..." Kata Mutia pada Oma Nani.
" Senang... Dulu hidup Mutia begitu terasa amat sempurna dan bahagia, bagaimana dulu tidak senang... Tapi itu dulu..." Kata Mutia lagi.
"Marah... Apakah Mutia marah??? Ya Mutia amat merasa marah waktu itu saat Mutia tau Mas Haris berkhianat..." Lanjut Mutia.
"Sedih... Sedih Kan Mutia??? Sedih Ma... Amat sangat sedih sampai rasanya seluruh tubuh ini terasa sesak saat bernafas... Air mata kesedihan ini pun mungkin sudah hampir kering, karena mengalir terus menerus..."Lanjut Mutia lagi.
"Kecewa... Apakah kecewa terhadap Mas Haris??? Sangat sangat sekali Ma... Kecewanya sampai menyalahkan diri Mas Haris, diri sendiri dan nyaris pada takdir hidup Mutia..." Kata Mutia sedikit berembun karena menahan sesak di dadanya.
"Lantas... Setelah semua rasa tadi... Yang ada Mutia makin terpuruk... Bahkan jika Mama tau... Luka yang belum benar-benar kering kini berdarah lagi..."Mutia akhirnya menumpahkan air di sudut matanya.
"Tapi Ma... Sedih... Kecewa... Marah... Itu semua juga butuh tenaga kan... Jadi Ayuk makan... Setidaknya perut ini terisi hingga bertenaga saat merasakan rasa yang luar biasa sakit ini..." Kata Mutia.
Oma Nani semakin merasa bersalah pada Mutia akhirnya pun mau turun dan mengikuti Mutia dari belakang, lalu memasuki Private Room yang sudah di sediakan karyawan Mutia.
Hening.
Lidah dan mulut memaksa diri untuk menerima makanan yang ada , padahal semua menu favoritnya, namun karena rasa yang di rasa semua terasa hambar di lidahnya, hingga tak terasa piringnya sudah bersih oleh Oma Nani dan Mutia.
Oma Nani meminum minumannya, lalu memandang Mutia yang ternyata juga sudah selesai makannya, Oma Nani mengambil tangan Mutia lalu menggenggamnya.
"Nak... Mama ikhlas kamu melepaskan Harus..." Ujar Oma Nani sendu.
Mutia terkejut dengan perubahan sikap Oma Nani yang tadi pagi memohon-mohon untuk dirinya bertahan, namun siang ini dirinya justru bilang ikhlas jika Mutia mau melepaskan Haris.
"Mama Malu... Mama Juga kasian pada dirimu jika bertahan... Maafin Mama ya nak... Sudah sempat memaksa dirimu berada di posisi yang sulit... Jujur jika itu Mama, Mama juga tidak akan sanggup. Apa lagi tadi kamu sudah melihat kelakuan Haris yang memalukan... Tentu Mama tidak rela jika Kamu melihat setiap harinya, dan terluka setiap harinya."Kata Oma Nani lagi.
"Kamu pantas mendapatkan yang beribu-ribu kali lipat di bandingkan anak Mama yang kurang ajar itu... Aku heran kenapa bisa dia membuang mutiara sempurna seperti dirimu dan memilih batu kotor di jalanan..." Kata Oma Nani lagi masih dengan memegang tangan Mutia.
"Jadi... Mama ikhlas kamu jika sudah lelah, dan ingin berpisah... Asal kamu masih tetap menganggap Mama seperti Orang tuamu sendiri sayang..." Kata Oma Nani membuat Mutia terharu lalu menghambur memeluk Oma Nani dengan perasaan sendu dan bahagia memiliki Mertua yang begitu pengertian.
"Makasih Ma... Makasih karena Mama sudah baik sekali dan mengerti kondisi Mutia... Sampai kapan pun Mama selalu Mutia anggap Mama Mutia sendiri..." Kata Mutia sambil memeluk Oma Nani.
****
Yuk dukung Mutia biar makin kuat... 🤗
Kasih bunga dong...🌷🌷🌷
Kasih Like, komentar vote nya juga...😍
Favorit bagi yang belum😭
Pokoknya terima kasih semua buat pembaca....
Sedih kemarin udah bikin naskah sampai selesai Hpnya ngeheng... Darf ilang... Nulis ulang lagi padahal tinggal update...😭😭😭
Maaf ya...
memang benar kita akan merasakan sakitnya dan kehilangan ketika semua sdh pergi.
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰