NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 Adil Untuk Delima

Delima berdiri cukup lama di depan cermin, ia menatap dirinya yang sudah cantik. Siang ini Adil memintanya ke kantor membawakan dokumen yang ketinggalan di meja kerja. Sekalian wanita itu diminta membuatkan makan siang untuk Adil.

Ia datang ke kantor sebagai pekerja di rumah Adil. Maka ia memakai seragam. Malu, untuk apa? Karena itu pekerjaannya.

Wajah cantik Delima mencuri perhatian sebagian orang yang bekerja di kantor Adil. Mereka tidak menghiraukan pakaian Delima. Ada juga yang sudah mengetahui kalau itu seragam yang bekerja di rumah bos besar mereka.

"Hai...kamu yang cantik" goda seseorang saat Delima melintasinya.

Delima hanya tersenyum ramah, tanpa ada maksud untuk menggoda balik.

"Cantik, mau kemana? Bawa makan buat siapa? Meja kerja aku di sini." Ada lagi yang menggodanya sambil berdiri dan menujuk meja kerjanya. Delima masih tersenyum untuk menanggapi godaan mereka. Ia tahu kalau itu hanya sebuah candaan, jadi Delima tidak perlu sampai terbawa perasaan. Apalagi merasa dirinya paling cantik.

"Cari siapa cantik? Aku di sini" kata seseorang lagi menggoda Delima yang lagi-lagi hanya dibalas sebuah senyum ramah. %

Dari depan ruangan yang bertuliskan CEO, tatapan mata Adil begitu tajam pada wanita yang sedang berjalan kearahnyanya. Memang tidak salah para pegawainya menggoda Delima, karena paras cantik dan tubuh Delima yang menarik. Pasti tak akan ada yang menyangka kalau Delima seorang janda.

Mereka yang menggoda Delima hanya bisa tertunduk saat melihat bos besar mereka merangkul pundak Delima. Berarti mereka telah mencari mati dengan sikap mereka tadi para Delima.

"Bagaimana ini?" tanya salah satu dari mereka yang menggoda.

"Si bos mah baik, jangan khawatir" ada yang menyahut.

"Mana mau lah wanitanya digoda kaya tadi" sahut yang lainnya. "

Para pegawai lain yang melihat hanya tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Maaf kalau aku enggak sopan dengan merangkul kamu" kata Adil saat mereka sudah duduk berhadapan di ruangan Adil.

Delima tersenyum. "Tidak apa-apa."

"Boleh lagi enggak?."

"Enggak." sahut Delima tegas menolak.

"Iya" Adil memasang wajah cemberut lalu mengambil dokumen yang dibawa Delima.

Lalu menghungi sekretarisnya untuk menyerahkan dokumen tersebut pada orang yang nanti akan datang mengambilnya.

Adil dan Delima makan bersama. Sudah menjadi kebiasaan, Adil selalu menyuapi Delima tanpa merasa malu. Jutsru ia senang melakukannya.

"Udah disuapi masih aja belepotan makannya" kata Adil dengan tangan terulur hendak membersihkan sisa-sisa bumbu yang tertinggal pada sudut bibir Delima.

Mata Delima tak berkedip kala dengan cepat tangan besar Adil sudah menyentuh sudut bibirnya. Hatinya berdesir halus merasakan sentuhan lembut Adil.

"Apa suka seperti ini kalau kamu makan?" tanya Adil. Soalnya ini yang kesekian kalinya ia melihatnya namun selalu Delima yang segera membersihkannya. Namun kali ini Adil bergerak cepat.

Delima menggeleng dengan perasaan semakin berdesir. Kini ia terbuai merasakan jari Adil yang masih mengelap sudut bibirnya. Napas beraroma mint tercium Delima kala Adil semakin mendekatkan wajahnya.

Pun dengan Adil, yang sebenarnya tidak bisa konsentrasi karena ia terhipnotis dengan bibir merah alami Delima. Bawah alam sadarnya sudah bertindak lebih dari pada apa yang dilakukannya sekarang.

Momen cukup intim itu harus terganggu dengan kedatangan sekretaris Adil yang akan mengambil dokumen karena orang yang akan mengambilnya sudah datang dan harus segera pergi lagi.

"Ups...maaf, Pak Adil. Tadi saya sudah ketuk pintu namun tak ada jawaban. Saya kira tidak ada orang" si sekretaris terpaku di tempatnya. Merasa sangat malu memergoki bos besarnya yang sedang dalam jarak yang sangat dekat.

Begitu juga dengan Adil dan Delima. Keduanya mengambil jarak aman untuk mata dan hati mereka serta orang lain. Terlebih Adil bangkit lalu merapikan jasnya, mengambil dokumen lalu memberikannya pada sekretarisnya tanpa bicara sepatah kata.

Sang sekretaris langsung pergi setelah dokumen di tangan, wajahnya terasa begitu merah. Karena ia juga pertama kali melihat bos besar dekat dengan wanita.

"Ini sudah sore dan saya harus pulang" kata Delima setelah menyusun lagi tempat makan. Ia tak berani menatap mata Adil yang terus memperhatikannya.

"Kita pulang bersama, Delima." Sahut Adil tegas. Pria itu mengambil posisi duduk di kursi kebesarannya.

"Tapi nanti, mungkin setengah jam lagi. Aku harus memeriksa beberapa berkas lalu menandatanganinya. Kamu duduk lagi aja di situ." Sambung Adil kembali mempersilakan Delima menunggunya di sofa.

Delima mengangguk lalu menempelkan lagi bokongnya pada sofa. Ia menatap kesembarang arah, karena merasa tak tahu harus melakukan apa dengan tatapan Adil yang masih tertuju padanya. Adil tersenyum puas, begitu senang dengan sikap malu-malu Delima. Ia semakin yakin perasaan Delima akan secepatnya tumbuh untuknya.

Setengah jam telah berlalu, Adil kini menepati janjinya. Mereka pulang bersama, para pegawai yang tadi menggodanya sudah tidak ada, mereka semua telah pulang. Adil mengendarai mobilnya dengan kecepatan paling rendah, karena cukup macet jalanan sore itu. Semoga saja tidak sampai terjebak macet. Bisa-bisa jam sepuluh mereka baru sampai di rumah.

Di tengah kemacetan, handphonenya Adil berbunyi. Pria itu langsung melihatnya dan sambil tersenyum segera menjawab panggilan tersebut.

"Iya Om, ada apa?."

"Kata Papa kamu akan segera menikah."

Adil tersenyum sambil menatap Delima yang hanya diam dengan tangan yang saling meremas.

"Iya, Om. Mohon do'anya."

"Pasti itu, Dil. Oh iya, ngomong-ngomong bisa kamu bantu Om ke Bandung?."

"Ada apa, Om?."

"Om sama Om David harus ke luar negri. Ngurus perusahaan Papa kamu yang ada di Australia. Jadi tolong kamu handle dulu yang di Bandung. Tidak lama Dil, hanya seminggu."

"Oh gitu, Om. Itu ke Australia memang harus pergi berdua dua ya? Enggak bisa salah satu."

"Iya, harus berdua, Dil. Om tidak bisa maksimal kalau sendiri."

"Coba nanti aku bicara lagi sama Papa, Om. Sama lihat jadwal kerja aku."

"Ok, Dil."

"Iya, Om."

Adil menutup sambungan teleponnya lebih dulu. Tanpa terasa ia sudah mau sampai.

"Nanti kalau aku jadi ke Bandung, kamu bisa 'kan temani aku?." Tanya Adil saat mereka memasuki rumah.

"Nyonya bagaimana?" tanya balik Delima.

"Kita bawa juga, sekalian nenek jalan-jalan." Sahut Adil mendaratkan bokongnya di sofa tengah.

"Iya" balas Delima mengiyakan ajakan Adil. Adil pun tersenyum lalu bangkit dan mereka melanjutkan langkah kaki mereka menuju kamar masing-masing.

Delima tidak keluar kamar lagi setelah selesai mengurus Nyonya besar. Pikirannya terus saja berkelana mengingat kota Bandung. Walau tak tahu persis Adil akan membawanya ke mana, namun di kota itu hampir disetiap tempat memiliki cerita indah bersama Azka.

"Mas, sampai kapan pun aku tidak akan mengkhianati kamu. Apa yang aku lakukan pada Tuan Adil semata hanya karena ingin tahu dan ingin menemukan kebenaran yang tersembunyi. Aku akan buktikan kalau kamu meninggal bukan karena bunuh diri tapi kecelakaan."

Entah kenapa Delima tak pernah menerima dengan image yang melekat pada kematian Azka. Ia harus membersihkan nama baik suaminya. Semakin malam mata Delima semakin terpejam, rasa kantuk akhirnya menyerah juga hingga ia bisa tidur dengan nyenyak.

Delima sudah berkemas saat Adil memberitahunya kalau nanti sore akan berangkat ke Bandung setelah satu minggu Adil memikirkannya. Nenek juga sudah siap dan Sopian sudah membantunya sampai mobil. Barang keperluan Adil, Delima dan nenek juga sudah masuk ke mobil.

"Perusahaan kamu di sini bagaimana?" tanya nenek saat mereka sudah dalam perjalanan.

"Ada Papa yang bisa memantaunya, Nek."

"Katanya Papa juga mau menyusul kamu ke Bandung, sekalian menemani calon menantunya." Nenek melirik sekilas ke belakang di mana Delima berada saat ini.

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!