NovelToon NovelToon
AZKAN THE GUARDIAN

AZKAN THE GUARDIAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Reinkarnasi / Cinta Terlarang / Kehidupan alternatif / Kontras Takdir
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: BERNADETH SIA

Tujuh ratus tahun telah berlalu, sejak Azkan ditugaskan menjaga Pulau Asa, tempat jiwa-jiwa yang menyerah pada hidup, diberi kesempatan kedua. Sesuai titah Sang Dewa, akan datang seorang 'Perempuan 'Pilihan' tiap seratus tahun untuk mendampingi dan membantunya.
'Perempuan Pilihan' ke-8 yang datang, membuat Azkan jatuh cinta untuk pertama kalinya, membuatnya mencintai begitu dalam, lalu mendorongnya masuk kembali ke masa lalu yang belum selesai. Azkan harus menyelesaikan masa lalunya. Namun itu berarti, dia harus melepaskan cinta seumur hidupnya. Bagaimana mungkin dia bisa mencintai seseorang yang di dalam tubuhnya mengalir darah musuhnya? Orang yang menyebabkannya ada di Pulau Asa, terikat dalam tugas dan kehidupan tanpa akhir yang kini ingin sekali dia akhiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BERNADETH SIA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ANGGUKAN KEPALA LAINA

“Selamat datang di rumah, Leo!” Laina seakan melupakan semua yang terjadi sebelumnya. Tentang ayah kandungnya yang ternyata masih hidup dan masih mencarinya, tentang hubungannya dengan Azkan yang sekarang bisa menjadi lebih serius lagi, juga tentang mimpi-mimpinya yang lalu tentang kehidupan masa lalu Azkan. Segala hal yang terjadi sejak dia datang ke Pulau Asa, rasanya tak lagi terlalu berpengaruh, karena ada Leo di hadapannya sekarang. 

Dengan kedua mata bulatnya, Leo mengamati kastil Azkan yang baginya seperti sebuah istana dalam cerita bergambar. Kekaguman memenuhi diri Leo. Sambil menggenggam erat tangan Laina, Leo patuh mengikuti keduanya berjalan menyusuri kastil dari pintu masuk hingga ke lantai tiga, tempat tinggal pribadi Azkan dan Laina. Namun mulai sekarang, sepertinya lantai tiga juga akan menjadi tempat tinggal Leo.

“Aku belum meminta Armana menyiapkan kamar untuk Leo.” Azkan mulai membahas tentang dimana Leo akan tinggal lebih dulu ketika mereka sampai di lorong kamar tidur Azkan dan Laina. 

“Tidak perlu terburu-buru. Leo bisa tidur di kamarku.” Laina menatap Azkan sambil tersenyum riang, membayangkan akan berbagi kamar dengan seorang anak kecil yang menarik hatinya sejak kali pertama. “Leo, kau mau tidur bersamaku kan?” Laina menatap Leo yang menengadah padanya. Jawaban Leo langsung terdengar lantang, “Iya!”

“Lalu bagaimana denganku?” Azkan masih belum bisa menerima situasi hubungan yang baru ini. Dia masih ingin memiliki Laina sepenuhnya seperti sebelumnya. 

“Apa maksudmu?” Laina menatap Azkan dengan polos.

“Apa aku juga boleh tidur di kamarmu?” Azkan bertanya tanpa merasa malu.

“Tentu saja tidak. Kau kan sudah punya kamar sendiri, Az?”

“Tapi kan, kita pasangan. Kita seharusnya tidur sekamar.”

“Tapi kita belum resmi menikah. Jadi, aku masih boleh punya kamar pribadi sendiri.”

Azkan tak bisa menjawab lagi. Dalam hatinya, Azkan bertekad untuk segera mengesahkan pernikahannya dengan Laina. Ah, yang lebih penting lagi, dia harus membuat kamar Leo siap secepatnya supaya anak itu tidak tidur di dalam kamar Laina. Azkan tidak mau kehilangan kesempatan bermesraan dengan Laina karena ada bocah kecil di dalam kamarnya. 

“Tapi, setelah kamar Leo siap, dia harus tidur di kamarnya sendiri.” Azkan menyuarakan keinginannya. 

“Jangan terburu-buru, Az. Leo masih kecil. Dia butuh waktu untuk terbiasa dengan tempat tinggal barunya. Untuk tidur sendirian di kamarnya, dia juga butuh waktu untuk beradaptasi.” Laina enggan melepaskan Leo sendirian. Dia ingin sesering mungkin bersama dengannya. 

“Sayang, lalu bagaimana denganku?” akhirnya Azkan merajuk secara terang-terangan.

“Aku kan juga ingin bersamamu. Aku juga ingin menghabiskan waktu bersmamau. Aku juga suka tinggal bersama di kamarmu.” Laina tertawa mendengar ocehan tak masuk akal dari Azkan. 

“Az, kau lupa, kalau sekarang ini, kau sudah dipanggil papa oleh Leo?” Laina tak percaya kalau Azkan merasa tersaingi oleh seorang anak kecil.

“Memang. Tapi kan kau adalah kekasihku.” Azkan meraih pinggang Laina mendekat ke tubuhnya. 

“Az!” Laina merasa tidak baik menunjukkan kemesraan pasangan dewasa di depan anak kecil. 

“Kenapa?” Azkan malah berusaha mencium Laina yang sibuk menghindarinya.

“Leo melihat kita. Dia masih kecil. Bukankah seharusnya kita bersikap lebih bijaksana di depannya?” Laina tak bisa melepaskan diri dari pelukan Azkan. 

“Justru seorang anak harus melihat kalau orangtuanya saling mencintai. Itu hal yang baik untuk kesehatan psikologisnya.” Azkan mendaratkan ciuman di pipi Laina yang wajahnya memerah, membayangkan apa pendapat Leo ketika melihat kejadian ini.

“Lagipula,” bisik Azkan. “Sepertinya Leo mendukung kita untuk menunjukkan sikap saling mencintai dengan jujur.” Azkan mengedipkan mata pada Leo yang menutupi wajahnya dengan jemari tapi membiarkan kedua matanya tetap tak terhalang sehingga bisa melihat Azkan dan Laina yang sedang bermesraan. Ketika Laina menoleh menatap Leo, dia bisa melihat cengiran bahagia dibalik wajah yang ditutupi tangan dengan setengah hati. 

“Mama dan papa saling mencintai!” kalimat itu terucap diselingi tawa kecil Leo yang meloncat-loncat kecil. 

“Lihat, benar kan? Menunjukkan kasih sayang di depan anak, adalah hal yang baik.” kali ini Azkan mendaratkan ciumannya tepat di bibir Laina. 

“Tetap saja harus ada batasannya. Tidak boleh berlebihan. Dia masih kecil dan banyak hal yang belum dia mengerti. Kita harus membimbingnya bukan memberi contoh yang tidak baik.”

“Apa salahnya kalau mengajarinya tentang bagaimana caranya seorang pria menunjukkan cinta pada pasangannya?” Azkan semakin menggoda Laina. Salah satu tangannya yang tidak menahan pinggang Laina, menelusuri tubuh Laina dengan nakal. 

“Azkan!” Laina memukul dada Azkan, menghentikan tangan Azkan dan membuatnya tergelak. 

“Aku tahu batasanku, Lai. Tapi aku tidak mau kalau kau sampai tidak menghiraukanku karena lebih memperhatikan Leo.”

“Tidak akan. Aku kan hanya mencintai satu pria, dan itu adalah kau, Az. Leo, memiliki kasih sayangku dengan cara yang berbeda. Entah kenapa, sejak pertama kali melihatnya, aku langsung menyayanginya. Aku ingin melindunginya. Aku ingin membuatnya bahagia. Ini perasaan yang tidak bisa kukendalikan.”

“Iya, aku mengerti. Makanya aku mendukungmu untuk bisa mengasuh Leo. Aku juga menyayanginya.”

“Terima kasih, Az.” dengan lembut, Laina meraih wajah Azkan, lalu mencium bibirnya. “Aku merasa sangat beruntung karena bisa bertemu denganmu.”

“Aku juga. Rasanya ratusan tahun yang berlalu, tidak ada apa-apanya.”

“Kalau begitu, sekarang, kita harus mulai menjalankan peran kita sebagai orangtua. Pertama, kita harus membawa Leo ke kamarku untuk beristirahat.” Laina berhasil melepaskan diri dari pelukan Azkan yang masih enggan melepasnya.

“Ayo, Leo. Kau bisa beristirahat dulu sampai makan malam siap.” Laina menggandeng Leo masuk ke dalam kamarnya. Azkan mengikuti mereka dari belakang. 

“Wah!” Leo berseru penuh semangat ketika dia melihat pemandangan indah di balik dinding kaca kamar Laina. Segala hal yang dia lihat sejak berada di tempat ini, seperti mimpi. Hal-hal yang dia tahu lewat buku cerita bergambar dan kadang tampilan di layar-layar yang tak sengaja dia lihat, sekarang menjadi kenyataan di hadapannya. Leo seperti berada di dalam mimpi tapi rasanya terlalu nyata untuk dianggap mimpi. Dirinya yang masih kecil, tak tahu dengan pasti tempat seperti apa ini. Kenapa dia bisa ada di sini. Lalu kehidupan seperti apa yang menantinya. Tapi dia bisa merasakan, kalau sekarang, hidupnya berbeda. Dia tidak lagi merasa takut dan sakit. Rasanya, menyenangkan!

Pintu kamar Laina diketuk pelan. Di baliknya, berdiri Raimond, sang wakil jenderal, dengan dua tas besar berisi mainan untuk anak-anak seusia Leo. 

“Terima kasih, Ray.” Azkan menerima mainan-mainan itu dan meletakkannya di atas lantai kamar Laina. 

“Katakan padaku kalau ada hal lain yang masih dibutuhkan. Aku tahu banyak hal yang mungkin akan disenangi Leo.” Raymond dengan bangga menunjukkan pengetahuannya dalam mengasuh anak-anak karena dia adalah salah satu orang yang rutin datang ke panti asuhan untuk mengajari anak-anak di sana berbagai macam hal. 

“Terima kasih, aku  akan menghubungimu lagi nanti.” Azkan mengusirnya dengan halus. Ada alasan khusus dibalik mainan-mainan yang dia minta ini. Azkan ingin membuat Leo sibuk dengan mainannya supaya dia bisa memiliki Laina secara privat untuk beberapa waktu. 

“Wah! Ada banyak sekali, mainan untukmu, Leo!” Laina membuka salah satu tas dan Leo bersorak kegirangan melihat banyaknya lego di dalamnya. Benar saja, seperti dugaan Azkan, Leo segera larut dalam dunianya sendiri bersama mainan-mainan itu. 

“Leo, maukah kau bermain sendiri di sini?” Azkan bertanya dengan lembut. Dia bukan sepenuhnya ingin menyingkirkan Leo dari sisi Laina. Hatinya pun menghangat ketika melihat senyuman Leo. Tapi, sebagai kekasih yang baru saja bertengkar dan berbaikan, Azkan masih membutuhkan waktu untuk melepaskan rindu dan meluapkan perasaannya dengan bebas. 

“Iya!” Leo menganggukkan kepala penuh semangat sambil menatap Azkan. 

“Anak pintar. Kalau ada apa-apa, kau bisa berteriak memanggil papa. Jadi, papa dan mama akan bicara sebentar di kamar seberang ya.” Laina menatap keduanya yang sedang berbincang layaknya ayah dan anak yang sesungguhnya. 

“Iya!” suara Leo terdengar yakin. 

Azkan yang sudah mendapat persetujuan Leo, segera meraih tangan Laina, membawanya masuk ke dalam kamarnya.

“Apa yang mau kau bicarakan, Az?”

Pertanyaan Laina dijawab dengan sebuah ciuman panjang oleh Azkan.

“Aku sangat merindukanmu, sayang.” Azkan mengecup leher Laina di berbagai tempat yang berbeda. 

“Aku tidak suka bertengkar denganmu. Aku tidak suka membuatmu marah padaku.” Azkan kembali mencium bibir Laina. 

“Aku sangat mencintaimu, Lai.” Azkan mengangkat tubuh Laina, menyilangkan kedua kakinya di pinggangnya, lalu sambil berjalan ke arah tempat tidurnya, dia memberikan ciuman yang lebih dalam.

“Az, …” Laina tak bisa berkata-kata. Tubuhnya tak bisa lagi dia kendalikan. 

“Mulai sekarang, kita jangan lagi bertengkar lebih dari sehari ya. Apapun masalah diantara kita, ayo kita selesaikan sebelum hari berakhir.” Azkan meletakkan tubuh Laina dengan lembut di atas tempat tidurnya. Aroma tubuh Azkan memenuhi udara di sekitar Laina. Sambil menatap Azkan penuh cinta, Laina menganggukkan kepalanya. 

“Aku juga tidak suka kalau bertengkar denganmu.” ujarnya lirih.

Azkan menelusuri sisi wajah Laina dengan jemarinya, membuat Laina memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut Azkan yang terus bergerak dari sisi wajahnya, lehernya, pundaknya, lalu ke setiap lekukan tubuhnya, dan ketika tangan Azkan berhenti di bagian terbawah perutnya, Laina tercekat. Kedua matanya terbuka dan langsung bertatapan dengan Azkan yang membuatnya tenggelam dalam tatapannya.

“Lai,” Azkan mendekatkan wajahnya, hingga hidung mereka bersentuhan. “Aku benar-benar mencintaimu.” sekali lagi, Azkan mencium bibir Laina, “Aku tergila-gila padamu.” lalu Azkan melanjutkan ciumannya hingga rasanya, mereka tak lagi terhubung dengan dunia di sekitar mereka. 

Ketika intensitas ciuman mereka mereda, suara Laina terdengar lirih, “Aku juga mencintaimu, Az. Sangat.” desahan nafas di sela pengakuan cinta Laina itu, membuat Azkan tak bisa lagi menahan dirinya. 

“Laina, menikahlah denganku. Kumohon. Jadilah pasanganku secara resmi.” kepala Laina mengangguk pelan. Senyumannya terbentuk. Begitupun dengan Azkan, yang merasakan luapan perasaan bahagia di dalam dirinya. 

“Hai, istriku.” bisik Azkan di telinga Laina. 

1
anggita
like👍☝iklan. moga novelnya lancar jaya
anggita
Azkan..😘 Laina.
SammFlynn
Gak kecewa!
Eirlys
Aku bisa baca terus sampe malem nih, gak bosan sama sekali!
SIA: Terima kasih sudah mau membaca :)
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!