Raisa tidak menyangka jika neraka yang sekarang ia tempati jauh lebih menyeramkan dari neraka sebelumnya.
Ia tahu jika pernikahannya hanyalah sebuah untung rugi. Tapi dia tidak menyangka jika harga dirinya akan terkuras habis dihadapan suaminya.
Bagaimana kehidupan Raisa setelah menikah dengan pria yang sangat berkuasa di negeri ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sheisca_4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Raisa mengerjapkan matanya. Dia melirik ke arah ranjang. Di sana kosong, spreinya juga masih rapih seperti semalam. Tuan muda tidak pulang semalam. Raisa tersenyum kecut, di malam pertamanya dia sudah di tinggalkan.
Dia meregangkan tubuh, mencoba bangkit. Merapikan selimut dan menyimpannya kembali ke tempat semula.
Raisa terkejut saat dia kembali setelah menyimpan selimat sudah ada Busil dan beberapa pelayan wanita lainnya.
"Selamat pagi nona, bagaimana tidurmu nyenyak?"
"Eh pagi, iya berkat Busil aku merasa nyaman di sini. Terima kasih atas kerja kerasnya."
"Tak perlu sungkan. Mari Nona anda harus mandi dulu sebelum turun ke bawah untuk sarapan."
"Tidak perlu Busil, aku sarapan di luar saja, hari ini ada jadwal kuliah."
"Oh begitu? Apa Nona sudah minta izin pada tuan muda."
Minta izin? Haruskah aku minta izin padanya? Dia bilang dia tidak dengan kehidupan pribadiku jadi untuk apa aku harus punya izinnya sedangkan dia saja tidak peduli padaku.
"Saya tidak berkenan anda keluar dari rumah ini jika tidak ada mandat dari tuan muda." Ujar Busil lagi.
"Untuk sekarang mari nona, anda harus mandi dulu. Izinkan pelayan melayani anda." Busil memberikan isyarat pada pelayan untuk mengikuti Raisa.
"Eh tunggu!"
"Kalian mau apa?" Kedua pelayan itu menunduk sungkan.
Busil maju, "mereka yang akan melayani anda mandi Nona."
Melayani mandi? Gila saja aku bukan anak kecil lagi, gila saja.
"Tidak apa-apa Busil, aku bisa sendiri."
"Saya tahu Nona, tapi biarkan mereka menjalankan tugasnya"
Gila kali ya, aku malu.
"Tapi jangan mengintip." Pasrahnya.
Kedua pelayan itu mengangguk sopan, "anda ingin memakai baju apa Nona?" Tanya salah satu pelayan.
"Yang biasa saja, hari ini aku mau ke kampus." Jawabnya lalu setelah itu dia masuk ke dalam kamar mandi satu pelayan tetap mengikuti Raisa.
"Baik, Nona." Pelayan pelayan mengangguk hormat lalu menjalankan tugasnya.
.
.
Setelah mandi Raisa turun ke bawah bersama Busil, meski harus perdebatan panjang Raisa akhirnya memilih untuk mengalah.
Aku belum melihat ibu tuan muda dan ke dua adiknya.
Batin Raisa melihat meja makan yang kosong hanya ada makanan saja.
"Nyonya besar akan sarapan di kamarnya beliau sedang sakit, lalu Nona Monica dia sudah pergi ke kampus dan untuk Tuan kecil dia sedang tidak tinggal di sini." Ujar Busil menjelaskan.
Apa? Aku ngga tanya.
"Untuk sekarang Nona sarapan sendiri dulu. Peraturan di sini harus sarapan di meja makan."
Ribet sekali.
"Tadi Tuan Muda menghubungi saya, belau berkata jika anda cuti kuliah selama satu minggu."
Uhuk uhukkk
"Anda tidak apa-apa Nona?" Busil panik dia memberikan minum pada Raisa yang di terima langsung olehnya.
"Apa? Aku ngga cuti." Ujar Raisa.
Kenapa tuan muda seenaknya. Dia bahkan tidak konfirmasi dulu padaku.
"Anda tenang saja tuan muda sendiri yang sudah izin pada pihak kampus."
Ish
...----------------...
Setalah sarapan Raisa kembali ke kamar karna tidak tahu mau ngapain lagi. Harusnya dia ada kelas hari ini karena katanya dia sedang cuti pernikahan.
Hah sudah seperti nikah beneran saja.
"Aku harus ngapain coba." Gumannya sambil melangkah menuju sofa lalu duduk di sana.
"Keluar harus izin tuan muda. Aku kan tidak tahu cara menghubunginya. Ah iya ponselku di koper." Raisa beranjak hendak keluar tapi dia urungkan.
"Kata Busil nanti akan di antarkan ke sini. Tapi kapan ya?" Dia terduduk lesu.
"Sudahlah aku tidur saja. Hari ini aku jadi pemalas saja lah."
Raisa mengerjapkan matanya tersentak. Dia seperti bermimpi ada yang meneriaki namanya. Kantuknya sudah hilang, yang ada kini hanya rasa kaget. Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan mencoba mengendalikan diri.
"Nona muda!" Berulang kali, lalu di susul ketukan pintu. "Apa anda bisa bangun sekarang?"
Hmmm, ada apa sih? Berapa lama aku tidur? Jam berapa sekarang. Tuan muda belum pulang juga? Aish apa peduliku.
Saat namanya kembali di sebut berulang kali dia menyeret kakinya menuju pintu. Ada apa sih Busil ini, biasanya juga tinggal masuk. Tadi pagi aja sudah ada di dalam kamar.
Busil sudah berdiri di depan pintu dengan raut panik yang samar.
"Maaf Nona membangunkan anda dari tidur siangnya." Dia menundukkan kepalanya.
"Ada apa bu?" Raisa masih lemas.
Aku lemas karena terkejut tiba-tiba di bangunkan begitu saja.
"Tuan muda sudah pulang, beliau sudah sampai gerbang utama."
"Iya, terus?"
Terus aku harus ngapain? Dia tahu jalan pulang rupanya.
"Mari ikut saya menyambut Tuan muda di depan."
Apa?! Jadi aku harus benar-benar menyambutnya? Seperti di film-film? Lagian kenapa harus pulang sih!?
Walaupun merasa kesal, tapi dia tidak bisa apa-apa. Ini adalah kewajibannya, seperti apa yang sudah di tulis dalam kitabnya. Dengan langkah pelan dia menuruni tangga. Sebenarnya dia ketakutan.
Sekertaris Jou keluar bergegas membukakan pintu mobil untuk Tuan muda.
"Nona mendekatlah ke arah mobil." Busil berbicara lagi pada Raisa.
Raisa yang sedang menunduk itu, "apa!? Saya?" Menunjuk dirinya sendiri dan Busil menganggukan kepalanya.
Raisa berjalan mendekat ke arah suaminya. Tapi dia hanya berdiri tidak melakukan apa-apa, seperti orang bodoh.
"Kau datang menyambutku." Tangan Tuan muda terulur mencengkram dagunya, membuat Raisa mendongak. Namun segera ia mengalihkan pandangan agar tidak bersitatap.
"I-ya Tuan." Jawabnya.
Dia mengikuti langkah suaminya dan sekertaris Jou. Sementara Busil ada di belakang.
"Nona bisakah anda mengganti pakaian Tuan muda?"
Damn