DILARANG PLAGIASI! KARYA ORISINIL NURUL NUHANA.
Apa yang akan kalian lakukan jika menyadari kehidupan kalian dalam bahaya? Tentunya takut bukan?
Itulah yang saya alami, setelah secara tidak sengaja membantu membayarkan makanan seorang pria di sebuah Kafe. Sebuah kebaikan dan ketidaksengajaan yang membuat hidup saya masuk ke jurang kesengsaraan dan kriminalitas. Pria yang sempat saya tolong itu menjadi obsesi dan semua tindakannya untuk mendapatkan saya sudah sangat mengganggu ketenangan dan membahayakan.
Gilanya obsesi pria itu sampai memaksa saya untuk menikah dengannya. Saya yang ketakutan dan terancam, menerima pernikahan itu dengan terpaksa. Saya tetap saja tidak mencintai suami saya, walau perlakuannya seperti malaikat. Tapi suami saya juga bisa langsung berubah menjadi iblis jika saya memberontak.
"Kurang ajar! Kabur sejauh ini ternyata kamu ingin mengaborsi anak kita!" Hans membentak dan mencengkram dagu saya.
"Kamu tidak akan pernah bisa lari dari saya Mona!" ejeknya tertawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NURUL NUHANA., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LISA MENGAMUK!
Dari dalam mobil yang terparkir di tepi jalan, Hans memantau Mona yang juga memperhatikan mobilnya. Hans tertawa saat pandangan mata Mona tak lepas dari mobilnya. Namun percuma, Mona tidak akan bisa menembus kaca film mobil dan memastikan siapa yang berada di dalamnya.
"Apa kamu tahu saya di sini Mona?" tanya Hans dalam hati.
Hans menyadari satu hal, pasti Mona punya firasat bahwa dirinya yang berada di dalam mobil putih itu, namun Hans tidak peduli firasat Mona. Kalaupun ia ketahuan, itu jauh lebih baik, begitulah pikir Hans.
Dari dalam mobil, Hans melihat wajah lembut Mona tersapu angin malam. Ramputnya yang di gerai berdayu-dayu membelai wajahnya. Hans terpesona dengan wajah Mona yang manis. Selama ini, Hans hanya melihat wajah dengan rambut yang selalu ia kucir, namun sekarang melihat Mona menggerai rambut sepunggungnya dengan angin sepoy yang bersilir, membuat Mona terlihat jauh lebih manis.
"Kamu sangat manis malam ini Mona," gumam Hans yang bahkan hampir tidak terdengar.
Hans mengambil telepon genggamnya dari saku celana, lagi-lagi Hans ingin mengabadikan Mona dalam telepon genggamnya. Wajah Mona yang tampak serius seraya memicingkan mata tajamnya, dan tubuh yang dipeluk sendiri berselimutkan jaket, dipotret Hans sebanyak-banyaknya. Hans tidak mau kehilangan sedikitpun momen manis dalam hidupnya, atau ia akan merasa menyesal.
Cukup banyak potret yang diabadikan Hans, itu sudah membuatnya puas. Semua foto Mona akan dijadikannya koleksi yang berharga. Saat dalam diam dan lekat memandang Mona, teman yang berdiri di depannya menyadarkan Mona dari lamunan, membuat Hans sedikit kesal karena tak dapat melihat wajah Mona lagi yang kini sudah berpaling.
Ada satu hal yang baru Hans sadari, dan hal itu sangat membuat Hans marah dan kesal. Terlihat di depan sana, Mona bersama kedua temannya sedang membicarakan sesuatu, bahkan wajah mereka terlihat sangat berekspresi. Namun apa yang terjadi? Hans tidak dapat mendengar pembicaraan mereka. Hans tidak bisa mendengarkan suara Mona dari earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya kali ini.
"Mona!" Hans menekankan suaranya karena geram, tatapan matanya yang selembut sutra kini setajam harimau. Senyum yang selalu terukir di wajahnya langsung menghilang, menampilkan wajah tegas beringasnya.
Hans sangat yakin Mona tidak akan tahu penyadap yang ia atur di telepon genggam miliknya. Apalagi sampai penyadap itu rusak, sangat tidak mungkin. Hans yakin, pasti Mona tidak membawa telepon genggamnya. Hal itu diperkuat dengan suara tenang yang sebelumnya diisi oleh suara Mona dan temannya saat mereka masih di kamar. Namun setelah mereka memutuskan untuk keluar membeli makanan, Hans sudah tidak mendengar suara apapun dari Mona.
Namun rasa emosi Hans langsung terobati saat Mona kembali memantau mobilnya, setelah selesai berbincang dengan kedua temannya. Sepertinya Mona sangat tidak mau pandangannya jauh-jauh dari mobil Hans. Senyum langsung terukir di wajah Hans, tatapannya pun menjadi lembut. Padahal sesaat yang lalu, ia rasanya sangat ingin keluar dan merutuki Mona yang teledor meninggalkan telepon genggamnya. Tapi syukurlah hal itu tidak terjadi, Hans mendapatkan nasib baik karena berhasil bersabar menahan nafsu amarahnya.
Dengan hoodie hitam yang dipakainya, Hans bahkan terlihat tidak pernah menampilkan rambutnya, kecuali saat di Restaurant semalam. Ia terlihat seperti pria kurang pergaulan yang pendiam dan misterius. Namun siapa sangka, dirinya tidak sebaik tampang di luarnya.
Hans menopang wajahnya dengan jemari lentiknya yang tangannya bersangga di pintu mobil. Hans merasa lebih tenang bisa memandangi wajah Mona, seperti sedang saling menatap satu sama lain. Namun untuk memastikan Mona aman dan baik-baik saja, Hans menyuruh anak buahnya untuk berpura-pura membeli ayam penyet itu. Kali ini Hans bersama dua anak buahnya, yang satu menjadi sopir dan satunya lagi duduk di kursi tengah. Bukan tanpa alasan Hans membawa kedua anak buahnya, itu karena ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya.
"Riko?" Panggil Hans tanpa menoleh kepada Riko yang sedang duduk di kemudi.
"Iya Bos?" sahut Riko.
"Pergi dekati mereka, pura-pura ikut antre membeli. Jangan lupa pasang alat penyadap suara di baju kamu, agar saya bisa mendengar obrolan mereka." Hans memerintahkan anak buahnya dengan sangat tegas.
Pria dengan tato ular di lehernya itu keluar dari mobil dan menjalankan perintah bosnya. Sebelum keluar Riko sudah memasang alat penyadap suara yang ia letakkan di saku kemeja biru mudanya. Dengan santai ia berjalan mendekati penjual. Tanpa menoleh sedikitpun ia berjalan melewati Mona dan kedua temannya yang serentak menoleh saat Riko melewati mereka. Dan langsung memesan tiga bungkus ayam penyet. Karena harus menunggu antrean yang ramai dan lama, Riko sengaja berdiri di dekat mereka bertiga, lebih tepatnya di samping Lisa yang sedang berdiri memantau pegawai yang sedang menyiapkan pesanan semua orang.
Dari dalam mobil, Hans melihat dengan jelas perubahan wajah Mona saat melihat Riko keluar dari dalam mobil. Wajah terkejut dan kecewa bercampur jadi satu saat menyadari tebakannya salah. Siapa sangka, orang yang selalu ia curigai ternyata salah sasaran. Bukan Hans yang keluar, melainkan orang lain. Hans cukup puas melihat ekspresi Mona, raut wajahnya juga langsung sedih dan menunduk menatap trotoar jalan. Sesekali Hans melihat Mona masih melihat ke mobilnya, mungkin Mona masih menganggap Hans berada di dalamnya, walau tebakannya barusan salah.
Hans mendengar suara berisik orang yang sedang mengobrol dan memasak. Risih sekali telinga Hans mendengarnya. Bukannya mendengar suara Mona, malah mendengar suara bising yang mengganggu.
"Saya butuh suaramu Mona," lirih Hans penuh harap.
Dalam perasaan frustasi, tiba-tiba Hans mendengar suara Mona dari balik earphone yang sudah disambungkannya dengan alat penyadap yang diletakkan di saku Riko. Suara Mona langsung membuat Hans membangkitkan kepalanya yang sempat tertunduk kecewa.
"Kenapa pesanan kita belum siap ya?" tanya Mona kepada kedua temannya.
"Iya ih, lama sekali. Sudah 40 menit kita menunggu di sini, bahkan sebentar lagi Adzan Isya," Milu ikut menggerutu.
"Jangan-jangan pesanan kita belum dibuatin lagi!" timpal Lisa kesal.
Bukan hanya wajah Mona, wajah Milu dan Lisa pun terlihat sama kesalnya. Sudah capek berdiri, bosan, lapar, dingin, semua berpadu menjadi satu. Namun kelanjutan pesanan mereka juga tidak tahu gimana kabarnya.
"Jangan-jangan pesanan kita sudah diberikan sama pembeli yang lain, soalnya tadi saya sempat melihat ada pembeli yang baru datang langsung dikasih bungkusannya," ujar Mona sangat kesal, alis wajahnya menyatu.
Mendengar pernyataan Mona, Lisa terlihat sangat emosi dan melabrak tukang penjual ayam penyet tersebut. Ia sedikit mendekati dan berkata dengan sedikit emosi,"Mas, pesanan kami mana? Kami hampir satu jam loh sudah menunggu di sini. Capek, berdiri lagi. Dari tadi pesanan kami gak selesai-selesai, tapi ada yang baru datang terus nunggu sebentar langsung dikasih. Terus pesanan kami mana? Padahal dari Maghrib loh kami menunggu!"
Suasana repot dan ramainya pembicaraan dari orang yang antre dan makan seketika menjadi hening. Suara lantang Lisa berhasil membuat mereka terdiam. Penjual dan lima pegawainya yang membantu memasak dan menyiapkan pesanan, terlihat tegang dan terkejut.
"Maaf Mbak, pesanan Mbaknya tadi apa ya?" tanya penjual itu dengan wajah menjengkelkannya.
Mendengar hal itu, darah Lisa seakan mendidih, begitupun dengan Milu dan Mona yang mendengarnya.
"Astaghfirullahal'ajim ... masih ditanya pesanannya apa? Saya sama teman saya pesan ayam penyet totalnya semua empat bungkus, dari tadi kami menunggu masih ditanya pesanannya apa!"
"Kami menunggu dari antre dua orang sampai sebanyak ini, tapi belum dapat pesanan kami. Tapi yang baru datang langsung dilayani, bahkan yang baru datang sudah pada makan itu di meja makan, bahkan ada yang sudah pulang." Lisa meluapkan emosinya, banyak bisik-bisik terdengar juga kesal dengan pelayanan penjual dan pegawainya ini.
"Masalahnya Mbak belum pesan!" ngeles penjual pria itu.
"Belum pesan? Bahkan saya sudah menuliskan detail pesanan saya di kertas yang Anda kasih tadi!" ujar Lisa membuat urat lehernya keluar.
"ANDA JANGAN PURA-PURA LUPA!" Bentak Lisa seraya menunjuk penjual tersebut, wajahnya sangat terlihat emosi.
"Begitu banyaknya pegawaimu ini, masa menyiapkan pesanan begitu saja harus sampai selama ini. Sepuluh orang loh pegawaimu, 5 pramusaji wanita bagian melayani, dan lima orang pria sebagai helper koki. Masa dari tadi gak selesai juga, bahkan sampai banyak dari yang mengantre komplen dan pergi. Sebenarnya kalian itu niat melayani gak!" Lisa terus mencecar habis-habisan bos sekaligus sepuluh anak buahnya. Banyak dari para pembeli yang mengantre mendukung Lisa.
"Ini coba lihat Abang ini, sudah berapa lama dia nunggu? Dari sebelum saya datang, Abang ini sudah antre loh, tapi sampai sekarang pesanan dia belum juga di dapat," seru Mona menunjuk pria muda yang berada di seberang gerobak penjual, tepat berhadapan dengannya.
"Abang beli berapa Bang?" tanya Lisa kepada pria itu.
"Satu Mbak," jawab pria itu.
"Noh! Satu loh Mas! Tapi dari tadi belum Mas kasih, padahal berdiri tepat di depan mata Mas!" cecar Lisa menggebu dengan kedua tangan bertenteng pinggang.
Untung berhasil selamat.
Walau baju sudah compang-camping!
Tapi masa Mona mati?/Sob/
Makanya jangan banyak tingkah Hans!
Masuk ICU kan jadinya/Drowsy/
Riko siapa ini?/Scream/