"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10 - Tuna wisma
Sepulang dari memancing di danau, Saga dan Lea membawa hasil tangkapan yang cukup untuk makan siang. Mereka berjalan dengan langkah ringan, menikmati waktu bersama di bawah matahari yang mulai terik.
Namun, ketika mereka mendekati rumah, pemandangan yang mengejutkan menyambut mereka. Beberapa orang yang tidak dikenal mengeluarkan barang-barang dari rumah Saga dan melemparkannya ke tanah.
Saga mempercepat langkahnya, meninggalkan Lea yang kebingungan di belakang. "Ada apa ini? Kenapa mengeluarkan semua barangku?," tanya Saga pada salah satu di antara mereka.
Seorang pria dengan seragam resmi menoleh dengan sikap acuh tak acuh. "Tanah dan bangunan ini milik pemerintah. Kami mendapat perintah untuk mengosongkan tempat ini. Jadi segera tinggalkan tempat ini."
Saga terdiam, saat ini kata-kata terasa sulit keluar dari mulutnya. Rumah itu memang bukan miliknya. Dulu dia hanya tinggal di sana karena rumah itu kosong dan nampak hancur.
Namun, setelah ia tinggali dan dibenahi, tempat itu menjadi rumah yang cukup nyaman bagi Saga.
Tapi kini Saga hanya bisa pasrah. Dengan langkah berat, ia mulai membereskan barang-barang miliknya dan mengangkatnya ke mobil tua yang biasa ia gunakan untuk bekerja.
Lalu, Lea menghampiri Saga dengan raut wajah bingung. "Paman, kenapa mereka mengambil rumah Paman?," tanyanya polos.
Saga menghela napas panjang dan berusaha menenangkan diri. "Itu bukan rumah Paman, Lea. Kita harus mencari tempat tinggal lain."
Lea yang masih terlalu muda untuk memahami situasi itu, malah merasa senang. "Asyik, tempat tinggal baru...!!" serunya dengan semangat.
Saga hanya tersenyum tipis, meski hatinya terasa berat. "Iya, Lea. Kita akan mencari tempat tinggal baru," jawabnya, berusaha menutupi kekhawatirannya.
Setelah semua barang dimuat ke dalam mobil, Saga mengajak Lea naik. Lalu mereka meninggalkan tempat yang selama ini Saga sebut rumah.
Saga mengemudi tanpa tujuan pasti, ia hanya mencoba mencari tempat yang aman untuk berlindung sementara.
Mereka melintasi kota, melewati jalanan yang ramai, hingga akhirnya tiba di pinggiran kota yang sepi. Lalu, Saga melihat sebuah bangunan tua yang nampak sudah lama tidak dihuni. Dia pun memarkir mobil dan mengajak Lea turun.
"Ayo, Lea. Kita lihat apakah kita bisa tinggal di sini untuk sementara," ujar Saga sambil membuka pintu bangunan tersebut.
Ketika masuk ke dalam, kondisi bangunan memang memprihatinkan, tetapi Saga melihat potensi untuk menjadikannya tempat tinggal sementara.
Ia segera membereskan beberapa bagian yang rusak dan memasang barang-barang yang mereka bawa.
Adapun Lea juga membantu sebisanya, meski dengan cara anak-anak yang seringkali malah merepotkan. Namun, kehadirannya memberi semangat bagi Saga.
Saat malam tiba, mereka berdua duduk di depan bangunan seraya menatap langit malam yang dipenuhi bintang.
"Paman, kapan kita bisa pulang ke rumah yang tadi?," tanya Lea seraya mendongak ke atas langit.
Saga menghela napas lalu menatap Lea. "Kita mungkin tidak bisa kembali ke sana, Lea. Tapi Paman janji, kita akan menemukan tempat yang lebih baik."
Lea mengangguk, lalu bersandar di bahu Saga. "Yang penting, Lea sama Paman," bisiknya pelan.
Saga tersenyum karena merasakan kehangatan yang langka. "Iya, yang penting kita bersama," jawabnya, seraya mengacak pelan rambut lurus Lea.
Malam semakin larut, hanya ada sinar bulan dan nyala api unggun yang menerangi bangunan tua tempat Saga dan Lea beristirahat.
Udara malam yang dingin mulai menusuk kulit. Namun api unggun yang Saga nyalakan memberikan sedikit kehangatan. Lea meringkuk dekat api dengan mata setengah terpejam namun belum sepenuhnya tertidur.
Sementara Saga duduk di dekatnya, memperhatikan api yang berkobar. Ia menatap Lea, anak kecil yang nasibnya begitu malang, terpisah dari orang tuanya dan sekarang harus menjalani kehidupan yang keras bersama dirinya.
Lea menggeliat sedikit, membuka matanya dan menatap Saga dengan pandangan mengantuk. "Paman, kita akan tidur disini malam ini?," tanyanya dengan suara pelan.
"Iya, Lea. Malam ini kita tidur di sini. Paman akan menjaga agar kamu tetap hangat," jawabnya sambil menambahkan beberapa ranting ke dalam api.
Lea mengangguk pelan, lalu kembali menutup matanya. "Paman, apa Lea akan bertemu mama dan papa lagi?," tanyanya tanpa membuka matanya.
Pertanyaan itu menusuk hati Saga. Ia tahu bahwa mencari orang tua Lea bukanlah hal yang mudah, terutama setelah pengalaman buruk dengan pria yang mengaku sebagai teman ayahnya. Namun, ia tidak ingin Lea kehilangan harapan.
"Paman akan melakukan yang terbaik untuk menemukan mama dan papa Lea," jawabnya dengan suara yang tenang, meski hatinya bimbang.
Lea tersenyum kecil dan kembali tertidur. Saga memandanginya dengan merasakan beban tanggung jawab yang besar di pundaknya.
Di antara cahaya bayangan api, ia merenungkan nasib anak kecil itu. Ia sadar bahwa Lea membutuhkan perlindungan yang lebih dari sekedar tempat tinggal.
Malam semakin larut, angin dingin semakin kencang bertiup, namun api unggun yang Saga jaga terus memberikan kehangatan.
"Paman tidak akan biarkan Lea sendirian. Paman akan selalu di sini untukmu," bisiknya pelan, meski ia tahu Lea sudah terlelap.
Pagi itu, matahari baru saja terbit, memancarkan cahaya keemasan yang hangat. Saga membuka matanya dan merasakan kedinginan sisa malam yang masih terasa. Ia melihat sekeliling, tapi tidak menemukan Lea di dekatnya.
"Lea! Lea, kamu dimana?," panggil Saga beberapa kali, namun tidak ada jawaban.
Dengan cepat, Saga bangkit dan keluar dari bangunan tua itu. Matanya mencari-cari sosok kecil Lea di sekitar tempat itu. Tak jauh dari sana, ia melihat Lea sedang memperhatikan orang-orang yang berolahraga di taman dekat situ.
"Lea!" teriak Saga lega seraya berjalan cepat mendekatinya.
Lea menoleh dan tersenyum lebar. "Paman! Paman sudah bangun? Lihat, mereka sedang olahraga. Kita kesana yuk! Kita olahraga seperti mereka," ajak Lea dengan semangat.
Saga menatap Lea yang bersemangat. "Lea, kita masih harus mencari tempat tinggal yang aman. Tapi... baiklah, sebentar saja ya," jawabnya, tidak mampu menolak permintaan Lea yang memaksa.
Mereka pun berjalan ke arah taman. Lea tampak sangat gembira sambil melompat-lompat kecil di samping Saga. Namun, kebahagiaan itu tiba-tiba terhenti oleh suara teriakan.
"Pencuri! Pencuri!," teriak seorang wanita sambil menunjuk ke arah seorang pria yang sedang berlari membawa tas.
Saga langsung memperhatikan situasi itu. Pencuri tersebut berlari ke arah mereka dengan cepat. "Awas! Awas! Minggir dari sana!," teriak si pencuri sambil terus berlari.
Lea yang tidak menyadari situasi berbahaya itu hampir tertabrak oleh pencuri tersebut. Namun, dengan sigap, Saga menarik Lea ke belakangnya dan membuat pencuri itu tersandung. Pria itu pun terjatuh keras ke tanah.
Beberapa orang segera menghampiri dan menangkap pencuri tersebut. Sementara wanita yang kehilangan tasnya datang dengan napas tersengal-sengal. "Terima kasih, terima kasih banyak," katanya kepada Saga sangat bersyukur.
Saga hanya mengangguk. Ia lalu berlutut dan bertanya pada Lea. "Kamu tidak apa-apa, kan?," tanya Saga sambil memeriksa Lea.
"Lea tidak apa-apa, Paman. Tapi tadi itu menakutkan sekali."