Warga kampung Cisuren digemparkan oleh kemunculan setan pocong, yang mulai berkeliaran mengganggu ketenangan Warga, bahkan yang menjadi semakin meresahkan, banyak laporan warga menyebutkan kalau Dengan hadirnya setan pocong banyak orang yang kehilangan uang. Sampai akhirnya warga pun berinisiatif untuk menyelidikinya, sampai akhirnya mereka pun menemukan hal yang sangat mengejutkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deri saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehidupan Sukarmin
Pov Sukarmin
Pagi terasa begitu Indah, matahari sudah menampakkan dirinya dari ufuk timur, langit terlihat sangat cerah, burung-burung terdengar berkicau sambil loncat-loncat di ranting pohon menjemur sayap yang basah terkena air embun, menyambut sang surya yang selalu setia memberikan penerangan ke seluruh alam semesta.
Para warga Kampung cisuren sudah terlihat mulai bergerak menuju tempat kerja masing-masing, ada yang pergi ke sawah, ke kebun, ke pasar dan ke tempat-tempat lainnya, mencari kehidupan untuk menafkahi keluarga.
Aku dan istriku masih berada di dapur menyantap sarapan singkong bakar yang disiram oleh minyak, ditaburi dengan garam, ditambah dengan air teh panas untuk menghangatkan perut.
"Kenapa Bapak pagi-pagi sudah melamun?" tanya istriku mulai membuka pembicaraan di pagi itu.
"Bapak sedang memikirkan anak kita." jawabku sambil menyuap kembali roti kampung yang terasa begitu nikmat.
"Emangnya kenapa?" tanya Ati matanya memenuhi wajahku.
"Tidak terasa meskipun hidup kita serba pas-pasan, anak kita sekarang sudah besar sudah dewasa, sudah Pemuda. Kalau tidak salah sekarang umurnya hampir menginjak 20 tahun atau 21 tahun, sudah senang main, sudah senang diperhatikan oleh perempuan, meski badannya sangat sehat dengan tubuh yang tinggi dan kulit yang kuning langsat, namun ada yang mengiris hati Bapak ketika melihat pakaiannya yang hanya biasa-biasa saja, karena keadaan kita yang kurang mampu. jangankan untuk membeli pakaian untuk bisa makan saja kita sudah sangat bersyukur." jawabku sambil menatap ke arah api yang berada di tungku.
"Tumben Bapak memikirkan anak, sampai sedalam itu. ada apa?"
"Tadi malam, ketika kamu ada di dapur. dia pulang dari Masjid langsung ganti pakaian dengan pakaian yang seadanya. ketika Bapak Bertanya dia menjawab mau nonton pasar malam. terus dia minta uang untuk jajan."
"Dikasih sama bapak?"
"Dikasih, namun begitulah Bapak hanya bisa memberikan uang sebesar Rp10.000."
"Terus Bagaimana tanggapannya?"
"Yah begitulah anak muda yang masih membutuhkan bimbingan orang tua, meskipun menerima namun ada kata-kata yang menyalahkan.
"Menyalahkan Bagaimana pak?" tanya Ati dengan wajah yang penasaran.
"Menyalahkan karena Bapak tidak pernah mengizinkan bekerja di kota. bukan apa-apa Bapak tidak mau kalau anak kita pergi ke kota, tanpa memiliki keahlian yang ada bukannya mendapat keuntungan melainkan mendapat kesusaha. Meski banyak orang yang sukses Merantau tapi tidak sedikit pula orang yang gagal hidup di perantauan."
"Oh itu, ya tidak apa-apa Namanya juga anak muda. nanti juga kalau sudah semakin dewasa dia akan semakin paham. Ibu setuju kalau anak kita dilarang pergi ke kota karena seperti yang kita ketahui si Dudung sekolah aja hanya tamatan SD, pernah Pesantren namun tidak lama karena kurangnya biaya, daripada tanggung mendingan belajar bertani saja di kampung, meski tidak punya sawahnya."
"Itu juga yang Bapak pikirkan karena pekerjaan di kampung juga tidak kurang, hanya tinggal maunya saja, hanya tinggal giatnya saja. namun bagaimana ya, Bapak takut kalau dia merasa orang tuanya terlalu mengekang?"
"Kita tidak mengekangnya, kita hanya memberikan pelajaran bagaimana kehidupan yang sederhana. Dia harus sadar kalau kehidupan kita serba pas-pasan tidak boleh menginginkan hal yang tidak bisa digapai dengan kehidupan seperti sekarang."
"apapun yang kita lakukan untuk anak kita, Bapak yakin itu adalah yang terbaik dan semoga saja kedepannya dia menjadi anak yang lebih dewasa, lebih mengerti dengan keadaan yang sebenarnya. Oh ya sekarang ke mana dia, sudah salat subuh apa belum?"
"Masih tidur, namun untuk salat tadi ibu sudah bangunkan dan melihat kalau dia pergi ke air untuk mengambil air wudu."
"Syukurlah kalau sudah salat, meskipun keadaan kita sangat susah jangan sampai kesusahan ini terus kekal sampai di kehidupan yang akan datang."
"Iya Pak, Oh ya sekarang mau pergi ke mana?" Tanya Ati mengalihkan pembicaraan.
"Rencananya hari ini Bapak ingin pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. setelah bapak lihat kayu yang berada di luar stoknya sudah menipis. terus Ibu mau ke mana?" jawabku balik baru tanya.
"Ibu mau melihat kebun kacang tanah, Mungkin sebentar lagi akan dipanen."
"Kalau ada jantung pisang, ibu ambil ya! Bapak sudah lama tidak makan sayur jantung."
"Iya Pak!"
Setelah mengobrol sebentar, akhirnya aku pun bangkit mengambil golok Pondok yang dikaitkan di dekat pintu Kemudian membawanya ke pinggir rumah untuk diasah terlebih dahulu. Sedangkan Ati dia pun bersiap-siap untuk pergi ke kebun menjalankan kehidupan seperti hari-hari yang kita lalui.
Selesai mengasah golok, aku mengambil tas yang terbuat dari karung takut menemukan jamur yang bisa dibawa untuk lauk makan. Setelah menutup pintu dapur aku berangkat melalui Jalan Setapak yang menuju ke arah selatan, berlawanan arah dengan Istriku yang pergi ke arah utara.
Aku berjalan dengan tenang yang di samping kanan kirinya terhampar luas kebun warga, sampai akhirnya tiba di sebuah bukit yang dipenuhi oleh tanaman kopi yang nantinya akan sampai ke hutan.
Di tengah jalan yang menanjak aku menghentikan langkah, karena di depan sudah berdiri orang yang dikawal oleh kedua anjing yang sudah terlatih untuk berburu.
"Mau ke mana Sukarmin?" tanya orang itu yang bernama Kang Jaya dengan melempar senyum.
"Mau main saja Kang, mau ke hutan. di rumah sudah tidak memiliki kayu bakar," jawabku sambil melanjutkan langkah kembali mendekat ke arah orang yang mencegat.
"Daripada kamu mencari kayu bakar mendingan kita berburu. Kemarin Akang menemukan Kijang yang sudah kelelahan, namun keburu waktu gelap sehingga perburuan pun tertunda."
"Aku lagi males Kang, ingin beristirahat dulu dari masalah perburuan. namun bagaimana nanti saja kalau aku sudah mendapatkan kayu bakar." Jawabku yang tidak terlalu tertarik berburu masih ada pikiran yang mengganjal di benak.
"Kalau begitu tidak jelas karena kalau pekerjaan yang tidak didasari dengan keinginan maka tidak akan benar. mendingan kamu sekarang pilih salah satu, Mau berburu atau mencari kayu bakar. jangan setengah hati ketika melakukan pekerjaan!" tanggap Jaya meminta kepastian.
"Emangnya di mana ada Kijang?" Tanyaku tidak terlalu antusias.
"Perburuan kemarin tertunda di lembah aracaya Maya karena Suasana Hari sudah mulai gelap. kalau masih ada waktu mungkin satu kejaran lagi Kijang itu bisa didapat, keadaannya sudah sangat lemah dan lemas." Jawabnya menjelaskan.
"Kenapa sudah sangat lemah dan lemas tidak bisa ditangkap, dan apa Iya tidak akan kabur?"
"Lah kenapa kamu bertanya seperti itu kayak bukan pemburu yang sudah sangat handal. Kijang kalau sudah lemas tidak akan pergi jauh kalau sudah tidak ada yang mengejar mereka akan beristirahat, mungkin kakinya terasa pegal setelah berlari cukup jauh. jadi Sudah bisa dipastikan tidak akan berlari jauh dari Lembah. Sayang kalau tidak disusul takut direbut oleh pemburu lain."
Mendengar penjelasan Jaya aku pun berpikir membayangkan Bagaimana kalau aku bisa mendapatkan Kijang atau rusa. aku pasti memiliki lauk makan yang begitu luar biasa, apalagi daging itu bisa dijual dan harganya lumayan mahal bisa dijadikan tambahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Bagaimana sukarmin?" tanya Jaya setelah tidak mendapat tanggapan.
"Ya sudah kalau begitu ayo kita berburu, mudah-mudahan aja ada rezeki kita." jawabku yang mulai tertarik dengan penghasilannya, masalah mencari kayu bakar bisa dikerjakan nanti ketika pulang.
"Nah begitulah kalau pemburu yang handal, tiidak boleh Setengah Hati." jawab Jaya yang terlihat mengulum senyum, mungkin merasa senang ada orang yang menemaninya.
Akhirnya kita berdua pun melanjutkan perjalanan diikuti oleh dua ekor anjing yang sudah sangat Terlatih untuk berburu, ditemani obrolan obrolan ringan terutama membahas kejadian tadi malam yang dialami oleh si Dudung.