NovelToon NovelToon
Tumbal Jenazah

Tumbal Jenazah

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Iblis / Hantu / Tumbal
Popularitas:42.6k
Nilai: 5
Nama Author: dtyas

Gita, putri satu-satunya dari Yuda dan Asih. Hidup enak dan serba ada, ia ingat waktu kecil pernah hidup susah. Entah rezeki dari Tuhan yang luar biasa atau memang pekerjaan Bapaknya yang tidak tidak baik seperti rumor yang dia dengar.

Tiba-tiba Bapak meninggal bahkan kondisinya cukup mengenaskan, banyak gangguan yang dia rasakan setelah itu. Nyawa Ibu dan dirinya pun terancam. Entah perjanjian dan pesugihan apa yang dilakukan oleh Yuda. Dibantu dengan Iqbal dan Dirga, Dita berusaha mengungkap misteri kekayaan keluarganya dan berjuang untuk lepas dari jerat … pesugihan.

======
Khusus pembaca kisah horror. Baca sampai tamat ya dan jangan menumpuk bab
Follow IG : dtyas_dtyas

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 ~ Ruang Kerja Bapak

Gita hampir terjungkal saat ia melepas pegangan pada kusen dan refleks mundur padahal ia sedang berada di atas kursi. Setengah melompat turun masih dengan detak jantung berdebar, Gita menatap pintu di depannya.

Ia melihat wajah tersorot cahaya dari ponsel, wajah yang rusak dan menyeramkan. Kalau manusia kenapa bisa ada di dalam sana. sangat percaya dengan makhluk gaib itu ada dan mungkin saja yang ia lihat tadi termasuk jenis itu.  

Brak.

Terdengar suara benturan pintu bagian dalam. Gita seakan disadarkan dari lamunan dan langsung menarik kursi menuju kamarnya. Menutup pintu dan menunggu kedatangan orang tuanya tanpa berniat keluar.

“Tidak mungkin manusia, pasti bukan manusia,” gumam Gita duduk di sofa kamar masih dengan nafas terengah.

Terdengar adzan maghrib, Gita pun memutuskan membersihkan diri dan menunaikan ibadah. Berharap rasa takutnya akan hilang. Beruntung kamarnya sudah direnovasi sejak lama. Bukan hanya lebih luas dan lengkap dengan furniture yang terlihat mewah, tapi juga ada kamar mandi dalam kamar.

Yuda dan Asih baru saja tiba. Yuda memarkir mobil dan Asih menutu pintu gerbang. Asih berdiri mendapati pintu rumah tidak tertutup rapat, sedangkan tadi ia pastikan terkunci.

“Mas, ada yang masuk,” ujar Asih pelan.

“Siapa?”

“Aku takut kalau pencuri,” sahut Asih langsung berpindah di belakang Yuda.

Perlahan mereka masuk dan lampu di dalam rumah sudah terang, tidak terlihat tanda-tanda pencuri.

“Ini tas Gita,” tunjuk Asih. “Gita pulang nggak kasih kabar.”

“Hah, bikin khawatir saja.” Yuda menutup pintu depan berbarengan dengan suara teriakan.

“Mas,” pekik Asih langsung menghampiri suaminya dan memeluk lengan Yuda. “Suara apa itu?”

Berasal dari ruang ritualnya, Yuda gegas mencari tahu apa sebab teriakan tersebut. Masih terkunci, tidak mungkin ada yang masuk. Atap rumahnya bergetar seperti terkena guncangan gempa.

“Ya ampun Mas, ini kenapa,” keluh Asih masih memeluk lengan sang suami karena ketakutan.

Terdengar suara geraman dari dalam kamar, suara kemarahan. Ini pernah terjadi saat dulu Gita mengaji di dalam kamar, tanpa sepengetahuannya.

“Gita,” ucap Yuda. Langsung berlari menuju kamar putrinya, Asih mengejar sambil berteriak.

Saat membuka pintu, bertepatan dengan tangan Gita yang melakukan takbiratul ihram. Sholat membelakangi pintu kamar.

“Gita,” pekik Yuda dan langsung menarik tubuh putrinya membatalkan niat shalat karena posisinya sudah berbalik.

“Bapak, aku mau sholat.”

“Bapak kira kamu kenapa-napa, tadi di luar bapak dengar teriakan,” ujar Yuda beralibi. “Baiknya kamu sholat di mushola, nanti ditemani Ibu.” Yuda pun meninggalkan kamar.

Asih menghampiri Gita.

“Pulang nggak ngabarin, ayo sholat di samping saja. Jangan menolak nanti bapakmu marah.”

Meski mulutnya cemberut, Gita tidak berani membantah dan mencoba untuk tidak mengumpat apalagi berkata kasar.

***

Setelah makan malam, Yuda mengingatkan kalau Gita ingin sholat isya atau shalat malam harus di mushola samping rumahnya. Hal itu juga diingatkan pada Asih, meski keduanya memang jarang beribadah, apalagi setelah melakukan pesugihan.

Tidak berani bertanya alasan melakukan hal itu, padahal ibadah juga boleh dilakukan di dalam rumah utama, termasuk juga di kamar agar suasana lebih hangat.

“Jangan tanya kenapa, ikuti saja. Niat bapakmu baik kok, hanya buat tempat khusus untuk kita ibadah,” tutur Asih seakan tahu apa yang menjadi pikiran dari putrinya.

Gita membantu ibunya merapikan piring bekas makan malam, termasuk mencucinya.

“Bu, ruangan yang digembok itu. Tempat apa sih?”

Asih terdiam lalu menoleh. “Kamu jangan masuk ke situ, tidak baik. Kalau dibilang jangan ya jangan.”

“Iya, aku hanya tanya.”

“Itu tempat kerja bapakmu, mungkin saja biar fokus menghitung dan menganalisa keuangan toko. Kalau di luar kamar itu, bisa saja dokumen tercecer atau tidak fokus.”

Masuk akal meski agak janggal, kenapa juga harus digembok dan larangan seakan berbahaya dan mengancam nyawa.

“Ini pada kemana, sepi banget. Cuci piring aja harus ibu.”

“Waktunya cuti, orang juga mau istirahat masa kerja terus.”

“Kenapa harus bareng-bareng, baiknya dijadwal aja bu,” usul Gita.

“Sudahlah itu bukan urusan kamu.”

***

Gita menguap dan menggaruk kepalanya, memicingkan mata melihat jam dinding. Hampir subuh, ia pun gegas menuju toilet. Berniat mengajak ibunya subuh, bahkan ia sendiri sudah memakai mukena saat keluar dari kamar.

“Bu,”panggil Gita di depan kamar orang tuanya, ternyata pintu kamar terbuka dan tidak ada Yuda ataupun Asih.

Menduga ibunya ada di dapur, Gita pun hendak menyusul. Saat melewati ruangan yang tergembok, Gita agak minggir tidak ingin dekat. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat ada kembang tidak jauh dari pintu.

Bukan hanya kembang saja, ada juga tanah yang sudah kering. Berceceran meski tidak banyak, dari depan pintu sampai ke … belakang. Gita mengikuti serpihan bunga dan tanah itu dan pintu belakang rumah terbuka.

Kepalanya melongok keluar khawatir ada pencuri atau orang jahat, nyatanya ia menemukan orang tuanya berada di pekarangan yang dibatasi dengan pagar bambu rendah. Terlihat sedang mengubur atau membenamkan sesuatu, karena Bapaknya sedang mencangkul tanah dan Ibunya membantu meratakan.

“Mereka sedang apa dan ini dari mana,” gumam Gita sambil melihat lagi ceceran bunga. Tanpa tahu kalau bunga itu adalah baian dari sesajen yang disiapkan Bapaknya juga serpihan tanah dari kafan jenazah.

“Ayo pak, nanti keburu Gita bangun dan lihat. Yang ada malah banyak tanya.”

Mendengar suara Asih dan menyebut namanya, Gita pun gegas kembali ke kamar langsung mengunci pintu.

“Mereka sedang apa, kenapa juga takut aku lihat. Ada rahasia apa di rumah ini, apa ada hubungannya dengan ruang kerja bapak?”

 

1
maya ummu ihsan
baru ingat sama Tuhan
Rinisa
👍🏻👍🏻👍🏻
Rinisa
Syerem
Rinisa
Di Mulai teror nya...
Rinisa
judul & gambar nya bikin merinding, aku baca karya ini terakhir. . 🙊🙈
Rinisa
Seru & menenangkan...👍🏻
Rinisa
Horor terakhir yg blm ku baca...
🥰Siti Hindun
Aamiin..
🥰Siti Hindun
tegang euyyy
🥰Siti Hindun
demen banget sih tatap²an sama poci, Git🤭
🥰Siti Hindun
jadi inget celetukan ponakan aku waktu kecil, dia pernah nanya gini sama aku. bi kalo ada setan yg nama'y kuntilanak berarti ada juga dong kuntilindung?🤣🤣🤣🤣
🥰Siti Hindun
seru loh kak, untung aku baca'y jam segini. g kebayang gimana jadi'y kalo aku baca malem²
🥰Siti Hindun
begitulah manusia. ketika kita susah dn membutuhkan bantuan dari mereka yg kita dapat malah hinaan dn cacian.
🥰Siti Hindun
tatap-tatapan sama poci? siapa berani🤣🤣
🥰Siti Hindun
coba minta bantuan ma tu pocong Yud, jan cuma liatin doang😅
🥰Siti Hindun
baru mampir aku kak
estycatwoman
very nice 👍💯😊
Wisell Rahayu
baru mampir thoor masih menyimak😀
Hariyanti Katu
Aamiin🤲🤲
Hariyanti Katu
mantaf
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!