Memeluk Luka

..."manusia yang kehilangan arahnya, manusia yang kehilangan tempat pulangnya, manusia yang kehilangan segalanya, hanya tersisa raga yang jiwanya pergi entah kemana...kesana dan kemari berkelana mencari rumah untuknya pulang kembali, hingga tuhan menggambil jiwanya..."...

...✓✓✓...

Tak pernah terpikirkan oleh ku perihal seseorang yang menghabiskan cinta dalam hidupnya kepada raga yang telah tuhan bawa ke sisi Nya...

Tak pernah ku bayangkan bagaimana kelanjutan hidup seseorang yang benar-benar bertahan disini hanya untuk 'melanjutkan hidup'...

Bahkan tak pernah ku bayangkan jika ada seorang pria yang mencintai wanitanya bahkan melebihi ia mencintai dirinya sendiri.

Hingga rela menghabiskan seluruh cinta itu, bahkan cintanya masih tetap ada saat yang ia cintai telah di kebumikan abunya...

Hingga rela meraung-raung guna menyangkal segala rasa cinta yang tak kunjung berkurang itu...

Tak perduli akan cemoohan dunia kepadanya, tak perduli dunia menilai akan dirinya, yang ia tau hanyalah sakit dan sesak karna cinta itu, karna rindu itu...

Cinta yang tak akan pernah bisa membalasnya, rindu yang tak akan pernah ada obat penawarnya...

Kematian adalah salah satu cara tuhan menguatkan para hambanya, tapi tak sedikit juga orang yang berfikir bahwa kematian adalah hukuman dari tuhan untuk mereka...

Dimana tuhan merenggut seseorang tanpa meminta izin terlebih dahulu, dimana mereka merasakan sebuah sakit yang tak terlihat luka goresannya, dimana mereka merasakan rindu yang tak ada obatnya...

Tapi memang begitulah sebuah takdir berjalan...

Tapi terlepas dari semua itu, siapa perempuan itu? Siapa perempuan beruntung yang sudah mendapatkan cinta seperti itu di dunia ini?

Mendapatkan seorang laki-laki yang sudah memberikan seluruh cintanya, laki-laki yang mencintai dirinya bahkan melebihi diri sendiri...

...✓✓✓...

"Apa kabar jovandra?"

"Saya baik dok, gimana kabar dokter sendiri? Setelah berusaha buat menjadi pendengar yang baik buat para pasiennya...gimana kabar dokter?"

Serayu tersenyum simpul, ia senang karna pasien yang selalu meraung ketika menceritakan wanitanya saat sesi konsultasi kini sudah mau berbicara lebih banyak pada awal sesi pertemuan.

"Saya baik jo, perihal yang satu itu...saya rasa karna memang sudah menjadi kewajiban saya sebagai dokter yang mana memang harus mengobati pasien disini"

Jovandra mengangguk membenarkan. Benar kata dokter serayu, mau sesakit apapun seseorang, jika ia punya kewajiban maka dunia akan tetap berputar sesuai alurnya.

"Saya perhatikan, hari ini kamu merasa lebih segar? Apa tidur kamu merasa nyaman, jovandra?"

"Saya masih berusaha dalam tahap itu, dok"

"Memang harusnya seperti itu jo, segalanya itu butuh proses...seperti bayi yang baru lahir, mereka tak akan tiba-tiba bisa berjalan saat itu juga kan?"

Tanpa disadari, jovandra terkekeh mendengar perkataan dokter serayu, kini ia mengerti kenapa jerry menceritakan tentang pasien yang selalu merasa nyaman ketika melakukan konsultasi dengan dokter wanita di depannya itu.

"Apa kamu masih suka dateng ke makam mendiang ila?"

Netra milik jovandra menatap serayu, bersiap untuk menjawab segala pertanyaan yang akan di tanyakan oleh wanita itu.

"Sesekali, udah ngga se sering dulu, a-ah...maaf dok saya terlampau santai menjawabnya"

Serayu terkekeh, "ngga masalah jo, apapun yang bisa buat kamu nyaman dalam pertemuan kita, lakuin aja. Lagian kita disini buat tanya jawab konsultasi bukan tanya jawab interview"

Lagi-lagi serayu membuat jovandra terkekeh karna larut dalam pembicaraan keduanya.

"Jadi? Apa kamu masih suka nangis dan menyendiri?"

Jovandra menggeleng samar, dirinya tak berbohong soal tangisan itu. Mengingat kapan terakhir kali dirinya menangisi wanita yang teramat ia cintai

"Sebenernya ngga masalah kalo kamu nangis, justru itu adalah satu hal yang menandakan kalau kamu bisa meng-ekspresi-kan apa yang kamu rasakan. Yang harus kamu hindari itu menyendiri, kalo waktu kamu lagi senggang, coba lah sekali-kali kamu keluar jalan-jalan sekedar cari angin atau duduk santai. Atau kamu punya temen atau seseorang yang bisa kamu jadikan tempat cerita?"

"Tempat cerita saya satu-satunya cuma pusara ila dan dokter. Tapi kalau temen, saya punya satu orang sahabat kecil yang selalu ngerti keadaan saya sampai saat ini"

Jelas jovandra yang sedikit membuat serayu merasa tertegun sejenak

"Namanya jerry dok, dia juga yang nyuruh saya dateng ke psikiater dulu. Awalnya saya nolak buat kesini karna saya takut, takut menceritakan semuanya...karna kalau saya menceritakan semuanya, saya akan meraung-raung seperti saat saya menceritakan kepada dokter waktu sesi pertama konsultasi"

"Tapi meskipun kamu meraung-raung begitu, kamu ngerasa lega kan jo? Atau malah sebaliknya?"

"Rasa lega itu sedikit ada, karna sejak saat itu...saya jadi ngerti gimana cara mengontrol emosional saya, saya jadi bisa lebih legowo ketika mengunjungi ila, dan sekarang...saya sudah merasa lebih bisa tenang atas apa yang terjadi di hidup saya"

Bohong, semua yang jovandra bilang itu bohong...legowo itu tidak ada, jovandra hanya terus berusaha untuk menyangkal atas segala yang terjadi disini.

Rasa tenang itu juga tak ada, jovandra hanya berusaha menghindari hal-hal yang bisa membuat dirinya ingin meraung-raung itu.

Jovandra bukan 'sesekali' mengunjungi makam mendiang istrinya, dia masih berkunjung setiap hari terutama saat hujan turun. Karna pada saat itu, air matanya tak akan terlihat oleh siapapun bahkan dirinya sendiri.

Serayu selalu mencoba percaya dengan laki-laki didepannya, meski ia tau bahwa jovandra tengah membohongi dirinya, juga membohongi jiwa laki-laki itu sendiri.

Serayu diam, karna mungkin memang itu adalah bentuk perlindungan diri bagi jovandra agar tak kembali mengingat hal-hal yang telah terjadi, meskipun semuanya akan berakhir dengan sia-sia.

Mereka yang datang kesini harus dengan keinginan dari hati nya sendiri. Kenapa? Karna keinginan mereka untuk bangkit akan lebih besar ketimbang seseorang yang datang kesini hanya karna sebuah paksaan dari orang lain.

Tidak ada kata ikhlas disini, yang ada hanyalah terpaksa, lalu terbiasa...

Bukan hanya jovandra, serayu juga merasakan sakit ketika melihat seorang pasien nya mencoba membohongi diri sendiri agar terlihat baik-baik saja.

Lantas bagaimana dengan konsultasi yang mereka lakukan selama ini? Bagaimana akhir dari usaha jovandra yang mungkin terpaksa itu? Apakan seseorang harus menanggung sebuah akibat dari rasa cintanya? Apakah tuhan tak akan membantu jovandra untuk bangkit kali ini?

"Jovandra, mau lakukan konsultasi diluar ruangan sama saya?"

Jovandra tak langsung menjawab, ia merasa bingung karna pertanyaan dari serayu. Bukan karna berfikir negatif. Tapi ia berfikir, apa hanya dirinya yang seperti ini atau setiap pasien akan diperlakukan hal serupa?

Tapi jovandra tak ingin ambil pusing, laki-laki itu segera mengangguk mengiyakan sebuah ajakan dari dokter yang menangani jiwanya itu, lagipula konsultasi diluar ruangan itu tak akan menjadi hal yang buruk baginya.

"Terimakasih atas kesediaan kehadirannya buat sesi konsultasi hari ini, jovandra"

"Terimakasih kembali karna selalu jadi pendengar yang baik, dokter serayu"

Setelah berjabat tangan, jovandra memilih untuk langsung meninggalkan ruangan itu menyiskan serayu yang menatap kepergian pasiennya dengan sendu.

Berusahalah untuk bangkit, jovandra...

To be continued...