Rifan adalah seorang remaja yang pendiam dan cenderung tertutup. Sejak kecil, ia selalu menjadi sasaran empuk bagi para pembully di sekolahnya. Hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan rasa rendah diri, Rifan sering merasa putus asa dan tidak berharga. Namun, di balik kelemahannya, tersembunyi semangat dan potensi besar yang menunggu untuk ditemukan.
Suatu hari, Rifan bertemu dengan seorang guru bela diri yang melihat potensi tersembunyi dalam dirinya. Dengan bimbingan dan latihan keras, Rifan mulai mengasah keterampilan fisik dan mentalnya. Proses ini tidak hanya mengubah tubuhnya menjadi lebih kuat, tetapi juga membangkitkan keberanian dan kepercayaan dirinya.
Dalam perjalanannya, Rifan bertemu dengan tiga wanita yang mengubah hidupnya secara signifikan yaitu aiko, miyu, dan sakura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifan Darmawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 10
Rifan pun mengajak Miyu untuk bertemu, untuk menjelaskan apa yang terjadi. "Miyu, bagaimana kalau kita bertemu dulu? Aku akan menjelaskan semuanya nanti," tanya Rifan dengan suara penuh harap melalui telepon.
Miyu menyetujuinya dengan senyum lembut yang mencerminkan kehangatan dan kesetiaan kepada Rifan. Ketika ia mengatakan, "Baiklah, kalau begitu kita bertemu di rumahmu," suaranya terdengar penuh dengan keyakinan dan kepastian.
Rifan di sisi lain, bereaksi dengan kepanikan yang jelas terlihat di wajahnya. Matanya mungkin sedikit membesar, dan ekspresi wajahnya mencerminkan kebingungan dan kecemasan yang mendalam. Ketika ia bertanya, "Apa?! Di-di rumahku?" suaranya mungkin sedikit gemetar, menunjukkan betapa terkejutnya dia dengan permintaan Miyu.
Miyu menjawab dengan nada yang menggambarkan rasa humor dan cinta, mencoba untuk meyakinkan Rifan bahwa tidak ada yang salah dengan kunjungan ke rumahnya. Saat dia mengatakan, "Memangnya kenapa? Aku ini pacarmu, apa salahnya aku mampir ke rumahmu?" ekspresi wajahnya mungkin menunjukkan sedikit kebingungan atas reaksi Rifan, namun tetap dengan sikap yang percaya diri dan penuh kasih.
Terakhir, Rifan mungkin mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, sebelum akhirnya menyetujui dengan kata-kata, "Baiklah, baik. Aku akan memberikan lokasinya padamu," mencoba untuk menangani situasi yang tiba-tiba ini dengan hati-hati dan kehati-hatian.
Beberapa waktu kemudian, suara ketukan pintu diiringi suara Miyu terdengar, membuat Rifan segera membukakan pintu.
Namun, tiba-tiba Miyu masuk seakan rumah itu miliknya sendiri. "Hey Miyu, mengapa kau masuk begitu saja?" tanya Rifan, sedikit terkejut dengan kecerobohan Miyu.
Miyu tertawa kecil, "Hehe, maaf ya. Aku ingin melihat rumah pacarku, aku terlalu bersemangat," ucapnya dengan ekspresi wajah yang penuh keceriaan dan kebahagiaan.
Rifan melihat ekspresi wajah Miyu yang ceria dan merasa hangat di dalam hatinya, meskipun sedikit terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Rumahmu terlihat rapi ya, tak disangka anak laki-laki yang tinggal sendiri bisa sebersih ini," kagum Miyu pada kamar Rifan.
Rifan menjawab dengan sedikit kebanggaan, "Kau kira aku siapa? Aku ini orang terbersih di dunia, hehe." Ia menambahkan canda tawa kecil yang menggambarkan kepercayaan dirinya.
Miyu tersenyum melihat sikap Rifan yang sedikit sombong itu, sambil merasa senang bisa melihat sisi lain dari kekasihnya yang biasanya serius.
"Apa kau sudah makan, Miyu?" tanya Rifan dengan nada lembut dan penuh perhatian.
Miyu menjawab, "Belum." Terdengar sedikit ragu dalam suaranya.
"Kalau begitu, aku akan memasak untukmu," kata Rifan dengan penuh semangat dan keyakinan.
"Apa kau bisa masak?" tanya Miyu terkejut, nada suaranya mencerminkan ketidakpercayaan dan rasa penasaran.
"Mengapa reaksimu selalu terkejut saat aku mengatakan sesuatu?" tanya Rifan bingung dengan sikap Miyu yang seringkali terkejut, alisnya sedikit terangkat dan senyum tipis menghiasi wajahnya.
"Aku hanya tidak menyangka bahwa kau bisa melakukan apa pun, tapi kau malah jadi sasaran bully," ejek Miyu pada Rifan, matanya berbinar nakal.
Rifan menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku memang bisa memasak, namun itu tidak akan berguna dalam pertarungan," katanya dengan nada jujur dan sedikit muram, seolah kenangan buruk terlintas di benaknya.
"Tunggu di ruang tamu sana, aku akan membawanya kalau sudah selesai," pinta Rifan kepada Miyu dengan suara yang berusaha terdengar ringan, meski bayang-bayang kekhawatiran tampak di matanya.
Miyu pun menuruti permintaan Rifan dan menunggu di ruang tamu, sambil menyalakan TV. Selang beberapa menit, Rifan pun selesai memasak, dan ia membawa makanannya ke hadapan Miyu.
Miyu terkagum-kagum melihat masakan yang dibuat Rifan, terlihat sangat menggoda sampai perutnya berbunyi.
"Wah, tak disangka-sangka, pacarku ini bisa memasak dan terlihat enak lagi," pujinya pada Rifan dengan senyum yang cerah dan sedikit terpesona.
"Ada yang ingin aku bicarakan nanti setelah makan," ucap Rifan dengan serius, matanya menunjukkan ketegasan yang jarang terlihat.
Miyu yang kebingungan bertanya, "Apa? Sepertinya serius sekali?" Ekspresi wajahnya mencerminkan kekagetan dan keingintahuan yang mendalam.
Merasa penasaran, Miyu mencoba membaca ekspresi Rifan, mencari tahu apa yang akan dibicarakan setelah makan. Antusiasme Rifan membuatnya merasa campur aduk, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri dengan pemikiran positif.
"Makan saja dulu, kita bicarakan nanti," ucap Rifan dengan nada lembut, mencoba menenangkan kekhawatiran Miyu sambil mempersilakan untuk menikmati makanan terlebih dahulu.
Mereka pun selesai makan, tanpa waktu beristirahat miyu langsung bertanya pada rifan. "apa yang ingin kau bicarakan rifan?" tanya miyu.
Mereka pun selesai makan, tanpa waktu beristirahat, Miyu langsung bertanya pada Rifan, "Apa yang ingin kau bicarakan, Rifan?"
"Kita bicarakan nanti, aku akan mencuci piring dulu," ucap Rifan. Saat Rifan berdiri, Miyu pun ikut berdiri. "Apa yang kau lakukan? Mengapa berdiri juga?" tanya Rifan.
"Aku akan membantumu," jawab Miyu.
"Tidak perlu, kau duduk saja. Setelah aku selesai, kita nonton film," ucap Rifan. Miyu mau tak mau menuruti Rifan.
Tak lama setelah Rifan selesai mencuci piring, ia langsung mencari film untuk ditonton bersama. Suasana hangat dan akrab terasa di antara keduanya, meskipun ada ketegangan yang terpendam terkait pembicaraan yang akan datang.