Vadio dan Luna menikah paksa karena kekhawatiran orang tuanya masing-masing akan masa depan anaknya.
Setelah sah menikah, Luna menerima Dio sebagai suaminya dan melayani semua kebutuhan Dio, walaupun Dio selalu menolak kebaikan yang Luna berikan. Sikap arogan Dio sudah menjadi makanan sehari hari untuk Luna.
Berapa lama Luna bisa bertahan?
Apakah Vadio akan berubah dan mencintai Luna?
*Btw ini novel kedua aku ya guys!
yuk, lebih dekat dengan author, follow :
instagram : fareed_feeza
Tiktok : lilin28
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayo kita berpisah
"Aaa-aku fikir Mauryn itu masih hidup selama ini, maaf."
"Bukan salahmu, salahku yang tidak memperjelas."
Dio terus saja memandang nisan Mauryn seakan tak mau beranjak dari tempat itu, matahari sudah mulai meninggi ... Ingin rasanya Luna mengajaknya untuk pulang. Tapi Luna tidak sampai hati.
"Sayang, kamu pemilik hatiku ... " Ucap Dio yang sangat terdengar jelas oleh Luna.
Mendengar itu, Luna beranjak lebih dulu pergi dari pusara tanpa sepengetahuan Dio. Wanita itu tidak mau mengganggu obrolan batin Dio pada Mauryn.
Luna bersandar di pintu mobil sambil melihat sekeliling, Dio belum memunculkan batang hidungnya juga ... Yang artinya dia masih sangat nyaman berada disana.
Aku kalah telak, sampai kapanpun Dio hanya akan mencintai Mauryn, walaupun mereka sudah berbeda alam. Sepertinya Dio tidak ada rencana untuk melanjutkan percintaannya di dunia dengan wanita lain, untuk apa juga aku bertahan? Ayo kita berpisah ... Dan menjadi teman. Mungkin itu lebih baik untuk diri kita masing-masing.
*Ctaakkk!!!
Dio menyentilkan jarinya tepat di kening Luna, karena Dio melihat sedari tadi Luna terus melamun ... Tanpa tahu jika dirinya sudah kembali.
"Awh ... Sakit."
Dio tersenyum lalu mengusap lembut bekas sentilannya tadi pada kening Luna. "Kamu melamun, nanti kesambet repot."
"Ya gak di sentil juga kali." Ucap Luna yang masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, dan Dio menyusul.
Di dalam mobil.
Sepanjang perjalanan tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya.
Dio sibuk dengan pikirannya Kenapa Luna diam saja? Tanya nya dalam hati.
Sedangkan Luna sibuk dengan gambaran Dio dan Mauryn di setiap moment pada foto yang pernah dia lihat, begitu juga perkataan Dio pada saat di pemakaman tadi ... Menggambarkan bahwa hatinya sudah tidak bisa di miliki oleh siapapun.
Sampai di basement apartemen.
"Luna, apa aku ada kesalahan?" Tanya Dio yang sudah tidak Tahan ingin mengetahui kenapa Luna diam.
"Tidak." Luna memasuki lift lebih dulu dan menekan tombol lantai ruangan mereka.
Di lorong apartemen terlihat dua orang pria sedang menunggu di balik pintu, Vian dan Aldo.
Aldo memaksa Vian untuk mengantarkan ke apartemen Luna dan Dio, Aldo sangat ingin mengetahui kondisi Luna yang sekarang.
"Lunaaaa." Panggil Aldo saat Luna sudah mulai mendekat.
"Do, tumben kesini sama kak Vian? Tanya Luna heran.
"Aku kepikiran kamu terus." Ucap Aldo dengan wajah sendunya.
"Aku gak apa-apa, kamu tenang aja ... "
Dio memandang Aldo dengan tatapan sangat tidak bersahabat, "Sudah kan bertemunya?" Ucap Dio.
Luna menginjak sebelah kaki Dio, karena secara tidak langsung itu mengusir kedatangan Vian dan juga Aldo.
"Kami sudah menunggu sejak lama, bokongku ingin sekali duduk di sofa mu yang empuk itu, berdiri sedari tadi membuatku sedikit pegal." Ucap Vian.
"Terserah." Dio masuk ke ruangan nya terlebih dahulu.
Luna tersenyum pada kedua tamunya, "Ayo tunggu apalagi? Pemiliknya sudah mengizinkan kalian masuk."
Vian dan Aldo menurut saja.
Aldo terus berdekatan dengan Luna , memperlambat gerakan melangkahnya untuk menyetarakan Luna yang tidak boleh berjalan terlalu cepat. Sedangkan Vian, pria itu sudah mendudukan dirinya dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran di sofa yang dia bilang empuk.
Luna berada di dapur, hendak menyiapkan minuman untuk Vian dan Aldo, dengan sigap Dio menghampiri dan melarang istrinya melakukan itu, "Biar saja mereka ambil sendiri, tidak usah kamu layani, tanganmu masih pemulihan Luna." Ucap Dio dengan nada sedikit emosi.
"Baiklah," Ucap luna yang langsung berlalu begitu saja, lalu menghampiri Vian dan Aldo.
***
Luna memesan banyak makanan untuk Vian dan Aldo via pengantar online.
Ajak bergabung atau tidak yah? Ucap Luna menimbang-nimbang di dalam hatinya.
Luna memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Dio, dan mengajaknya makan siang bersama,
*Pintu di ketuk.
"Kenapa?"
"Ayo makan siang bersama."
Dio menutup pintu kamarnya, dan memutuskan untuk bergabung dengan ketiga nya.
"Lun, daging Rica-rica nya enak banget, buka mulutmu ... cobalah." Ucap Aldo yang menyodorkan sendok yang berisi makanan pada Luna.
Suap menyuap antar Aldo dan Luna bukanlah suatu hal romantis bagi keduanya, karena Aldo Luna dan Karina sering melakukan seperti itu jik menemukan makan yang enak, sahabatnya pun harus ikut mencoba.
Tapi adegan itu sangat menganggu jika di lihat dari sudut pandang Dio, " Luna bisa makan sendiri." Ucapnya dengan ketus.
"Enak tidak? Hm?" Ucap Aldo pada Luna yang tidak menghiraukan perkataan Vadio.
Vian sebagai penonton cinta segitiga yang ada di hadapannya kali ini hanya bisa tersenyum, melihat adiknya yang sekuat tenaga mempertahankan gengsinya untuk tidak posesif pada Luna yang selalu di perlakukan manis oleh Aldo.
"Enaaaak. Nanti next aku mau pesen itu ah." Ucap Luna dengan senyum sumringah.
"Setelah makan sebaiknya kalian pulang." Ucap Dio yang menyudahi aktivitas makan nya dan berlalu menuju kamarnya.
"Kok tantrum sih dia?" Ucap Aldo menunjuk Dio dengan dagunya pada Luna.
Luna hanya mengedikkan kedua bahunya, karena dia tidak mau membahas apapun soal Dio sekarang.
*Selesai makan
"Nonton film horor gimana?" Ucap Vian yang selalu saja ada ide nya untuk membuat Dio panas terbakar cemburu dan gengsinya.
"Aaaayo!!!!!" Luna bersemangat sekali, karena kegiatannya kali ini bisa sedikit menghilangkan kegalauan yang sedari tadi dia rasakan sepulang dari makam.
"Suamimu?"
"Dio memang seperti itu, tidak perlu khawatir." Ucap Vian menenangkan Aldo yang merasa tidak enak hati jika berada di apartemen Luna dan Dio.
Satu jam kemudian,
Dio keluar dari kamarnya, berharap dua orang yang tidak di inginkan itu sudah pulang, tapi nyatanya suara obrolan mereka masih terdengar dari ruang tv.
Pria itu menghampiri ketiga orang tersebut dengan wajah yang sangat tidak ramah, "Luna, minum dan pakai obat, ayo."
"Iya Sebentar Dio ... filmnya tinggal 25menit lagi." Tawar Luna.
Dio menarik tangan luna pelan, "Menurutlah." Ucapnya dengan nada rendah.
"Disini saja minum obatnya Lun." Aldo menyarankan.
Dio berdecak sebal mendengar apa yang Aldo katakan.
"Maksudmu aku harus memperlihatkan bagian belakang tubuh istriku? Hah?" Ucapnya dengan nada yang sedikit emosi.
"Sudahlah Al ... Biarkan dulu Luna di obati," Ucap Vian yang tidak ingin ada keributan.
"Ayo ayo ... " Ajak Luna pada Dio memasuki kamarnya.
Pemberian obat oles kedua kalinya sudah berlangsung lancar, tidak se kaku di awal, Tapi dorongan untuk berperilaku sebagai pria normal selalu menggebu dalam diri Dio, sebisa mungkin dia menahannya, dari pada harus malu seperti semalam.
Setelah selesai, Luna menggunakan bajunya, dan hendak beranjak menghampiri Aldo dan Vian kembali, dengan cepat Aldo menahan pergelangan tangannya. " Mau kemana?"
"Loh? Ke Aldo dan kak Vian lah, masa mereka di biarin gitu aja."
"Disini dulu sebentar, " Ucap Dio.
Entah apa yang ada di fikiran Dio, dia hanya duduk berhadapan dengan Luna di dalam kamar tanpa melakukan apapun.
"Ish .. Apa apaan ini membosankan sekali, lebih baik aku lanjut menonton." Ucap Luna yang langsung beranjak berdiri.
Tanpa aba-aba Dio menahan tengkuk Luna, dan menc!um b!b!r Luna untuk pertama kalinya.
Kedua mata Luna terbuka lebar, wanita itu tidak mengelak dia hanya diam.
lanjutttttt 😂😂💪💪💪