Pelampiasan Hasrat Suami Kejam

Decit ban mobil terdengar nyaring saat beradu dengan aspal, tubuh Varen dan Citara tersentak ke depan hingga hampir mengenai kursi di depannya karena paman Arya menginjak pedal rem secara tiba-tiba.

“Tuan, Nyonya, maafkan saya. Apakah ada yang terluka?” tanya paman Arya memastikan kondisi Varen dan Citara yang berada di kursi tengah.

“Semua baik-baik saja,” sahut Varen begitu santai seperti tidak terjadi sesuatu.

Sementara itu wajah Citara sudah pucat pasih. Namun, dengan santainya si Monster Salju mengatakan semua baik-baik saja.

Tidak tahukah Varen jika saat ini jantung Citara sedang berpacu kencang.

Deg! Deg!

Citara memegangi dadanya yang bergemuruh, keringat membasahi dahi Citara saat mobil yang mengikuti mereka berhasil menghadang.

Kilatan wajah khawatir begitu kentara tercetak di wajah pucat Citara, lain halnya dengan Varen yang tidak terlihat khawatir sedikit pun.

Monster salju itu menarik salah satu sudut bibirnya sembari berdecih.

“Aku yang akan mengurusnya.” Varen menatap enteng ke depan.

Paman Arya yang berada di kursi kemudi tampak menganggukkan kepala, ia sudah hapal akan sepak terjang sang tuan, tentu ia yakin jika tuannya itu bisa mengatasi bedebah kecil seperti saat ini.

Citara menolehkan kepalanya ke samping, bola mata indah miliknya menatap tidak percaya ke pada suami kejamnya.

“T-tuan tunggu,” ucap Citara tergagap dengan kepala tertunduk.

Varen yang awalnya hendak keluar dari mobil menjadi tertunda, Monster Salju itu menoleh seraya mengjungkitkan sebelah alis tebalnya.

“Apa tidak sebaiknya kita menelfon polisi, di luar sangat berbahaya,” tutur Citara yang bersuara sangat pelan.

Perlahan sudut bibir Varen terangkat, ia merasa Citara meragukan kemampuannya. Tidak tahukah wanita itu jika dirinya sudah sering mengalami situasi seperti ini, sehingga tidak sedikit pun ia merasa khawatir apalagi takut.

Monster Salju itu memperhatikan wajah Citara sejenak, lalu melenggang turun dari mobil tanpa menjawab ucapan Citara.

Sontak Citara membulatkan matanya lebar.

“Paman Arya, ayo minta bantuan polisi!” seru Citara merasa ketakutan.

Pria yang diajak Citara bicara itu malah tersenyum kecil, lantas menjawab, “tuan bisa mengatasinya tanpa bantuan mereka, Nyonya.”

Citara menggelengkan kepala sangking tidak percayanya, dalam situasi berbahaya seperti saat ini semua orang yang ada di sekitar Citara malah memasang wajah tenang. Citara merasa frustasi sendiri.

Sementara itu, paman Arya yang memperhatikan gelagat istri tuannya dari kaca di dalam mobil hanya bisa mengucap syukur.

“Lihatlah, Tuan. Anda sangat beruntung dikhawatirkan oleh seorang istri tanpa diminta,” gumam paman Arya dalam hati.

Di sisi lain, Varen berjalan santai menghampiri musuh dengan kedua tangan berada dalam saku celana.

Dua mobil yang berisi anggota X Black mulai berkeluaran dan membentuk formasi huruf X dengan Varen yang berada di tengah-tengah.

Citara yang berada di dalam mobil semakin merasa tidak tenang saat musuh yang menghadang mereka keluar dari mobil itu.

“Astaga mereka membawa pistol!” Mata Citara membola tajam. “Paman, kenapa kita hanya diam saja,” pekik Citara gusar.

Di tengah-tengah kegusaran Citara, Varen mengangkat satu tangannya. “Menyingkirlah!” titah Varen.

Formasi anggota X Black berubah dalam sekejab, empat orang berderet di sisi kanan, dan empat orang lagi berada di sisi kiri sehingga posisi Varen tidak lagi tertutupi.

Deg! Deg! Deg!

Jantung Citara bertalu-talu tidak menentu, ia menganggap Monster Salju itu sangat nekat dan gila.

Dari kejauhan Citara dapat melihat ke-empat musuh yang merupakan anak buah Benzena mengarahkan pistolnya ke arah Varen. Namun, tidak sedikit pun Monster Salju itu gentar.

Bidikan senjata api itu malah menggelitik si Monster Salju.

“Empat lawan satu?” ejek Varen dengan aura permusuhan yang membara. “Pecundang, sama seperti pemimpinnya,” lanjutnya.

Sontak keempat orang yang merasa terhina itu bersiap menekan pelatuk pistolnya dari keempat sisi.

Secara tiba-tiba, Varen tertawa renyah di ujung kegentingan yang sedang berlangsung. Dahi para anggota Benzena berkerut dalam.

Tampak raut wajah bingung di wajah para anggota Benzena, hal itu tidak disia-siakan oleh Varen.

Disaat fokus musuh terpecah, dengan sigap Varen mengeluarkan dua pistol yang berada di sabuk pinggangnya.

Dor! Dor!

Dua tembakan mendarat sempurna di dahi dua pria berbadan kekar yang merupakan anggota musuh.

Musuh yang tersisa tampak terkejut. Belum hilang rasa terkejut, hal tidak terduga pun terjadi.

“Tembak!” teriak Varen begitu lantang.

Pada saat itu pula para anggota X Black yang sudah terlatih dengan senjata api langsung melepaskan peluru mereka secara bersamaan.

Dor! Dor!

Dua kepala musuh habis tidak berbentuk akibat dari serangan delapan peluru yang bersarang di kepala keduanya.

“Nice!” Seringai puas terbit di wajah Varen sang pemimpin anggota X Black.

Mata Citara yang sedari tadi terfokus pada apa yang sedang terjadi mendadak kaku seakan lupa bagaimana caranya untuk berkedip.

“Tuan, kau memang selalu hebat,” puji paman Arya yang begitu bangganya pada sang tuan.

Sementara Citara menggelengkan kepala seraya menutup mulut dengan kedua telapak tangan.

Entah sudah berapa banyak hal gila ia saksikan hari ini, Citara benar-benar tidak menyangka ada manusia seperti Varen.

“K-kalian gila!” Bibir Citara bergetar seiring dengan tubuhnya yang bergetar juga.

Paman Arya melirik sekilas, bola mata pria itu melihat betapa pucatnya wajah sang nyonya lewat pantulan kaca yang ukurannya tidak seberapa.

“Anda benar, Nyonya, dan tuan punya alasan dalam setiap tindakan yang dilakukannya.”

“Alasan apa? Untuk memuaskan jiwanya yang suka menyakiti orang lain!” cecar Citara, tak habis pikir dengan jawaban dari tangan kanan suaminya.

“Sepertinya nyonya harus lebih mengenal tuan,” sahut paman Arya datar.

Citara bungkam, ia enggan menjawab. Untuk apa mengenal si Monster Salju lebih dalam, pikir Citara.

Terlalu sibuk bergelut dengan pikirannya, Citara sampai tidak menyadari jika Varen sudah berada di samping mobil—hendak masuk.

Brak!

Suara pintu yang ditutup dengan kasar oleh Varen mengagetkan Citara hingga tersentak dan nyaris berteriak. Lain halnya dengan paman Arya yang tampak tidak terganggu sedikit pun.

“Kerahkan anggota kita yang lainnya untuk membersihkan bekas kekacauan kecil hari ini,” titah Varen pada paman Arya.

“Baik, Tuan.” Lagi-lagi paman Arya mematuhi semua perintah yang meluncur dari bibir tuannya.

Setelah melayangkan titah tersebut, Varen menyandarkan tubuhnya di kursi mobil tanpa memperdulikan seseorang di sebalahnya yak tak lain dan tak bukan adalah Citara.

Citara mencuri padang untuk melihat wajah suaminya, diliriknya si Monster Salju yang sedang memejamkan mata.

Tanpa disadari oleh Citara, paman Arya memperhatikan wanita yang sedang curi-curi pandang itu.

“Kenapa Anda menatap tuan seperti itu, Nyonya?” tanya paman Arya tanpa menoleh ke belakang.

Deg!

“Ha?” Citara tersentak kaget.

Wajahnya mendadak celong seperti kambing yang kebingungan. Ia tertangkap basah sedang mencuri pandang pada suaminya sendiri.

Di samping itu, Varen masih saja memejamkan mata tidak perduli, dan Citara merasa beruntung untuk itu.

Namun, pada kenyataannya Varen menyeringai kecil tanpa Citara ketahui.

Bersambung ….

Yaelah mas monster satu ini buat Othor senam jantung aja deh. Ada yang samaan gak nih???