Aksa yang selalu saja merasakan sakit hati kala jatuh cinta, kini ia harus merasakan sakit hati lagi kala sang kekasih memilih pergi kala pernikahan akan berlangsung besok.
Mau tidak mau demi menjaga martabat keluarga dan Perusahaan, Aksa harus menikahi Adik Iparnya, Yara.
Apakah yang terjadi dengan pernikahan serba terpaksa mereka?
jangan lupa follow, vote, dan like yaa 🤩
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 (Revisi)
•
•
Aksa berbaring di tempat tidur, sementara Yara masih berdiri karena bingung harus tidur dimana. Mau tidur disofa, Yara merasa dirinya akan terjatuh nanti. Yara hanya diam dengan tangan yang menggaruk tengkuknya sendiri. Sembari memerhatikan Aksa yang tengah membaca buku, ntah apa yang tengah dibaca pria itu.
“Kenapa kau tidak tidur?” Tanya Aksa tapi masih fokus dengan buku ditangannya.
“Tidur dimana?” Tanya Yara balik. Aksa yang fokus membaca buku seketika langsung menutup bukunya begitu saja. Menatap Yara dari atas sampai bawah, bocah itu benar-benar menyedihkan dimatanya.
“Ck,” Aksa berdecak, ia tidak mau menjadi orang yang bodoh karena perasaan itu. “Tidur di genteng, atau di rooftop juga terserah.” Ucap Aksa dengan nada ketus. Sudah jelas jelas begitu lebar tempat di sampingnya tapi bisa-bisanya Yara masih bertanya lagi.
“Kalau genteng kejauhan, Kak.. Emm, aku tidur disini aja deh..” Kata Yara dengan wajah lugu membuat Aksa tercengang sebentar.
Yara berbaring di lantai dengan berbantalkan lengannya sendiri. Seperti tidak bermasalah dengan apa yang ia lakukan, terlihat biasa saja. Aksa menggelengkan kepala saja melihat tingkah Yara, cukup aneh dimatanya.
Sementara Yara, ia susah mati menutupi bagian dada dan bawahnya. Karna Yara tidak memakai celana dalam ataupun br*. Jika ia memakai benda itu, sudah pasti Yara tidak akan mengambil jalan tidur dilantai. Sekalipun katanya Aksa tidak akan tergoda, tetap saja dirinya harus waspada.
Masih melamun dengan pikiran yang melalang buana, tiba-tiba saja Yara dikejutkan dengan kaki Aksa yang menendang kecil kakinya.
“Hei, pindah! Naik keatas kasur, jangan seperti gembel dimataku.” Perintah nya dengan ekspresi datar.
Yara langsung terduduk, ia mengelus kakinya yang ditendang Aksa tadi. Memang tidak sakit, hanya saja apa harus dengan cara itu menyuruh nya pindah.
“Aku diperlakukan selayaknya orang gila sama ni orang, sarap!” Gumam Yara di dalam hati.
Mata tajam Aksa memerhatikan Yara yang menatap kakinya, ia menjadi sedikit merasa bersalah karena kelakuannya tadi.
“Yara, segera naik!” Perintahnya lagi.
Yara langsung bangkit, ia langsung naik keatas kasur. Berbaring dengan membelakangi Aksa, tidak ada berbicara kata sedikitpun.
“Sembarangan aja ngelakuin hal itu kepadaku, karna dia kaya jadi bersikap begitu? Idihhh, sok banget.” Yara terus mengomel didalam hati.
Kala Yara mau memejamkan mata, suara Aksa membuka pintu terdengar di telinganya. Yara langsung mengambil posisi untuk melihat apa yang dilakukan oleh pria itu. Ternyata Aksa sedang membuka pintu menuju rooftop, dan Yara juga melihat tangan Aksa membawa sebungkus rokok.
Tidak mau berpikir sendiri, dan seperti nya Yara juga belum ingin tertidur. Yara bangkit untuk melihat apa yang dilakukan Aksa. Pria itu terlihat sedang melamun sembari menghisap nikotin dengan penghayatan penuh.
Helaan napasnya terdengar sangat berat, seperti mengeluarkan beban yang berat di dalam pikirannya. Pelan-pelan Yara melangkah mendekati Aksa, pria itu masih belum menyadari kedatangan nya.
“Kata orang, merokok itu tidak bagus untuk kesehatan.” Ucap Yara dengan tangan bersedekap didada.
Tentu saja Aksa langsung menatap kearahnya, hanya sebentar saja. Ia kembali menghisap barang rokok lalu membuang asap nya jauh dari Yara.
“Huh, Kak..”
“Hem,”
Yara langsung menatap kearah Aksa dengan tatapan aneh, karena pria itu selalu merespon seadanya saja. Seperti tidak ada kata lain yang lebih menyenangkan didengar.
“Tidak memakai dalaman, emang tidak dingin?” Pertanyaan Aksa membuat Yara langsung melotot sempurna.
Spontan kedua tangan Yara langsung menutup bagian dada nya. Ia menjadi panik sendiri, sempat lupa tadi.
“Lebih baik Kakak diam aja deh.. Sekalinya ngomong bikin orang panik mulu.” Ucap Yara kepada Aksa yang malah menatapnya datar.
"Dulu, Hera selalu merebut rokok ini dariku. Dia candu sekali dengan rokok, apa kau tidak seperti dia?" Tanya Aksa dengan menatap Yara yang hanya terdiam.
"Kau salah kalau menganggap kami dekat, Kak. Hubungan ku dengan dia tidak pernah hangat, selalu ada selisih diantara kami. Aku tidak tahu alasannya apa, aku rasa hal seperti itu ada dari aku lahir." Jelas Yara dengan tatapan sendu, jujur hanya Aksa yang tahu semua ini.
Yara tidak pernah bercerita kepada siapapun, ia saja tidak memiliki teman dekat untuk berbagi suka duka. Semua Yara hadapi sendiri, mulai dari senang dan sedih.
Aksa dan Yara saling tatap dalam diam, tidak ada yang bicara diantara mereka. Hanya ada keheningan dan angin malam yang memenuhi suasana. Kala Yara ingin bicara lagi, suara orang-orang mengejutkan mereka.
“Aku yakin pasti kejadian malam pertama sudah terjadi, Ayah..”
Suara itu membuat Aksa langsung membuang rokoknya, menginjak lalu menarik tangan Yara agar lebih dekat dengannya.
“Ada apa, Kak?” Tanya Yara dengan ekspresi terkejut.
Jari telunjuk Aksa mendarat pada bibir Yara bermaksud agar gadis itu diam. Yara mengangguk saja, ia pasrah kala tangannya digenggam oleh Aksa. Melangkah memasuki kamar kembali dengan langkah mengendap-endap.
“Bagaimana cara kita mengintip nya, Kak?”
“Aku punya kuncinya, sudah aku minta sama pihak Hotel. Lagian kita semua sudah menikah, mengintip soal begini tidak dosa.”
Ingin sekali rasanya Aksa mengutuk Kakak nya itu, bisa-bisanya mengajak Jake serta Hani mengintip kamarnya.
Yara masih bingung tentu saja, ia hanya menatap Aksa saja yang terlihat sedang berpikir serius. Yara semakin terkejut kala Aksa membawanya menuju pintu masuk, ia ingin protes tapi tidak berani kala melihat tatapan mata Aksa.
Aksa membawa Yara bersandar pada pintu kamar. Sengaja membenturkan tubuh Yara sedikit kuat, agar orang-orang diluar mendengar apa yang terjadi.
“Aduh.. Kak sakit tau,” Protes Yara, ia tidak mengerti apa yang dipikirkan suaminya itu.
“Diamlah, jangan banyak protes. Sekarang aku mau kau berakting, seperti selayaknya orang yang berhubungan.” Ucap Aksa dengan berbisik.
“Berhubungan? Seperti apa, Kak?” Yara benar-benar tidak mengerti. Dia adalah gadis polos yang pergaulan nya dijaga ketat oleh sang Ayah. Ya sekalipun Ibu Hanum tidak menganggap nya sebagai anak begitu pula Reynald. Yara tetap menjaga diri dengan baik, dan itu murni untuk suaminya kelak.
“Orang kawin, pernah dengar suara orang kawin tidak?” Tanya Aksa, sontak Yara menganggukkan kepala. “Cepat, desah!” Perintahnya.
Yara merasa aneh dengan ini semua, tapi melawan pria dihadapan nya ini bukanlah tindakan yang bagus. Yara yakin Aksa pasti akan marah, dan juga ini semua soal harga diri pernikahan mereka.
Berusaha memberanikan diri, Yara menarik napas dalam-dalam.
“Ah.. Terus.. Pelan-pelan.. Kenapa kau bergerak cepat sekali, Kak? Ahh..”
Tangan Aksa yang awalnya memenjarakan Yara seketika langsung turun. Ia menelan saliva nya kala mendengar suara desahan Yara, terdengar sangat merdu.
“Sudah belum?” Tanya Yara dengan berbisik, ia menatap Aksa lekat-lekat.
Karna Aksa hanya diam menatapnya saja, Yara mengambil keputusan sendiri.
“Ah.. Iyaa.. Lagi, ahhh.. Emmm..” Bibir Yara dibungkam oleh bibir Aksa. Mata Yara membulat sempurna, ia mendorong tubuh Aksa agar melepaskan pagutan nya.