NovelToon NovelToon
Meraih Mimpi

Meraih Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: isha iyarz

" Tapi sekarang kamu jauh dari abang. Siapa yang melindungimu kalo dia kembali merundung? " Arya menghela napas berat. Hatinya diliputi kebimbangan.
" Kalo dia berani main tangan pasti Diza balas, bang! " desis Diza sambil memperhatikan ke satu titik.
" Apa yang dia katakan padamu? " Arya menyugar rambut. Begitu khawatir pada keselamatan adiknya di sana. Diza menghela napas panjang.
" Mengatakan Diza ngga punya orang tua! Dan hidup menumpang pada kakeknya! " ujarnya datar.
" Kamu baik-baik saja? " Arya semakin cemas.
" Itu fakta 'kan, bang? Jadi Diza tak bisa marah! " pungkasnya yang membuat Arya terdiam.
Perjuangan seorang kakak lelaki yang begitu melindungi sang adik dari kejamnya dunia. Bersama berusaha merubah garis hidup tanpa menerabas prinsip kehidupan yang mereka genggam.
Walau luka dan lelah menghalangi jiwa-jiwa bersemangat itu untuk tetap bertahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isha iyarz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Wajah Melati pucat pasi saat menatap nanar tubuh yang terbaring lemas diatas kasur busa di lantai. Dia berusaha sekuat tenaga menenangkan debaran jantungnya saat melihat tubuh Tama yang dihiasi tato itu penuh luka.

Dia sudah terbiasa mengobati pasien luka parah di IGD rumah sakit sebelum pindah praktek di puskesmas. Namun mengobati tubuh tinggi besar dihiasi tato dengan tampang garang itu baru kali ini.

Jika bukan permintaan Arya dan Diza dia tak akan sudi menyentuhnya. Entah mengapa dia sedikit gentar mengobati luka itu karena mata sang pemiliknya terus mengawasi.

Lebih dari setengah jam yang terasa lama bagi Melati akhirnya selesai. Tubuh Tama dipenuhi perban. Lelaki itu ngotot menolak dibawa ke rumah sakit. Akhirnya Diza menawarkan bantuan Melati. Gadis ayu itu mengira akan memeriksa Diza atau memberikan obat bagi Arya, dia ikut ke rumah dengan hati riang saat Diza menjemputnya.

" Dia siapa? " Melati mendekati Arya yang sedang duduk di ruang tamu. Diza ikut duduk di sana.

" Saudara angkat " Arya menyungging senyum kaku. Dia tak bisa menjelaskan hubungan mereka pada Melati semudah itu. Begitu banyak kekhawatiran dihatinya sekarang. Walau dia tahu Melati bukan sosok gadis yang senang membawa cerita ke banyak tempat.

" Bisa rahasiakan dulu keberadaan bang Tama, Mel? " Arya menatap setengah memohon. Melati mengangguk pasti.

Sudah tugasnya merahasiakan keadaan pasien jika dia menginginkan. Apa lagi ini juga keinginan Arya. Sepertinya mereka punya rahasia yang tak ingin lelaki itu bagi. Melati tak merasa keberatan.

" Kalo gitu akui pulang dulu, bang! Oh, ya gimana dengan kuliah kemarin? Abang mau daftar? " Melati yang sudah berdiri menahan kakinya melangkah.

Arya menggaruk kepala. " Belum ada keputusan, Mel! Khawatir keteteran membagi waktu " jelas Arya ikut berdiri.

" Ayo, Diza anter, kak! Sudah dibayar belom? " gadis itu menarik jilbab instannya yang sedikit terturun menutupi dahi.

" Udah tadi bang Arya kasi " sahut Melati mengikuti langkah Diza menuruni tangga. Mereka pulang sambil bercakap-cakap ringan. Rumah mereka juga tidak begitu jauh. Hanya berjarak lima rumah saja.

*****

Kesehatan Tama kembali lebih cepat. Selain karena Melati disiplin mengobatinya, lelaki itu juga menurut saat disuruh istirahat total demi kesembuhan luka-lukanya.

Dia sedang berdiri di jendela dapur yang terbuka lebar. Menikmati udara sejuk yang berhembus. Kapan terakhir dia menikmati suasana seperti ini? Hidupnya selalu dipenuhi persaingan yang membuat otaknya tak pernah tidur.

" Udah bangun, bang? " suara Arya di pintu dapur membuatnya menoleh. Dia hanya mengagguk sambil beranjak menuju meja makan.

Bahkan demi dia bisa ikut makan bersama, Arya berusaha membuat meja makannya jadi tinggi dengan menambah kayu dibagian kakinya. Karena Tama kesusahan duduk makan di lantai sementara kakinya masih dipasangi gips.

Mereka duduk di meja makan sambil menikmati lontong sayur yang dibeli Arya saat di jalan tadi. " Aku akan pergi nanti sore, bocah! " Tama membuka percakapan.

Lebih cepat dia pergi lebih baik. Banyak urusan yang harus dia selesaikan segera.

" Abang sudah sembuh? " Arya melirik ke bawah. Walau kaki Tama tidak terlihat olehnya.

" Sudah sebulan lebih aku disini_"

" Dan abang tidak merepotkan kami! " Arya buru-buru memotong kalimat itu. Walau dia tahu pasti dihadiahi tatapan sengit setelahnya.

Tama menghembuskan napas kesal. " Urusanku bukan sekedar empat monyet itu, bocah! Aku harus kembali ke kota! " Tama mengepalkan tangan hingga buku-bukunya menonjol kaku.

" Abang menerima saran? " Arya menatapnya berani. Tama menunggu.

" Kita bisa menjalani hidup normal di sini. Abang bisa menjadi saudara tertua kami. Melakukan usaha halal yang lebih baik! " Arya menahan napas.

Tama mendelik tak terima.

" Kau pikir aku sudah tua dan tak berguna, heh? Usaha apa yang kau maksud? Menjadi kacung untuk juragan pupukmu itu? Bertahun-tahun kalian menyingkir hanya untuk membesarkan tubuhmu saja, he? " Tama melotot.

Arya melirik sekilas tubuhnya tanpa bicara. Dia memang bertumbuh besar dari sebelas tahun lalu. Tubuh atletis dengan massa otot yang cukup membanggakan karena bekerja keras sejak lama. Kulitnya eksotis. Coklat dan bersih.

" Ada apa berteriak-teriak, bang? " Diza tiba-tiba masuk dan meletakkan tas sekolahnya keatas meja. Mata lentiknya meneliti wajah kedua pria itu bergantian.

" Abangmu ini menawariku pekerjaan receh di gudang pupuknya itu " Tama berdecih.

" Bang Tama ingin kembali ke kota! " Arya menatap adiknya. Diza mengerti.

" Abang ngga bisa pergi sebelum sembuh! " Diza menantang mata tajam Tama yang terasa menusuk hingga ke hati.

" Aku tak butuh pendapatmu, bocah! " ketus Tama. Diza tertawa.

" Abang belum membayar yang sudah kami lakukan! " ujarnya tak kalah ketus.

Tama melotot. " Kau ingin hitung-hitungan, he? " wajahnya memerah.

" Tentu saja! " tukas Diza cepat. Brak!Tama menggebrak meja! Namun Diza hanya bergeming. Arya yang menatap adiknya khawatir. Dia tahu Tama pemberang. Sepak terjangnya sebagai pimpinan preman dikotanya dulu tak diragukan. Arya tahu walau dia masih anak-anak.

" Abang sekarang cuma macan ompong! Kembali kesana sama artinya menyerahkan diri! Percuma aku menyelamatkan orang yang bertahan untuk mengisi perut saja lalu menyerahkan kepala kepada musuh! " Diza membalas tatapan murka dari Tama.

Namun dia tidak melakukan apa pun pada gadis itu. Mata lentik itu menahannya agar tidak bergerak. Mata yang menemukannya di ujung gang kemarin. Terkejut untuk kemudian bersikap normal saat dihadapan empat pria dibelakangnya.

Gadis itu mengenalinya begitu saja. Padahal dia tidak ingat sama sekali. Sama seperti dulu, saat dia tidak peduli ketika Arya kecil menggandeng erat tangan mungil milik adiknya yang tiba di dalam markas. Tak ada yang spesial selain hari yang diinformasikan Arya untuknya.

Tama memanggil seorang kepercayaannya mengantar kedua saudara itu menjauh dari kota. Dia bahkan tidak melirik sama sekali pada anak kecil yang melangkah cepat dibelakang kakaknya dan sesekali menoleh kearahnya.

Gadis yang membalas dengan menyelamatkan nyawanya kemarin. Mata itulah yang menahannya agar tidak bersikap barbar sekarang. Meluapkan amarah karena ada yang berani menentang kata-katanya.

Mereka terdiam cukup lama. " Berapa harga yang harus aku bayar, bocah? " Tama melirik Diza dengan wajah mengeras.

Arya menatap adiknya penasaran. Ternyata dia tak begitu mengenali Diza. Gadis itu selalu punya kejutan untuknya. " Abang ngajarin aku ilmu beladiri! " Diza memajukan tubuhnya dengan wajah berbinar.

Kedua pria itu saling melempar pandang tak percaya. Tama mengeluh di dalam hati. Dia tak pernah melompat-lompat selama tinggal di rumah itu. Tak ada latihan apa pun kecuali menggerakkan tangan saat Melati datang mengontrolnya.

Entah dari mana bocah perempuan ini tahu bahwa dia menguasai ilmu beladiri. " Abang pimpinan preman 'kan? Emang ada seorang pemimpin dunia hitam begitu ngga bisa bela diri? " Diza mengerti keheranan Tama yang dia sembunyikan.

" Dunia hitam? " Tama mengangkat sebelah alisnya tinggi. Tergelitik dengan istilah itu.

" Jadi karena kehidupanku kelam jadi aku harus mensucikan diri, begitu maksudmu tadi, bocah? " Tama menatap Arya yang sedikit tersentak.

Dia menatap Tama sejenak. Memilih kosakata agar lelaki itu tidak tertarik menyerangnya karena tersinggung.

" Kita berhak hidup lebih baik, bang! Tidakkah abang merasakan ketenangan selama tinggal di sini? " Arya masih berusaha menggoyahkan keinginan Tama untuk kembali.

Mungkin lelaki dengan rahang tegas itu bersedia menuruti permintaan adiknya. Namun dia pasti akan tetap pergi jika tugasnya selesai disini. Tama tak menjawab. Dia bergegas meninggalkan dapur dan kembali ke kamarnya tanpa bicara.

1
Dhedhe
deg²an bacanya ..ikut berimajinasi 🤭🤭
Iza Kalola
wow woww... sport jantung..🫠
Iza Kalola
penuh misteri 🫠
Aisha Lon'yearz
thanks dukungannya, kaka
Iza Kalola
cukup menegangkan dan aku suka cerita yang seperti ini... semangat thor, masih nungguin kelanjutan ceritanya./Determined/
Iza Kalola
keren, semoga makin banyak yg baca karya ini. semangat selalu author/Determined/
Aisha Lon'yearz
makasihhh 😊
Jasmin
lanjut Thor
Jasmin
aku suka, aku suka... gaya bahasa yg enak dan gak bisa di lewatkan per kata 🥰
Jasmin
mantap Thor
Jasmin
Arya 💥
Jasmin
keren Thor ..
Jasmin
keren
Fannya
Aku suka banget ceritanya, terus berinovasi ya thor!
Daina :)
Ditunggu cerita baru selanjutnya ya, thor ❤️
Kieran
Membuat mata berkaca-kaca. 🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!