NovelToon NovelToon
My Teacher My Husband

My Teacher My Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: Kaikia

Azzalea menyukai gurunya, Pak Dimas. Namun, pria itu menolaknya, bagaimana bisa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaikia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 10

Hari-hari Azzalea yang hanya diisi dengan belajar di sekolah kini mulai dihiasi dengaan kehadiran Pak Dimas. Walau hanya akan belajar pada hari minggu, ia akan selalu menyempatkan diri menyapa sang guru sebelum berangkat ke sekolah, terkadang ia menunggu sang guru lewat depan rumahnya.

“Good morning, Pak Dimas” sapa Azzalea yang melihat Pak Dimas baru kembali dari lari pagi.

“Morning, Azza.”

Rose baru memanaskan mobil. Mengambil panah yang dibawa Azzalea.

“Ada kegiatan apa hari ini, Azza?”

“Ada eskul memanah, Pak.” ucapnya yang sedikit mendekat ke pagar rumah.

“Kamu bisa memanah?”

Ia tersenyum. “Bisa, Pak. Cuma kadang engga tepat sasaran.”

Pak Dimas mengacak pucuk rambut Azzalea. “Semangat.”

Lalu pria itu pergi memasuki rumah. Azza hanya bisa merasakan panas akibat rona merah diwajahnya, jantungnya berdegup kencang. Suasana pagi yang menyenangkan.

“Nona demam?” tanya Rose yang khawatir melihat wajah sang majikan.

“Tidak. Suasananya terlalu panas.” jawab Azzalea asal seraya memasuki mobil.

***

Hari minggu pukul sembilan kurang lima menit. Azzalea sudah hadir lima menit lebih cepat, duduk di ruangan yang bisa ia tebak menjadi ruang kerja sang guru. Ia memperhatikan setiap detail dari interior rumah tersebut. Benar-benar menunjukkan kepribadian sang pemilik yang tegas, rapi, bersih dan sederhana. Tak banyak hiasan yang ada disana.

Ketika awal masuk tadi, ia langsung disambut dengan bingkai foto keluarga yang tampak bahagia yang terletak di ruang tamu. Sebelumnya, ia sudah mencari informasi lengkap mengenai sang guru. Pak Dimas memiliki keluarga yang begitu harmonis. Ia benar iri melihat hal tersebut, di rumahnya takkan pernah ada bingkai foto seperti itu, hanya ada foto dirinya dan Rose di meja rias kamar tidur.

Rak buku milik Pak Dimas lebih besar dan banyak beriisi buku-buku bagus. Pak Dimas gemar membaca. Ia sudah melihat sekilas judul-judul yang ada, kebanyakan darinya buku-buku berbasis bahasa inggris.

“Kamu sudah sarapan, Azza?” tanya Pak Dimas yang memasuki ruangan seraya membawa dua cangkir susu dan beberapa potong roti.

“Sudah, Pak.”

Pak Dimas meletakkan kedua cangkir tersebut di atas meja yang akan digunakan untuk belajar kedepannya.

“Silahkan.”

“Terimakasih, Pak Dimas.”

Ia melirik Pak Dimas. Mata pria itu terlihat sayu, tidak segar pada biasanya. “Pak Dimas tidur terlambat?”

“Sebentar lagi musim ujian, saya banyak bergadang untuk menyelesaikan semuanya.”

“Apa saya menggangu, Pak Dimas?”

Pria itu segera menggeleng sebelum meneguk susunya. “Jangan khawatir, semua sudah selesai.”

Azza bernafas lega, ia merasa bersalah jika Pak Dimas akan terbebani karena les ini.

“Keluarkan buku kamu.”

***

Les pertama akhirnya dimulai. Pak Dimas masih seperti dulu dalam mengajari dirinya belajar bahasa inggris. Jelas, ringkas dan menyenangkan. Ia tidak bisa mengelakkan pesona pria matang yang sedang mengajarnya ini. Namun, beberapa kali terdengar Pak Dimas batuk. Ia merasa Pak Dimas tidak terlalu sehat.

“Sudah mengerti?”

Ia mengangguk. “Sudah, Pak.”

“Silahkan kerjakan soal-soal ini.” ucap Pak Dimas menyodorkan kertas berisi soal-soal.

“Pak Dimas sehat?”

Pria itu kembali batuk. “Tidak usah hiraukan saya. Kamu kerjakan saja soal itu.”

Mendengar hal tersebut, ia tak ingin membuat Pak Dimas merasa terganggu akan perhatiannya. Mau tak mau ia pun memfokuskan pikiran pada soal-soal dihadapannya tersebut.

***

Soal-soal itu berjumlah 50. Tidak banyak, juga tidak sedikit. Walau nilai dalam pelajaran ini selalu rendah dan tidak memuaskan, ia selalu berusaha mengerjakan sesuai waktu yang telah diberikan.

“Selesai..” gumannya.

“Pak..”

Ia memutuskan ucapannya saat melihat Pak Dimas duduk dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada seraya menutup mata.

“Pak Dimas tidur?” tanyanya pada diri.

Ia bangkit dari tempatnya. Mendekat kepada gerangan yang tampak letih dan nyaman dengan posisi istirahat tersebut. Ia memperhatikan bibir sang guru yang pucat, nafas yang terdengar tidak baik.

Ia memberanikan diri menyentuh dahi mulus tersebut, memastikan suhu badan dirinya dengan sang guru.

“Demam.” lirihnya pelan.

Ia melihat sekitar, mencari sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh. Sehelai selimut diujung sofa ia ambil. Menyelimuti sang guru dengan benda tersebut, perlahan agar tak mengusik ketenangan yang ada.

Memiliki sifat perhatian tentu membuatnya tidak bisa diam kali ini. Ia menuju dapur, mencari P3K yang berada di laci lemari dapur. Gel penurun demam ada didalam kotak, ia segara mengambil dan memasangkan benda tersebut di dahi sang guru.

Karena hal tersebut, sang guru sedikit terusik akan benda dingin yang ia tempelkan tersebut.

***

“Azza?”

Ia mengerutkan dahi. Melihat gadis itu yang berada tepat di depan matanya. Benda dingin yang ada di dahinya membuat dirinya terbangun dari alam mimpi.

“Maaf, Pak. Saya lancang, soalnya tubuh Pak Dimas panas sekali”.

Ia tidak tahu sejak kapan dirinya terlelap begitu saja di atas sofa dengan posisi duduk. Sebelumnya, ia merasakan pusing di kepala semenjak 2 hari lalu saat terkena hujan ketika pulang kerja.

Tenggorokannya terasa kering mengakibatkan ia batuk kecil. Gadis itu dengan cepat mengambil gelas berisi air di atas meja yang sepertinya telah disiapkan sejak tadi. Ia menerima gelas pemberian sang gadis.

“Pak Dimas, belum minum obat?”

“Tadi pagi sudah.”

“Maaf sebelumnya, Pak. Tadi saya ke dapur, gak ada makanan di sana. Jadi saya suruh Rose buat antar makanan kesini untuk Pak Dimas, setelah itu bisa minum obat lagi.”

Ia menatap sendu gadis yang menaruh perhatian padanya saat ini. Ia merasa segan dengan perlakuan sang gadis, namun ia tidak punya tenaga untuk menolak. Ia hanya bisa mengangguk dengan penjelasan yang diberikan.

Tidak perlu menunggu lama. Makanan telah datang diantar oleh Rose dan telah dihidangkan di atas meja makan. Ia merasakan bahwa gadis ini seakan sudah sering keluar masuk rumahnya karena tingkah gesit tersebut.

Gadis itu juga dengan sigap memberikan obat untuknya setelah makan siang usai dan tidak memperdulikan jarak duduk diantara mereka. Ia merasa malu jika diperhatikan seperti ini.

“Bagaimana soal..”

Kalimatnya belum selesai. Terpotong akibat telapak tangan sang gadis yang menyentuh dahinya.

“Sepertinya, gel ini harus diganti, Pak Dimas.”

“Biar saya ganti nanti.”

Raut wajah yang terlihat senang itu sedikit berubah akibat kalimat yang ia lontarkan. Gadis itu seperti berharap.

“Oh. Baik, Pak.”

“Sudah selesai soal yang saya berikan tadi?”

“Sudah, Pak. Ada di atas meja kerja, Pak Dimas.”

Ia melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul dua lewat tiga puluh lima siang.

“Oh. Pak Dimas harus istirahat lagi. Kalau begitu, saya pamit, Pak.”

Gadis itu bangkit dari kursi meja makan dan segera mengambil tas dari ruang kerja.

“Azza..” panggilnya yang membuat sang gadis menghentikan langkah sebelum keluar dari pintu rumah.

“Iya?”

“Terimakasih untuk hari ini.”

Gadis itu tersenyum manis sebelum menghilang dari balik pintu. “Sama-sama, Pak Dimas. Semoga lekas sembuh. Kalau ada yang dibutuhkan, silahkan hubungi saya, Pak.”

“Iya..”

***

“Bagus, ini sudah termasuk meningkat.” puji Pak Dimas saat selesai memeriksa 100 soal yang ia berikan pada Azzalea kali ini.

Pak Dimas tidak terlalu banyak memberikan materi pada gadis ini, ia hanya akan memberikan banyak jenis soal yang kemungkinan akan dihadapin sang murid di musim ujian nanti. Hal ini juga akan menjadi patokan penilaian kepemahaman yang Azzalea miliki.

Dari 100 soal yang ada, ia bisa menjawab dengan benar sebanyak 56 soal. Ia sedikit lebih lega, walau hanya beruntung satu soal dari minggu lalu.

Azzalea melirik jam di ponselnya. Pukul dua belas tepat, waktu les telah berakhir. Tiba waktunya ia harus berpisah dengan sang guru. Azzalea membereskan dua gelas jus kiwi dan jus jeruk yang dibuat oleh Pak Dimas. Akan selalu ada minuman penambah energi atau pun cemilan untuk dirinya yang dibuat oleh Pak Dimas. Karena merasa tak enak, tentu Azzalea mengajukan diri untuk mencuci alat makan yang mereka berdua gunakan.

Kali ini, ia memperlambat ritme mencuci gelas dan piring yang ada. Rose telah memberitahunya sejak pagi, bahwa wanita itu akan pergi sampai sore. Ia tak memiliki teman makan siang kali ini.

“Azza.” panggil Pak Dimas yang baru keluar mengambil jaket dari kamar.

“Saya, Pak.”

“Apa kamu lapar?”

Ia menghentikan pekerjaanya. Menatap bingung sang guru.

“Mau makan bersama?”

***

1
Kia Kai
/Coffee//Cake/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!