NovelToon NovelToon
THE KNIGHT

THE KNIGHT

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Perperangan
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mirabella Randy

Menyaksikan genosida jutaan manusia tak berdosa langsung di depan mata, membuat Arya terluka dan mendendam parah kepada orang-orang Negeri Lembah Merah.

Entah bagaimana, Arya selamat dari pengepungan maut senja itu. Sosok misterius muncul dan membawanya pergi dalam sekejap mata. Ia adalah Agen Pelindung Negeri Laut Pasir dan seorang dokter, bernama Kama, yang memiliki kemampuan berteleportasi.

Arya bertemu Presiden Negeri Laut Pasir, Dirah Mahalini, yang memintanya untuk menjadi salah satu Agen Pelindung negerinya, dengan misi melindungi gadis berusia tujuh belas tahun yang bernama Puri Agung. Dirah yang bisa melihat masa depan, mengatakan bahwa Puri adalah pasangan sejati Arya, dan ia memiliki kekuatan melihat masa lalu. Puri mampu menggenggam kebenaran. Ia akan menjadi target utama Negeri Lembah Merah yang ingin menguasai dunia.

Diramalkan sebagai Ksatria Penyelamat Bima dan memiliki kemampuan membaca pikiran, mampukah Arya memenuhi takdirnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mirabella Randy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PENYELIDIKAN RAHASIA

Pukul tiga sore, aku sudah memarkir mobilku di tempat parkir sekolah, dan duduk tenang di atas kap depan sambil terus mengutak-atik rumus bom penghancur perisai elektrik. Orang-orang melirikku dan menghindariku sambil berbisik.

Aku tak peduli. Aku tak sudi mendengar hantu pikiran apapun sampai hantu pikiran Kencana Wungu mengetuk benakku, dengan perasaan sedih dan ingin tahu merajai hatinya.

"Ayo," aku meluncur turun dari kap mobil sambil tetap sibuk dengan tabletku, lalu membukakan pintu penumpang depan untuk Kencana.

Kencana bergeming sejenak. "Kita mau ke mana?"

"Menara Putar."

Kencana mengerjap. "Hah?"

"Kamu lahir dan besar di sini. Masa tidak tahu Menara Putar?" aku bicara tanpa memandangnya sama sekali. Aku masih terus menghapus dan memasukkan ulang berbagai unsur ke dalam rumus, yang belum juga mencapai hasil perhitungan daya destruktif yang pas untuk menghancurkan nilai partikel perisai elektrik.

"Tentu saja aku tahu!" Kencana hampir menangis, hantu pikirannya memutar memori beberapa kali pergi ke menara itu bersama mendiang ayahnya. "Tapi kenapa ke sana?"

"Pilihannya itu atau di pinggir jalan," kataku dingin. "Kamu pikir kita mau ngobrol sambil nongkrong dan minum kopi di kafe? Jangan tolol. Yang akan kita bicarakan ini hal sensitif. Kamu mau orang-orang dengar dan tahu soal itu? Candra yang paling dekat denganmu saja tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kan? Makanya kalau mau bicara, harus di tempat yang benar-benar aman."

Kencana terdiam.

"Masuklah," aku mendongak, ekspresiku agak jengkel.

Kencana menghela napas panjang. "Baiklah..."

Setelah Kencana masuk dan duduk, aku menutup pintu mobil dan berjalan cepat memasuki kursi kemudi. Kututup tabletku dan kusimpan di dasbor bawah kemudi. Kunyalakan mesin dan mengemudi dengan sangat lancar menuju Menara Putar yang terletak tepat di tengah Lapangan Momentum Negara, yang menjadi titik nol ibukota Negeri Laut Pasir ini.

Aku pernah sekali ke tempat ini saat berkeliling ibukota seminggu lalu, dalam rangka membunuh kejenuhan di antara rutinitas tanpa pertempuran sungguhan di Istana Negara. Lapangan Momentum Negara adalah tanah lapang luas yang biasanya menjadi tempat upacara khusus kenegaraan atau acara-acara akbar yang diselenggarakan negara untuk rakyat. Bahkan tempat ini juga sempat menjadi tempat eksekusi bagi terpidana mati yang sangat dibenci seluruh rakyat Negeri Laut Pasir, yaitu mantan Presiden Jagat Biru, kakek kandung Puri.

Sukar dipercaya, gadis rapuh dan sepolos Puri mewarisi darah seorang pembunuh dan penjahat keji. Itulah sebabnya ia tak punya banyak teman di sekolah. Orang-orang tak senang, segan, atau sengaja menghindarinya, apalagi ia sangat pendiam dan penyendiri. Puri sangat berbeda dengan Saga, yang lebih pandai berkawan karena pembawaannya lebih supel dan terbuka.

Saga sebenarnya punya banyak musuh juga karena ia keturunan mantan presiden yang dibenci seluruh negeri, tetapi Saga selalu bisa membela dirinya sendiri dengan tinjunya. Ia tak segan berkelahi dan ia juga suka meninju orang yang suka mengganggu atau merundung yang lemah. Teman-temannya yang setia dan menyayanginya adalah orang-orang yang pernah dibelanya dan dilindunginya. Ia semacam pahlawan kecil bagi mereka.

Sungguh kisah hidup keturunan darah hitam yang kontras dan rumit.

Menara Putar adalah menara raksasa yang dibangun tepat di tengah lapangan. Menara ini seperti silinder putih raksasa yang sisi luarnya dibangun jalur spiral lebar yang berputar otomatis dari puncak ke bawah--semacam wahana bagi orang-orang untuk bisa menikmati pemandangan ibukota dari ketinggian dalam mobil mereka.

Aku meluncur masuk ke dalam elevator raksasa di tengah Menara Putar setelah membayar tiket masuk untuk putaran sepuasnya di loket depan dan lolos pindai keamanan. Ada beberapa mobil lain yang juga ingin menikmati wahana putar sore itu.

Kami semua memarkir mobil dengan posisi berjarak dan rapi di dalam elevator sesuai panduan petugas robot. Setelah parkir, pengunci roda mobil muncul dari titik merah di bawah lantai dan mengunci keempat ban mobil sebagai prosedur keamanan wahana. Begitu sampai puncak nanti, lantai akan otomatis bergerak seperti konveyor, dan kami akan menyusuri jalur spiral dari puncak sampai dasar menara secara perlahan.

Aku mematikan mesin mobil dan menunduk sejenak, pura-pura memperbaiki ikatan tali sepatu botku, padahal aku sedang mengaktifkan alat anti-sadap di gagang pistol yang terselip di dalam bot. Kemudian aku menegakkan diri dan menekan layar sentuh di dasbor tengah.

Musik jazz mengalun lembut. Kontainer dengan pengatur suhu muncul di antara kursiku dan Kencana, lalu terbuka otomatis. Ada kopi dan jus kaleng yang tersimpan dingin di dalamnya. Aku mengambil kopi kaleng untuk diriku sendiri dan dengan santai berkata kepada Kencana, "Kamu mau jus atau kopi?"

"Jus saja... terima kasih," kata Kencana pelan. Ia agak gugup dan gelisah ketika menerima jus kaleng dingin dariku.

"Kamu mau bicara soal ayahmu, kan?" aku meneguk kopi kalengku dengan santai dan menatap Kencana lurus.

"Ya... apa yang sebenarnya terjadi?" Kencana balas menatapku, wajahnya memucat. "Apa yang diberitakan media itu benar?"

"Ya," aku meneguk kopiku lagi tanpa ekspresi.

Air mata Kencana mengalir.

"Kamu ada di sana waktu itu...," bisik Kencana lemah. "Bagaimana kamu dan anak itu bisa selamat, sementara ayahku tidak...? Bom itu sudah menghancurkan satu gerbong hingga tak tersisa... tapi kamu tetap hidup..."

"Aku punya metode dan alat khusus untuk melindungi diri dari ledakan bom," jawabku datar. "Ayahmu sudah menyandera anak kecil dan menuntut bertemu Presiden. Ia mau membunuh Presiden dan dirinya sendiri dengan bom yang dipasang di tubuhnya. Aku menawarkan diri untuk menjadi sandera, agar anak kecil itu bisa bebas. Ayahmu setuju karena aku keponakan Presiden. Aku sandera yang lebih berharga dari anak kecil itu.

"Sebetulnya itu hanya siasat. Aku berencana meringkusnya, tapi ayahmu mengamuk. Temanku berhasil membawa anak itu keluar stasiun sebelum ayahmu meledakkan diri. Saat ledakan terjadi, aku mengaktifkan alat perlindungan khusus itu. Aku selamat karena alat itu melindungiku dengan baik."

Aku merangkai dusta dengan mulus. Aku tak bisa mengatakan bahwa aku menembak kepala ayah Kencana, bahwa sejak awal aku memang tidak mengampuni nyawanya. Saat itu aku berpikir ia adalah pengkhianat negara yang pantas mati.

Jika aku mengatakan kebenarannya, Kencana akan semakin terluka. Ia mungkin saja akan balas dendam padaku. Tapi kemungkinan terburuk, ia bisa saja memutuskan bunuh diri lagi.

Lebih baik aku menanggung dosa kebohongan seumur hidup daripada menjadi penyebab kematiannya yang sia-sia.

Kencana tersedu selama beberapa waktu. Aku pura-pura mengatur suhu pendingin udara mobil di layar sentuh dasbor tengah, padahal aku sedang mengaktifkan fitur gas penenang berskala rendah.

Pikiran dan tubuhku makin rileks saat gas penenang itu menyebar ke dalam mobil. Tangis Kencana juga mereda. Napasnya jadi lebih dalam dan lambat.

"Aku minta maaf tidak berhasil menyelamatkan ayahmu...," kataku pelan.

Kencana menggeleng, matanya hampa. "Bukan salahmu..."

Aku menarik napas dalam-dalam.

"Kamu semalam bilang, ayahmu sakit," aku memandang Kencana lekat. "Sakit apa?"

Tatapan Kencana menerawang.

"Aku juga tidak tahu... ayah tiba-tiba sering mengeluh kepalanya sakit. Ia juga jadi mudah gelisah dan sering bermimpi buruk. Dokter sudah memeriksanya dan memberinya obat, katanya kemungkinan ayahku sedang stress. Tapi obat penenang tidak mempan sama sekali untuknya. Ayahku bahkan mulai sering mendengar suara-suara."

"Suara-suara...?"

"Ya... ayahku gelisah dan ketakutan saat mendengar suara itu... suara yang menyuruhnya melakukan hal-hal buruk... suara yang menyuruhnya membunuh Presiden... ia berteriak untuk mengusir suara itu, tapi tak bisa... ia kemudian bersikap seperti orang gila hingga memukul ibuku... setelah itu ayahku pergi begitu saja dan tak pernah kembali lagi..."

Kencana menunduk. "Tapi kamu tidak akan percaya itu, kan?"

Aku menyaksikan hantu ingatannya yang tanpa dusta. Ayahnya betul-betul bertingkah seperti kerasukan dan orang gila.

"Aku percaya padamu."

Kencana mendongak, pupil matanya melebar.

"Kenapa...?"

"Aku juga merasakan ada yang aneh saat berhadapan dengan ayahmu. Ia seperti kehilangan akal sehat. Ia seperti bukan dirinya sendiri."

Kencana mengerjap. Jika bukan karena efek gas penenang, ia pasti sudah menangis lagi sekarang.

"Menurutmu, apa semua ini tidak aneh?" kataku perlahan. "Akhir-akhir ini, tindakan kriminal semakin meningkat, dan pelakunya seperti kehilangan akal sehat. Mereka menggila seperti ayahmu. Kalau dipikir baik-baik, ayahmu sehat-sehat saja sebelumnya. Tapi kenapa dia tiba-tiba berubah? Kenapa dia tiba-tiba sakit? Menurutmu apa sakitnya ini wajar? Menurutku, ini semua tidak wajar."

"Aku.. aku juga berpikir begitu... itu sama sekali bukan ayahku," Kencana menahan napas. "Tapi... bagaimana kita bisa tahu apa yang menyebabkan ayahku sakit dan bersikap begitu? Dokter bilang itu karena tekanan mental..."

"Sejak kapan ayahmu sakit?" tanyaku.

"Sejak enam bulan lalu... mulanya hanya pusing ringan, dan sesekali. Tapi makin lama makin intens," jawab Kencana pelan.

Aku mulai memberondong pertanyaan lainnya.

"Saat pergi ke dokter, pemeriksaan apa saja yang sudah dilakukan?"

"Hanya pemeriksaan umum untuk fisik dan mental..."

"Pernah melakukan tes darah? Atau pindai organ?"

"Tes darah sih tidak... tapi ayahku sempat menjalani pindai tengkorak dan otak, hasilnya normal. Karena itu dokter mendiagnosa ayahku stress atau tertekan secara mental, karena kepalanya baik-baik saja."

"Ada bukti hasil pemeriksaannya? Boleh aku melihatnya?"

"Kamu benar-benar akan menyelidiki semua ini?" Kencana menatapku. "Kamu benar-benar percaya ayahku sebetulnya tak bersalah?"

Aku mengangguk. "Ya. Tapi ini rahasia. Sebetulnya aku tidak boleh menangani kasus ini karena sudah ada Agen lain yang menanganinya. Aku punya misi utama lain. Karena itu, aku mau minta tolong padamu... rahasiakan penyelidikanku ini. Bantu aku dengan memberi semua informasi detil dan lengkap tentang ayahmu. Sebagai gantinya, aku akan membuktikan bahwa ayahmu tidak bersalah."

Kencana terdiam beberapa saat. Ada lapisan tipis air mata menggenang di balik pelupuknya, membuatku bingung dan bertanya-tanya.

Dia akan menangis lagi? Masa sih efek gas penenangnya kurang?

"Terima kasih...," Kencana perlahan tersenyum. Air matanya menetes, tapi wajahnya tampak bahagia. "Tentu saja aku akan membantumu. Akan kulakukan apapun asal aku bisa memberitahu dunia kalau ayahku tidak bersalah... kamu baik sekali, Arya. Terima kasih sudah percaya padaku dan ayahku. Selamanya, aku akan berhutang budi padamu."

Sorot mata dan raut wajah manis Kencana seakan bercahaya, begitu hangat. Tulus. Bahagia.

Aku mengerjap. Kupalingkan wajah dan kuteguk kopiku sampai habis.

"Bukan masalah."

Semburat cahaya matahari sore menerobos masuk jendela depan saat mobilku sudah tiba di puncak menara dan bergerak perlahan menuruni jalur spiral. Pemandangan seisi ibukota tampak menakjubkan dari ketinggian lima ratus meter.

Rasanya seperti terbang.

Sensasi hangat dan bahagia terbit perlahan dalam rongga dadaku. Perasaan yang sudah sangat, sangat lama tidak kurasakan.

Rasanya seperti dipeluk erat dan hangat. Aku menerawang sendu, teringat kembali wajah-wajah tulus dan bahagia yang pernah mengisi hariku di masa silam.

Tiba-tiba terdengar suara keras ledakan. Dan segalanya menjelma gelap dalam sekejap.

...***...

1
F.T Zira
2 iklan dulu buat ka author
F.T Zira
yak.. kalo masalah hajar mengajar dirimu lebih bisa diandalkan deh Ar..srius lho
F.T Zira
yakin udah mati beneran?? atau Dirah cuma ngelak??
F.T Zira
makanya kegelapan demen...

entah kenapa kok aku jadi ingat Dares🙈🙈
F.T Zira
udah tau.. teruss???
F.T Zira
rasnya terdengar seperi Dirah menjual anaknya sendiri demi senjata perang😥😥
F.T Zira
percaya diri Randu terlalu gede ya
F.T Zira
dia bar bar nya cuma sama kamu doang Ar🫢
F.T Zira
Gayatri dapat 2 musuh sekaligus.. mana pasangan lagi🤣🤣
F.T Zira
satu jam lho Ar.. yg nunggu keselek dongkol🤣🤣
F.T Zira
bucin akut dirimu Ar
F.T Zira
usirrr.....🤣🤣🤣
F.T Zira
anak kita... ehemm😏😏😏
F.T Zira
noh... dia gak terima di tuduh..
F.T Zira
ehh.. sadar ya dirimu Ar?? aku takjub
F.T Zira
entar dirimu nyosor lagi..🤣✌️✌️
F.T Zira
jelas ngomong gitu..lha dirimu aja cintanya sama Puri kok🤭
Filanina
malu-malu... posesif dong.
Mirabella: awalnya doang... akhirnya ya posesif 🤣
total 1 replies
Filanina
angkasa dan bima... langit dan bumi... hehehe
Mirabella: kinda 😂
total 1 replies
Filanina
padahal lagi panggang daging. apa menyebar ke segala penjuru?
Mirabella: kalau jatuh cinta, wangi yang paling disadari pasti beda 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!