Krisan Merah Muda

POV Author

Ucapan Avian membuat Nyonya Anita terkejut mendengarnya. "Menikahi ... Runi?"

Kesadaran Nyonya Anita mulai terkumpul. Ia bisa berpikir logis sekarang. Menikahkan Runi dengan Avian bukanlah jalan keluar terbaik. Ini lebih seperti menutup pintu neraka yang satu dan membuka pintu neraka yang lain. "Tidak, kamu tidak bisa melakukannya!" kata Nyonya Anita dengan tegas.

Runi menatap Nyonya Anita dengan tatapan tidak percaya. Wanita yang baru saja memeluk dirinya dan memohon maaf padanya kini malah tidak mau anaknya bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Runi tak percaya kalau Nyonya Anita akan berubah dengan secepat ini.

"Kenapa tidak bisa, Ma? Ma, aku mau bertanggung-jawab atas kesalahanku. Hanya dengan menikahi Runi, aku bisa bertanggung jawab atas hidupnya dan menebus kesalahanku seumur hidup padanya. Kenapa Mama bilang aku tidak bisa melakukannya?" Avian mulai bingung. Kenapa sikap Mamanya bisa berubah dengan cepat?

"Kamu tak bisa menikahi Runi, Vian. Ingat, kamu sudah punya tunangan. Kamu bisa bertanggung jawab dengan cara yang lain, selain menikahi Runi!" kata Nyonya Anita dengan tegas.

Avian pun tersurut emosi mendengar ucapan sang Mama. Rasa bersalah yang menguasainya membuat Avian merasa ia harus bertanggung jawab tapi kenapa sang Mama malah menolak dirinya untuk bertanggung jawab? Kenapa Mama-nya malah membahas perjodohan konyol itu?

"Perjodohan? Mama masih pikirkan perjodohan? Ma, aku sudah merenggut kesucian Runi, bagaimana hidup Runi kelak? Apakah ada laki-laki yang akan menerimanya? Aku tak mau hidup Runi tambah menderita karena aku. Aku yang sudah jahat sama Runi. Aku harus menikahinya. Tolong, Ma, lupakan perjodohanku. Ada sesuatu yang lebih penting daripada perjodohan sialan itu!" Avian makin terbakar emosi mendengar penolakan dari sang Mama.

"Mama tetap tidak setuju kamu menikahi Runi. Bagaimana reaksi Papa kamu kalau tahu kamu akan menikahi Runi. Avian, sadar! Runi bukan wanita yang akan Papa-mu restui untuk menjadi menantunya!" kata Nyonya Anita.

"Kenapa? Karena Runi bukan berasal dari keluarga kaya macam Aulia? Atau karena Runi tuna wicara? Aku tak peduli, Ma. Aku tak peduli Papa akan merestui atau tidak!" balas Avian.

"Nak, cobalah berpikir jernih. Papa kamu bisa melakukan apa saja. Kalau Papa kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan pada Runi, Papa kamu pasti akan sangat marah. Papa kamu tak akan mau menukar Aulia dengan Runi. Bisa kamu bayangkan apa yang Papa kamu akan lakukan pada hidup Runi? Papa kamu bisa melakukan apapun, Vian, termasuk mengenyahkan apa yang menghalangi jalannya. Kamu mau keselamatan Runi terancam karena ulah gegabah kamu?" ancam Nyonya wanita.

Avian terdiam mendengar ucapan sang Mama. Papa-nya memang tidak semudah itu akan menerima keputusan Avian. Avian menolak perjodohan saja Papa-nya sangat murka apalagi kalau tahu dirinya sudah memperkosa pembantu mereka yang tuna wicara. Papa-nya pasti tak akan mau Avian bertanggung jawab. Ia tak mau nama keluarganya hancur kalau semua orang tahu bagaimana kelakuan putra satu-satunya tersebut.

"Sudah sadar kamu? Sudah berpikir logis sekarang? Yang kamu harus hadapi bukan hanya sekedar bertanggung jawab terhadap Runi tapi juga Papa kamu. Kamu tak bisa menikahi Runi dan Mama tak mau berita kamu dengan Runi menyebar sampai ke telinga Papamu!" Nyonya Anita begitu tegas kali ini. Dia memikirkan banyak hal. Keselamatan Runi, masa depan Avian serta kemarahan suaminya kalau tahu Avian dan Runi sudah melakukan hal di luar batas.

Avian tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia duduk di lantai dengan lemas. Avian menatap Runi dengan tatapan pasrah. Yang ia lawan adalah Papa-nya. Ia tak punya apa-apa untuk melawan sang Papa. Hidupnya masih bergantung penuh pada sang Papa. Jika ia memaksa untuk menikahi Runi, ia mengkhawatirkan hidup Runi kelak.

Pak Perdana bukan hanya otoriter pada Avian, ia juga terkenal kejam terhadap lawan bisnisnya. Pak Perdana bahkan tega menghancurkan lawan bisnisnya sampai perusahaannya gulung tikar dan pemiliknya bunuh diri. Segitu kejamnya Pak Perdana sampai membuat Nyonya Anita takut suaminya berbuat sesuatu pada Runi dan Avian.

Nyonya Anita menatap Runi yang masih berada di sudut tempat tidur dengan ketakutan. Ia berjalan mendekati Runi dan duduk di sampingnya. "Runi, sekali lagi saya minta maaf atas apa yang dilakukan Avian sama kamu. Saya juga minta maaf karena tak bisa mengiyakan keinginan Avian untuk bertanggung jawab sama kamu. Percayalah, Runi, apapun yang saya lakukan semua demi kebaikan kamu. Kamu tidak tahu bagaimana suami saya, apapun bisa ia lakukan apalagi kalau ia tahu apa yang telah kalian berdua perbuat. Saya minta, kamu pergi dari rumah ini."

"Ma!" Kali ini Avian protes.

Bagaimana mungkin Runi yang sudah ia nodai disuruh pergi begitu saja dari rumah ini? Bagaimana Runi akan menjalani hidupnya? Runi butuh bekerja di rumah ini tapi Mama-nya malah mengusir Runi seenaknya. "Mama tak bisa lakukan itu sama Runi!"

"Justru Mama tak bisa membiarkan Runi berada di rumah ini lagi. Mama tak mau Papa kalian tahu apa yang sudah terjadi. Bisa saja kalian nanti akan mengatakan pada Papa apa yang sudah kalian perbuat . Bisa saja kalian mengulangi lagi perbuatan ini. Tidak, Mama tak mau ambil resiko. Runi harus keluar dari rumah ini," kata Nyonya Anita dengan tegas.

Nyonya Anita mengulurkan tangannya pada Runi lalu mengajaknya keluar dari kamar Avian. Meski takut, Runi tetap membalas uluran tangan Nyonya Anita. Runi turun dari tempat tidur dan langsung merasakan bagian intinya sangat sakit. Kening Runi berkerut dan wajahnya meringis kesakitan. Dengan sabar Nyonya Anita menunggu Runi dan memapahnya turun dari tangga. Nyonya Anita mengajak Runi masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

"Runi percayalah, apa yang saya lakukan adalah demi kebaikan kamu. Saya minta, kamu segera pergi dari rumah ini. Saya akan menutupi apa yang sudah kalian lakukan dari suami saya. Saya minta, kamu pergi jauh dari kota ini, jangan tunjukkan diri kamu lagi di depan kami. Saya mohon, bantu saya seperti saya menyelamatkan nyawa kamu dari para bodyguard yang mengejarmu waktu itu."

Nyonya Anita mengeluarkan buku cek dari dalam tasnya. Ia menuliskan jumlah nominal yang sangat besar lalu memberikan cek tersebut pada Runi. "Terimalah, pakai uang ini untuk biaya hidup kamu. Kamu bisa menggunakannya untuk memulai usaha. Tolong pergi jauh dari kota ini. Avian adalah anak yang baik. Ia pasti akan mencarimu tapi saya mohon sekali sama kamu, pergi jauh dari Avian. Kamu jangan merusak impiannya. Kasihan dia, ia melakukan semua ini karena ia tidak sadar dan sedang mabuk. Kamu lihat bukan bagaimana wajahnya yang terlihat begitu menyesal? Percayalah, ia tak mau menyakitimu. Ia pasti akan mencarimu suatu hari nanti. Saya mohon, jangan biarkan ia menemuimu. Pergilah sejauh mungkin. Jangan rusak semua usahanya selama ini hanya karena sebuah penyesalan. Kamu mau bukan menolong saya?"

****