Alya yang berniat melupakan mantan suaminya justru jatuh cinta dengan kakak dari suaminya yang tak lain iparnya sendiri
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha Fatma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia kembali lagi
Aku telah sampai kepondok. Semua pun berjalan seperti biasa. Hari hariku di sibukan dengan mengajar santri dan membantu abah di pondok. Tiba tiba aku teringat kembali mawar pemberian mas imam hari itu.
Ini hari ke 10 aku menyimpan bunga itu. Dan tadi dikamar aku lihat,mawar merah itu tinggal satu kelopak lagi. Aku tersenyum simpul.
"Apa benar kita akan bertemu lagi mas?. Haha ada ada saja. Bagaimana mungkin?"
"Alya"
"Aisyah! Kamu ini ngagetin aja. Nggak salam lagi"
"Hehe maaf al, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
"Kamu ngapain sih? Senyum senyum sendiri kaya orang lagi jatuh cinta"
"Apaan sih kamu, siapa yang senyum senyum "
"Alah bilang aja kamu cinlok kan sama pemuda di tempat yang kamu bantu kemarin? Yakan? Apa dia guru disana al? Atau warga biasa?"
"Eh sok tau deh kamu. Udah ah aku mau ke kebun dulu. Yuk bantu petik kacang"
Ketika aku dan aisyah sedang dikebun tiba tiba ustazah kia memanggilku.
"Ada apa ustazah?"
"Ada tamu nyariin kamu. Yuk"
Siapa tamunya?
Aku sempat penasaran karena nggak biasanya ada tamu mencariku. Kalaupun itu temanku pasti dia tidak tahu aku ada dipondok.
Siapa itu? Terlihat seorang pria duduk diruang tengah membelakangiku.
Aku mengucap salam. Abah dan umi memintaku duduk.
Betapa terkejutnya aku saat melihat pria yang ada disampingku.
Mas imam? Benarkah ini dia? Dia benar benar datang menemuiku? Bagaimana dia bisa tahu alamatku?
Pertanyaan itu terus menggema di kepalaku.
"Mas imam?"
"Hai"
"Mas imam benar benar menemuiku?"
"Kan aku sudah bilang, kamu sih nggak percaya"
"Nak imam ini rela terbang jauh jauh dari jakarta kesini lo nduk"
"Iya al. Demi kamu"
"Umiii."
"Sudah, kamu ajak nak imam keliling pondok, biar dia bisa tahu suasana disini"
"Iya bah"
Akupun mengajak mas imam keliling.
"Kamu kaget ya?"
"Kaget dong mas. Kok mas bisa tahu"
"Tahu apa?"
"Tahu aku ada disini"
"Itu bukan hal yang susah"
"Tahu darimana"
"Kan aku riset tentang biodata kamu. Rumah kamu dimana ,terus ayah sama ibumu itu namanya siapa. Awalnya aku nggak tau kalau kamu tinggal dipondok. Jadi, aku pergi deh kerumah kamu yang kamu sewakan itu"
"Mas kesana juga?"
"Iya. Dan aku sudah bisa nebak kalau kamu pasti tinggal dipondok abahmu"
"Mas datang kesini hanya untuk menemuiku"
"Itu sih salah satunya. Aku kemari juga mengunjungi adiku"
"Adik? Mas punya adik?"
"Punya. Dia laki laki dan seingatku adiku juga dulu pernah mondok didaerah sini. Tapi aku nggak tau nama pondoknya"
"Emang ,siapa nama adiknya?"
Belum sempat mas imam menjawab. Telepon mas imam berbunyi.
"Duh, maaf ya aku harus pergi. Ada urusan soalnya. Besok aku kesini lagi! Oke, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Mas imam pergi dengan buru buru.
Tapi hadirnya mas imam kembali membuatku sedikit merasa terhibur.
Mas imam seperti membawa keceriaan kembali.
Kalau memang mas imam berniat mendekatiku, entah aku akan siap atau tidak
Ada banyak ketakutan yang membuatku ragu.
Setelah mas imam pergi umi menghampiriku.
Umi mulai mengintrogasiku tentang mas imam.
"Siapa al tadi, teman dekatmu ya"
"Temen biasa umi. Mas imam itu temen alya waktu di desa kemarin"
"Masa? Umi lihat pemuda tadi sepertinya suka sama kamu"
"Ah umi, jangan begitu"
"Oh ya al. Tadi siapa nama laki laki itu?"
"Mas imam?"
"Nah iya. Imam, dia bilang sama umi sama abah kalau dia mau belajar di pondok ini"
"Belajar?"
"Iya, dia bilang dia masih terlalu jauh mengenal agama. Katanya semenjak ayah dan ibunya wafat dia nggak pernah terdidik agama dengan baik. Hari harinya dia sibukkan bekerja. Makanya dia minta abah buat ngajarin dia ngaji"
"Terus abah mau?"
"Ya maulah. Orang mau belajar baik kok ditolak. Satu lagi. Imam juga bilang, dia mau memantaskan diri untuk orang yang dicintainya. Supaya dia bisa menjadi imam yang baik kelak. Itu katanya. Umi rasa perempuan yang di maksud itu.!"
"Umi, jangan gitu dong. Mungkin saja mas imam sudah memiliki calonnya sendiri. Udah ah alya pergi dulu"
Memantaskan diri, untuk siapa?
Apa benar aku orang yang di maksud! Apa ada wanita lain?
Sudahlah aku tak mau berfikir lebih jauh. Toh aku juga bukan siapa siapanya mas imam.