Bismillahirrohmanirohim.
Blur
Ulya sedang seorang gadis muslimah yang sedang menunggu dokter memeriksa ibunya dengan rawat wajah khawatir. Tapi disaat dia sedang terus berdoa untuk keselamatan sang ibu tiba-tiba dia melihat seorang bocah sekitar berumur 4 tahun jatuh tak jauh dari tempatnya berada.
Ulya segera membantu anak itu, siapa sangka setelah bertemu Ulya, bocah itu tidak ingin berpisah dengan Ulya. Anak kecil itu ingin mengikuti Ulya.
"Jadilah pengasuh Aditya, saya akan menyanggupi semua syarat yang kamu mau. Baru pertama saya melihat Aditya bisa dekat dengan orang asing apalagi perempuan. Saya sangat meminta tolong sekali, Ulya agar kamu meneriam tawaran saya." Raditya Kasa Hans.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Bismillahirrohmanirrohim.
Selamat membaca semua, salam sehat untuk kalian semua para redes yang udah mampir di karya aku🤗.
"Mas Hans!"
"Daddy!" Bentak Azril dan Aditya secara bersama pada Hans.
Hans menatap malas Azril juga Aditya yang kini tengah menatap tajam dirinya. Bingung sendiri Hans kenapa sekarang dia yang malah di marah oleh adik dan anaknya sendiri. Sempat Hans melirik Ulya sejenak yang tak berani mengangkat kepalanya.
"Siapa bilang Lia tidak konfirmasi sama, Mas Hans, hah? Azril juga bukan udah ngasih tahu mas Hans kalau, Lia ambil libur 3 hari!" Azril semakin menatap tajam pada kakaknya itu.
"Makanya Mas, kalau orang ngomong itu didengerin sebentar jangan acuh, mentang-mentang ada hal penting yang harus di kerja kan, ingat ya mas, hal kecil yang sering diabaikan, itu akan berdampak besar kalau terus-terus dilakuin contohnya sekarang ini, udah dikasih tahu dari kemarin tapi nggak mau dengerin apa yang Azril sampai kan, sama, Mas Hans!"
"Az-"
"Azril belum selesai ngomong, Mas!" tegas gadis berjiba abu-abu itu, cepat dia memotong perkataan kakaknya sebelum Hans membela dirinya tidak ingin disalahkan.
Selalu saja Hans ingin apa yang dia kata kan, sebagai kebenaran yang harus dituruti oleh semua orang.
"Lia juga udah kirim pesan sama, Mas Hans kalau dia mau ambil cuti! Salah mas sendiri kenapa ada pesan masuk nggak dibuka."
"Kamu tahu sendiri Azril, Mas tidak akan membuka pesan dari nomor yang tidak dikenal. Mas nggak mau hal tidak diinginkan terjadi kalau buka pesan dari nomor tak dikenal."
Huh!
Aditya menatap daddy dan kak Azril secara bergantian lalu dia juga menatap Ulya yang masih saja menunduk masih tak berani mengangkat kepalanya. Wajah mengemas kan, milik Aditya tidak membuat Hans dan Azril berheti berdebat, mereka benar-benar tidak melihat kearah Aditya.
"Cudah cukup Dad, kak Azril!" Aditya menengahi kedua orang dewasa itu.
Sontak saja Azril dan Hans kompak menatap Aditya begitu juga Ulya yang sedikit demi sedikit mengangkat kepalanya, dia sedari tadi menunduk saja.
"Mbak Lia cini dulu duduk di cebela Aditya." Pinta bocah laki-laki itu dengan wajah yang dia buat seimut mungkin agar Ulya mau menuruti kemauan dirinya.
Melihat tatapan dan pipi Aditya yang amat mengemas kan, sekali membuat Ulya tidak bisa menolak keinginan Aditya. Perlahan Ulya mendekati Aditya.
"Daddy dengerin Aditya ngomong. Kemarin Aditya cama kak Azril yang kasih izin mbak Lia. Kemarin daddy ada di luar kota."
"Betul!" sahut Azril mendengar penjelasan keponakannya itu.
"Daddy nggak ada. Ya udah, aku cama kak Azril kacih izin mbak Lia buat libur 3 hari. Ibu mbak Lia kebetulan 2 hari kemarin waktu mbak Lia izin libur pulang dari rumah cakit. Kami mengizinkan, mbak Lia libur. Jadi cemua ini bukan calah mbak Lia." Tegas Aditya tidak terima, mbak Lia nya dimarahin daddy sendiri..
"Jadi udah jelaskan, Mas? Makanya jangan nyimpulin sesuatu langsung kalau belum tahu kejadian yang sebenarnya. Eh, pas salah ujung-ujungnya, Mas sendiri nanggung malu."
Hans tak bergeming, baiklah dia akan mengakui kalau dirinya salah. Tapi tak mungkin Hans akan mengeluarkan kata maaf untuk Ulya.
Hmmm.
Hanya sebuah deheman yang Hans berikan membuat Aditya maupun Azril menatapnya malas.
"Besok kamu ke rumah sakit lagi, Aditya sudah diperboleh pulang oleh dokter dan mulai besok kamu akan menjaga Aditya di kediaman Kasa, ingat jangan sampai telat! Jadi mulai besok kamu sudah tinggal di kediaman Kasa."
"Eh, baik pak." Pasrah Ulya tidak tahu harus menjawab bagaimana. Pasalnya dia belum mengatakan apapun pada mama dan kakaknya kalau dia harus tinggal di kediaman Kasa.
"Susah banget kayaknya minta maaf doang geh." Sindir Azril.
"Padahal minta maaf mudah ya kak Azril. Yang cucah itu kalau orang yang dicalah kan, sudah terlanjur kecal atau campai ketahap becin belum tentu mau memaaf kan."
"Benar, Aditya! Anak kecil seperti kamu saja tahu. Biar kak Azril ajar kan, cara untuk meminta maaf."
Ulya semakin merasa tidak enak pada Hans. Sedangkan Hans sendiri masa bodoh amat atas apa yang dilakukan adik dan anaknya itu, dia memang sudah biasa selalu disindir-sindir adik dan anak sendiri. Kalau Aditya dan Azril disatukan paling cocok pokoknya.
"Aditya, ingat minum obat kamu. Azril jaga ponakan kamu, Aditya dengan baik jangan dibawa sesat terus. Untuk kamu Ulya jangan lupa pesan saya."
"Baik pak!" Hanya Ulya satu-satunya orang yang menjawab patuh perkataan Hans, Aditya sendiri mengangguk saja. Kalau Azril jangan ditanya dia acuh tak peduli.
Hans segera pergi meninggalkan kamar rawat Aditya, bisa-bisa kupingnya meledak kalau terus mendengarkan sindiran-sindiran Aditya juga Azril yang diarahkan untuk dirinya.
"Huft! Azril, Azril, selalu saja bikin kakaknya kesal kalau pulang. Mana Aditya cepet banget terpengaruh lagi sama orang satu itu." Hans memperlihatkan wajah frustrasinya.
"Napa tu muka?" tanya Dika yang melewati Hans.
"Biasa!" Jawab Hans acuh saja.
Dika tahu apa maksud dari kata-kata Hans menggangguk paham. "Makanya Hans, cepet cari istri biar bisa buat tempat berkeluh kesah."
"Nanti belum minta."
Cek!
"Jangan terlalu datar sama cewek. Ingat Hans jodoh itu dijemput nggak mungkin datang sendiri."
"Saya sibuk paman Dika." Ujarnya berlalu meninggalkan Dika begitu saja.
Dika yang melihat kepergian Hans tak mampu berkata apa-apa lagi. Hans adalah satu-satunya anak kakaknya yang tidak dapat ditebak.
Waktu bergulir. Tak terasa Ulya sudah hampir sore menemani Aditya di rumah sakit, tadi juga Azril sempat pergi tapi sudah kembali lagi.
"Aditya, mbak Lia pulang dulu ya."
"Oke mbak Lia, hati-hati di jalan nanti." Ulya mengangguk
"Azril. Aku pulang dulu ya." Pamit Ulya.
"Siap, hati-hati di jalan."
"Insya Allah, Assalamuaikum."
"Wa'alaikumsalam." Jawab Aditya dan Azril kompak.
Keluar dari halaman rumah sakit Ulya segera pulang ke rumah tidak lagi mampir kemana-mana.
20 menit Ulya sudah sampai di rumah, dia segera membersihkan diri, setelah semuanya beres Ulya segera mencari keberadaan mamanya untuk meminta izin tinggal di kediaman Kasa.
"Mama!"
"Astagfirullah, kamu ya Lia jangan suka ngagetin orang." Tegur ibu Rida yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah.
"Ma, Lia bakal tinggal di kediaman Kasa."
"Hah! Gimana?" Ibu Rida sampai menyiram di tempat yang salah mendengar perkataan Ulya barusan, segera Ulya mematikan air keran untung saja tidak mengenai dirinya.
"Ulya pernah bilang kalau sudah terikat perjanjian sama pak Hans, untuk menjadi pengasuh Aditya. Karena itu Ulya harus tinggal disana."
"Nggak bisa! Memang mereka siapanya keluarga Kasa? Kamu tahu kan, Lia keluarga Kasa bukan keluarga sembarangan." Ulya mengangguk mengerti dengan wajah cutenya.
"Aditya itu cucu dari keluarga Kasa, kalau pak Hans anak sulung dari keluarga Kasa."
"Kamu tetap nggak boleh tinggal disana!"
"Tapi Ma, semua sudah perjanjian yang Ulya setuju."
Awalnya ibu Rida terus menolak apa yang putrinya sampaikan. Karena Ulya terus membujuk mamanya akhirnya ibu Rida setuju.
Di rumah sakit.
"Yes! Mbak Lia bakal tinggal bareng Aditya." Bocah 4 tahun itu begitu senang mengetahui Ulya akan tinggal bersama dirinya.
Hans yang telah memberi tahu Aditya, kalau Ulya akan selalu menemani dirinya. Mengetahui hal itu rasa senang Aditya bertambah berkali-kali lipat.