Sebuah perjodohan membuat Infiera Falguni harus terjebak bersama dengan dosennya sendiri, Abimanyu. Dia menerima perjodohan itu hanya demi bisa melanjutkan pendidikannya.
Sikap Abimanyu yang acuh tak acuh membuat Infiera bertekad untuk tidak jatuh cinta pada dosennya yang galak itu. Namun, kehadiran masa lalu Abimanyu membuat Infiera kembali memikirkan hubungannya dengan pria itu.
Haruskah Infiera melepaskan Abimanyu untuk kembali pada masa lalunya atau mempertahankan hubungan yang sudah terikat dengan benang suci yang disebut pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan Aku, Fiera
Tap like-nya dulu sebelum melanjutkan.
Abimanyu pulang dengan perasaan jengkel. Berani-beraninya Gerald mengatakan ingin mendekati istrinya. Apakah dia tidak tahu kalau wanita itu sudah menikah?
Memang tidak!
Dia membuka pintu, tapi sedikit terkejut saat melihat sang ayah masih duduk di ruang tamu sedang duduk di depan laptopnya. “Ayah belum tidur?” Abimanyu menghampiri dan mencium tangan ayahnya.
“Ayah harus memastikan untuk materi besok.”
Gunawan adalah orang yang sangat teliti dalam segala hal. Tidak heran jika Abimanyu memiliki sifat yang seperti itu.
“Tapi, ini sudah malam, Yah. Kalian baru saja menempuh perjalanan panjang.”
Gunawan tertawa, dia menatap putranya. “Kau berlebihan. Sepanjang jalan ayah hanya tertidur. Yang nyetir, kan ada supir.”
“Baiklah.” Abimanyu tahu kalau ayahnya tidak akan menyerah sebelum menyelesaikan pekerjaannya. “Kalau begitu, jangan terlalu larut. Ayah harus istirahat.”
“Tentu. Naiklah, kasihan istrimu. Tidak baik suami meninggalkan istri malam-malam jika bukan urusan penting.”
Abimanyu terdiam. Ucapan ayahnya menampar wajahnya begitu keras, seolah pria paruh baya itu sedang menyindirnya.
“Baik, Yah.”
Sekarang, yang mengganggu pikiran Abimanyu bukan hanya Gerald yang terang-terangan tertarik pada Inifera, tapi juga ayahnya yang menasehati dirinya, seolah dia tahu kalau Abimanyu sering pulang larut untuk menghindari istrinya.
Ya, selama ini pria itu memang sengaja pulang larut. Selain memang banyaknya pekerjaan. Abimanyu juga ingin menghindari Infiera. Dia sedikit merasa bersalah karena sampai sejauh ini, dirinya belum bisa membuka hati untuk wanita itu. Abimanyu masih membutuhkan waktu karena masih ada seseorang yang masih menempati sudut hatinya.
Begitu Abimanyu membuka pintu, dia kembali terkejut saat melihat wanita yang mulai mengganggu pikirannya sedang berbaring di lantai, di samping tempat tidurnya dengan beralaskan sprei tipis dan membungkus tubuhnya dengan selimut tebal.
Kenapa dia tidur di lantai?
Abimanyu sudah memberi tahu sebelumnya kalau Fiera bisa menggunakan tempat tidurnya dan dirinya akan tidur di kursi yang ada di dekat jendela kamarnya. Nyatanya, Infera malah tidur di lantai.
“Fiera, bangunlah. Jangan tidur di lantai.” Tidak ada sahutan, Abimanyu bingung bagaimana caranya membangunkan wanita itu. “Fiera.” Dia menyentuh pundak wanita itu, tapi sang istri malah mengecapkan lidahnya dan sedikit bergumam.
“Kak Gio, apakah kakak tidak bosan memintaku untuk revisi?” gumamnya dengan mata terpejam, dia memiringkan tubuhnya seraya menarik selimut sampai ke lehernya.
Abimanyu menegang. Meski suara Fiera tidak terlalu jelas, tapi dia bisa mendengarnya dengan baik. Apa maksudnya? Siapa Gio? Apakah dia kekasihnya?
Hening, Fiera masih terlelap dalam tidurnya.
Abimanyu menggeleng, dia tidak dapat membiarkan wanita itu tidur di lantai. “Infiera Falguni, bangunlah. Kau harus pindah.” Kini dia mengguncang pundaknya dengan sedikit tenaga, membuat Fiera terganggu.
“Ada apa?” tanya Fiera membuka matanya, dia terkejut saat melihat wajah tampan nan tegas Abimanyu ada di hadapannya dengan jarak sedekat itu.
“Aaaaaaaa—mmmppptt!”
“Hei.” Abimanyu segera membekap mulut istrinya yang refleks berteriak. Dia menoleh ke arah pintu masuk. Ayahnya masih ada di bawah, sedang bekerja. “Kenapa kau berteriak?”
“Mmmfft!” Fiera menggeleng, dia tidak bisa menjawab karena Abimanyu membekapnya.
“Aku akan melepaskanmu, tapi jangan berteriak lagi.”
Fiera mengangguk pelan, matanya masih melihat ke arah suaminya.
“Kenapa Pa-Mas ada di sini?”
“Memangnya kenapa? Kau lupa tidur di mana?”
Abimanyu jengkel, wanita itu tidur di lantai, tapi bisa senyenyak itu, sampai lupa dia tidur di kamarnya, di lantai. Sedangkan dia masih ingat nama pria. Siapa tadi? Gio?
Fiera menoleh, dia melihat sekeliling, ternyata benar dia di kamar Abimanyu. Lupa, kalau ada di kamar pria itu. saat itulah Fiera ingat kalau mertuanya ada di rumah.
“Abi, ada apa? Kenapa Fiera berteriak?” Suara ayah terdengar dari luar, diikuti ketukan pelan di pintu.
Fiera membekap mulutnya terkejut, dia tidak menyangka kalau teriakannya terdengar sampai kamarnya yang ada di bawah.
Abimanyu menghela napas berat. Sudah kuduga. Pikirnya.
“Ayah masih kerja di ruang tengah.”
Hah...
Fiera ingin menenggelamkan kepalanya ke dasar jurang, malu sekali.
“Cepat naikkan selimutmu. Kita temui ayah.”
Fiera mengangguk. Dia meraih selimut dan melemparkannya ke atas tempat tidur. “Ayo.”
Keduanya berjalan menuju ke pintu masuk karena ayahnya masih mengetuk.
“Yah?”
“Apa terjadi sesuatu? Kenapa Fiera berteriak?” Wajah cemas ayah terlihat jelas, dia memperhatikan Fiera dari ujung kaki hingga kepala, tidak ada yang aneh, hanya rambutnya sedikit berantakan seperti orang bangun tidur.
“Tidak terjadi apa-apa. Dia hanya jatuh,” kata Abimanyu berbohong.
“Jatuh?”
“Dia kalau tidur sudah kaya baling-balik helikopter dan akhirnya terjatuh.”
Fiera menoleh, matanya melotot pada Abimanyu karena jawaban pria itu. Wajahnya merah padam karena malu. Alasan macam apa itu? Dasar gila! Umpat Fiera dalam hati, dia hanya tersenyum kaku pada ayah mertuanya.
“Maaf, ya, Yah, sudah membuat ayah khawatir.”
Ayah mertua menghela napas lega. Pria paruh baya sungguh tidak dibuat-buat. Dia tersenyum menepuk pundak putranya. “Sudah tidak apa-apa. Ayah hanya khawatir kalian terluka. Tidurlah, ini sudah malam. Kecuali kalau kalian mau bekerja lagi,” cetus ayah ambigu seraya berlalu pergi dan kembali menuruni anak tangga.
Baik Fiera maupun Abimanyu tentu paham ke mana arah pembicaraan ayah mereka. Wajah Fiera sudah mirip seperti buah bit, sedangkan Abimanyu hanya merona dan segera mendengkus pelan.
Wah! Fiera mengipasi wajahnya dengan tangan. Dia sedikit canggung karena ucapan ayah mertuanya.
Abimanyu berdehem sedikit untuk meredakan kegugupannya yang tiba-tiba, dia menoleh ke sampingnya. “Tidurlah di atas tempat tidur. Biar aku yang tidur di sofa.”
“Eh? Tidak apa-apa. Biar aku saja yang tidur di lantai.” Fiera meraih kembali selimutnya.
“Kubilang, tidurlah di tempat tidur!” tegasnya.
Abimanyu meraih selimutnya, lalu membawanya ke single sofa yang menghadap ke arah jendela. Biasanya, Abimanyu menghabiskan waktu di sana untuk membaca naskah yang sedang dikerjakannya. Dia duduk dengan meletakkan selimut di pangkuan.
Fiera menghela napas pelan. Akhirnya, dia tidak membantah lagi saat mendengar suara Abimanyu yang tegas. Dia bahkan sempat mengepalakan tangannya di udara. “Dasar tukang perintah!”
“Aku bisa mendengarnya!”
Fiera langsung menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya hingga kepala. Dia terkikik geli.
Abimanyu menatap nyalang ke arah luar jendela dengan background langit gelap yang dipenuhi bintang.
Abimanyu kembali memikirkan pernikahannya dengan Infiera. Sudah satu tahun hubungan itu terjalin, tapi hatinya sama sekali belum tergerak. Sekarang, kemunculan Almira semakin membingungkan bagi Abimanyu. Dia memang masih mengharapkan wanita itu. Bagaimana tidak, hubungan yang bertahun-tahun terjalin harus kandas karena perjodohan yang dilakukan kedua orang tuanya.
Jika Abimanyu terus mengabaikan Infiera, tentu saja akan menyakiti wanita itu. Tapi, jika dirinya menerima keberadaannya, itu bertentangan dengan hatinya yang masih menempatkan Almira di ruang paling spesial di dalam hatinya.
“Maafkan aku, biarkan semuanya seperti ini terlebih dahulu sampai aku benar-benar bisa melupakan dia, Fiera,” gumamnya, sebelum memejamkan mata dan terlelap ke alam mimpinya.