"Saya tidak akan pernah memaksa kamu untuk mencintai saya. Tapi yang harus kamu ketahui, cinta datang karena terbiasa bersama. Saya harap semoga kamu bisa merasakan cinta yang telah saya rasakan sejak tiga tahun yang lalu sampai saat ini Dik"
Satu kejadian yang tak pernah terduga yang saat ini sedang dialami oleh seorang gadis yang tidak percaya yang namanya cinta, gadis itu ialah Green Abreena.
Suatu hari, Abreena dinikahkan dengan seorang ustadz yang sama sekali tidak pernah ia kenal sebelumnya. Sebuah pernikahan yang terpaksa tanpa adanya cinta yang tak bisa dihindari oleh seorang gadis cantik.
Apakah kehidupan pernikahan yang dijalani oleh Abreena dan seorang Ustadz akan berjalan dengan mulus tanpa adanya ujian dipernikahan mereka?
Dan bagaimana cara mereka melalui ujian yang datang menerpa rumah tangga mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MamaRizky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Keliling Pesantren
Selesai makan siang dan suaminya juga sudah kembali lagi kepesantren, Abreena segera membersihkan meja makan tanpa meminta bantuan pada mbak ndalem. Ia mencuci sendiri piring kotor bekas makannya dan suaminya gunakan tadi.
Setelah semua sudah selesai, ia bergegas menuju keteras depan ndalem, karena Mbak Ani sudah menunggunya.
"Assalamualaikum Mbak Ani. Maaf kalau Breena sudah membuat Mbak menunggu lama. Tadi Breena nyuci piring kotor dulu" ucapnya yang tak enak hati.
"Wa'alaikum salam Ning. Ndak apa apa Ning, saya juga ndak lama nunggunya. Kenapa harus dicuci Ning? Ning Breena bisa letakkan saja piringnua ditempat khusus piring kotor. Nanti juga ada yang mencucinya Ning" jawab Mbak Ani.
"Ndak enak lah Mbak. Masa bekas makan saya yang nyuci mbak mbak ndalem"
"Tapi itu sudah menjadi tugas kami Ning"
"Wes rapopo Mbak. Lagian cuma sedikit kok. Ndak usah dibawa ribet Mbak. Sekarang kita mau kemana dulu ini Mbak?" tanya Breena yang sudah tidak sabar mengelilingi pesantren mertuanya.
"Bagaimana kalau kita mulai dari pondok asrama putri dulu Ning?" saran Mbak Ani.
"yowes ayo Mbak kita jalan. Lets go kita keliling pesantren Mbak" ajak Breena antusias.
"Nggih silahkan Ning berjalan duluan didepan, nanti saya ngikuti dari belakang Ning Breena" ucap Mbak Ani mempersilahkan Breena untuk jalan terlebih dahulu.
"Ndak ada seperti itu Mbak. Ayo kita jalan bareng bareng" ujarnya yang mulai berjalan sambil tangannya memeluk sebelah tangan Mbak Ani.
"Jangan sepeeti ini Ning, saya ndak enak kalau dilihat sama Guse. Nanti dikira saya ndak sopan Ning" tolak Mbak Ani berusaha melepaskan tangan Breena.
"Stop mbak. Please ndak usah protes. Ayo sekarang kita kelilingi pesantren ini" tegas Breena yang membuat Mbak Ani pasrah tangannya dipeluk Breena dengan manja.
Sambil berjalan Breena terus saja berbicara.
"Mbak tau nggak kalau aku itu pengen banget kaya gini"
"Maaf Ning maksudnya gimana iya?" tanya Mbak Ani bingung karena Breena menggantung ucapannya.
"Aku tuh pengen ngerasain punya kakak perempuan Mbak. Pengen manja manja sama kakak aku seperti teman teman kuliah ku. Mereka punya kakak perempuan, dan sering jalan bareng sama kakaknya. Sementara aku anak tunggal, pulang kuliah iya langsung pulang, sampai rumah kadang nggak ada orang mbak" jedanya.
"Aku tuh uda anggap Mbak Ani ini seperti kakak aku sendiri. Jadi biarkan untuk sesaat aku bermanja seperti ini sama Mbak Ani" pintanya dengan wajah penuh permohonan dan menggemaskan, sehingga membuat Mbak Ani tersenyum.
Dari halam samping ndalem, ada dua mbak khadamah yang memperhatikan kedekatan Ning mereka dengan salah satu teman khadamah mereka.
"Enak banget iya jadi Mbak Ani, bisa dekat sama Ning Breena" kata Mbak Vani yang sedang duduk santai sama Mbak Lusi.
"Iya aku lihat Ning Breena baik banget dan tidak membeda bedakan statusnya dengan kita" jawab Mbak Lusi yang juga memperhatikan Ning nya.
"Aku dengar Ning Breena dikota kuliah di kedokteran" ucap Mbak Vani.
"Benarkah? Jadi Ning Breena calon dokter?" tanya Mbak Lusi.
"Yang aku tau ndak mudah masuk di kedokteran. Kuliah kedokteran juga butuh biaya yang banyak" lanjutnya.
"Iya Ning Breena itu calon dokter. Bahkan orang tuanya juga dokter. Papanya dokter jantung dan Mamanya dokter kandungan. Tapi mereka ndak ada sombong sombongnya" jelas Mbak Vani yang pernah mencuri dengar pembicaraan antara kerabat Kyai nya dengan keluarga Breena.
"Bahkan mereka juga punya rumah sakit sendiri. Itu artinyakan mereka beneran orang kaya. Tapi penampilan mereka sederhana banget" lanjutnya memuji keluarga Breena.
"Ndak nyangka iya kalau keluarga Ning Breena rupanya sekaya itu" ucap Mbak Lusi.
Sedangkan saat ini orang yang mereka ceritai sudah sampai dilingkungan sekolah. Banyak santri putra dan putri yang memperhatikan mereka berdua.
Mereka penasaran siapa perempuan yang sedang berjalan bersama Mbak Ani, yang mereka tau sebagai mbak ndalem.
Seorang perempuan cantik, tinggi, berkulit putih, hidung yang mancung, dan terlihat ramah, yang sedang memeluk sebelah tangan Mbak Ani dengan manjanya.
"Itu siapa iya cantik banget yang jalan sama Mbak Ani?" tanya salah satu Ustadzah yang tidak mengenal Breena.
"Kamu beneran ndak tau itu siapa Ustadzah Hilma?" tanya rekannya sesama Ustadzah.
"Iya beneran aku ndah tau Ustadzah Diana" jawabnya.
"Dia itu Ning Breena. Nama lengkapnya Aurellia Abreena" jelas Ustadzah Diana.
"Oohh Ning dari pesantren mana? Cantik banget dia nya"
"Bukan Ning dari pesantren anak Kyai. Tapi dia Ning Abreena istri Gus Dayyan. Dia calon dokter" ucap Ustadzah Diana memperjelas.
"Subahanallah calom dokter yang jadi iatronya Guse?" kagetnya.
"Masih jadi calon dokter, belum jadi dokter juga. Jadi biasa aja, nggak ada istimewanya. Masih kalah sama kita yang uda jadi Ustadzah" sela Ustadzah Hana ketus dengan nada meremehkan.
"Ustadzah Hana kenapa? Ada masalah sama Ning Breena?" tanya Ustadzah Diana yang heran dengan tanggapan temannya.
Bukannya menjawab tapi Ustadzah hana melengos lalu pergi meninggalkan dua temannya dengan angkuhnya.
"Astafirullah kok Ustadzah Hana seperti itu iya Ustadzah?" tanya Ustadzah Hilma sambil mengelus dadanya melihat tingkah temannya.
"Aku juga ndak tau. Bisa saja ia patah hati karena cintanga tak terbalaskan" ucap Ustadzah Diana asal.
"Uda yuk kita keruang guru saja"
Lalu keduanya pun berjalan beriringan menuju ruang guru.
Sedangkan diruangan khusus untuk para Ustadz.
Ustadz Dayyan berdiri didepan jendela sambil tersenyum melihat tingkah istrinya yang berjalan bersama Mbak Ani seperti anak kecil yang takut ditinggal Ibunya.
"Didatangi Ustadz jangan dilihatin terus" goda Ustadz Fahmi yang hanya ditanggapi senyuman oleh Ustadz Dayyan.
"Lucu banget Ustadz istrinya, seperti anak kecil begitu tingkahnya. Pasti manja iya ustadz?" puji Ustadz Hanafi yang gemas melihat Breena.
Lalu ia terkekeh melihat Ustadz Dayyan yang mengarahkan tatapan tajam padanya.
"Dibantuin dulu itu istrinya Ustadz. Sepertinya mereka sedang kesusahan mengambil buah kelengkengnya" lanjutnya.
Tanpa menjawab Dayyan langsung berlari menuju istrinya. Iya saat ini Breena berada dipinggir lapangan basket sedang berusaha mengambil buah kelengkeng yang buahnya ada didahan yang sedikit tinggi.
Ekhem
Deheman Dayyan berhasil menghentikan tingkah dua gadis dihadapannya.
"Hehehehe Mas" ucap Breena cengengesan.
Sedangkan Mbak Ani hanya bisa menunduk.
"Perlu bantuan?" tanya Dayyan sambil menaik turunkan alisnya.
"Bisa tolong ambilkan buahnya mas. Tiba tiba Breena ingin memaknnya langsung yang baru dipetik" kata Breena manja sambil menampilkan pupy eyes nya.
Hal itu sukses membuat Dayyan gemas dan langsung mencubit pipi merah Breena.
"Aaawww sakit mas" protesnya dan memanyunkan bibirnya.
"Gemesin banget sih istrinya mas ini" ucapnya sambil mengacak jilbab istrinya.
"Iihhh berantakan mas jilbabnya" protes Breena lagi yang semakin memanyunkan bibirnya.
Ustadz Dayyan pun semakin gemas melihat tingkah istrinya. Lalu ia merapikan jilbab istrinya.
"Nah sekarang uda cantik lagi" ujar Dayyan tersenyum.
Breena pun juga tersenyum. Sebenarnya ia malu diperhatikan oleh banyak orang.
"Mas ambilin itu" pintanya manja sambil menunjuk kebuah kelengkeng.
"Bentar iya Mas cari gala panjang dulu" yang langsung diangguki Breena dengan semangat.
Setelah menunggu sepuluh menit. Dayyan datang membawa tangga dua kaki yang dibantu oleh Kang Amin. Lalu ia meminta Kang Amin untuk memegangi tangga dan mulai memanjatnya.
Dayyan memetik buah kelengkeng yang dirasanya sudah besar dan matang.
"Mas sepertinya sudah banyak buahnya. Suduh cukup ini Mas" ucap Breena dan ia meminta suaminya segera turun.
"Ini Mas bawa keruang guru aja, bagi bagi sama Ustadz disana" lanjutnya sambil menyerahkan sebagian buah yang dipetik suaminya tadi.
"Iya sudah, Mas kembali keruang guru lagi iya. Nanti kalau ini tidak habis bawa ke ndalem aja, bagi bagi sama Mbak yang lainnya" ucap Dayyan sambil mengelus kepala Breena.
"Iya Mas nanti Breena bagi sama mbak yang lain" jawabnya lalau menyalami tangan suaminya.
Dayyan pun melihat situasi yang dirasanya sepi dan dianggap aman.
"Mbak balik badan dan pejamkan matanya" pintanya pada Mbak Ani.
"Nggih Gus" yang langsung membalikkan badannya sesuai perintah Gus nya.
Cup
Cup
Dayyan pun dengan cepat mencium kening dan bibir Breena. Lalu ia segera berlari meninggalkan Breena yang diam terpaku.
"Mas Dayyan" teriak Breena setelah ia tersadar.
"Ciuman pertamaku" lirihnya pelan sambil memegang bibirnya.
Wajahnya pun seketika memerah seperti udang rebus.
Sedangkan Dayyan yang diterikin hanya terkekeh.
Tanpa mereka sadari, dari sudut lapangan tepatnya dibawah pohon mangga yang rindang. Ustadz Hana lagi lagi memperhatikan kemesraan yang diciptakan oleh austadz Dayyan. Yang semakin sukses membuat hatinya semakin sakit dan iri.
"Seharusnya aku yang merasakan itu Dayyan. Aku yang seharusnya ada diposisinya. Bukan gadis kota yang manja itu" ucapnya dalam hati sambil menghapus air matanya.
maaf 🙏 Thor aku kritik tulisanmu banyak salah, nulisnya ngantuk ta gmn thor