Kanazya Laurels, wanita yang hidup sendiri dari kecil. Ayahnya meninggal setelah ditinggal ibunya pergi.
Dia bertemu dengan seorang pria penjual bunga yang sangat tampan hingga membuatnya terpesona. Tetapi lelaki itu ternyata tunanetra.
Tak disangka, Kana setuju menikah dengan Krishan lantaran ia terhimpit dan butuh tempat tinggal. Tetapi pesona Krishan yang luar biasa itu, membuatnya jatuh cinta.
Masalah terus berdatangan saat Kana menyadari bahwa lelaki buta yang ia nikahi bukanlah orang sembarangan.
Siapa sebenarnya Krishan? Bagaimana cara dirinya melindungi istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Krishan's sick
Kana menopang dagu di jendela yang terbuka lebar. Pikirannya menerawang jauh, menatap ke halaman yang penuh tanaman hijau.
Krish mendekat, dia duduk di belakang Kana yang tak sadar akan kehadirannya.
"Jia.."
Kana tak menoleh, dia teramat fokus dalam pikirannya.
Krishan menghela napas, dia mendengar penjelasan anggotanya tentang lelaki bernama Bastian itu. Dialah pemilik toko tempat Kana bekerja dan nampaknya lelaki itu menyukai istrinya.
"Jia.." panggil Krishan lagi dan Kana terperanjat.
"Krish.." Kana membalikkan bada dan duduk di sebelah Krishan. "Ada apa? Apa butuh sesuatu?"
Krishan menggelengkan kepalanya. "Aku memanggilmu beberapa kali tapi kau tak mendengar. Apa ada sesuatu?"
Kana tak langsung menjawab, dia menyandarkan punggungnya ke sofa. "Aku heran, aku hanya bercanda meminta kenaikan gaji pada orang asing, lalu gajiku benar-benar naik tiga kali lipat dari biasanya sampai aku bertanya-tanya, siapa sebenarnya lelaki itu." Tanyanya terheran-heran.
"Bukankah itu bagus?"
"Aneh saja.." Kana lalu teringat sesuatu. "Krish, kenapa kau mengaku sebagai kakakku?"
Krishan tersenyum, "supaya kau tak malu."
"Apa? Kau ini sedang bicara apa? Aku tidak pernah malu!" Tukas Kana dengan kesal.
"Aku tidak masalah dengan hal itu. Kau bisa mengaku saja sebagai adikku atau temanmu". Ucap Krishan lalu berdiri meninggalkan Kana, masuk ke dalam kamarnya.
Kana hanya diam, melihati tubuh Krishan yang perlahan hilang. Dia tidak paham apa yang Krishan pikirkan.
Pada malam harinya, Kana keluar dari kamar, dia sudah membuat janji dengan Alana untuk bertemu di sebuah pub.
Kana ingin pamit pada Krishan, dia mengetuk pintu lelaki itu, namun tidak ada jawaban. Lalu Kana membukanya perlahan, menyapu sudut ruang dan mendapati Krishan tengah tertidur dengan gelisah di atas ranjang besarnya.
Kana melihati kamar Krishan yang belum pernah dia masuki sebelumnya, lalu menoleh pada Krishan saat mendengar erangan tertahan dari mulutnya.
Melihat keringat yang keluar dari wajah Krishan, Kana meletakkan tangannya di dahi pria itu dan terkejut karena badannya amat panas.
"Astaga, Krish, badanmu panas. Kita harus ke rumah sakit sekarang!" Pekik Kana yang panik.
Krishan langsung membuka matanya, lalu menangkap tangan Kana yang memegang dahinya.
Kana terperangah, Krishan menggenggam tangannya dengan erat. "Krish, ayo aku akan mengantarmu ke rumah sakit."
"Pergilah.." Lirih Krishan dengan suara berat.
"Apa? Aku tidak mungkin pergi.."
"Aku bilang pergi." Bentak Krishan dengan nada yang agak meninggi membuat Kana perlahan melangkahkan kakinya menuju pintu.
Kana keluar, menutup pintu dengan perasaan gundah.
"Nyonya, pergi saja. Biar saya yang akan mengurusnya." Marry menghampiri Kana yang masih berdiri menatap pintu kamar Krishan.
"Tapi, dia.."
"Tuan Krishan memang seperti itu. Dia jarang sekali sakit, jika sakitpun dia tidak ingin di rawat oleh siapapun. Saya akan meletakkan air hangat dan kompres di atas mejanya, nanti dia sendiri yang akan mengurusnya. Nyonya tidak perlu khawatir." Jelas Marry pada Kana yang masih tidak paham, ada apa dengan Krishan yang tidak ingin dirawat.
"Baiklah. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku ya, Bi." Ucap Kana dan Marry mengangguk.
Kana melangkahkan kakinya keluar walau hatinya tidak tenang.
Sesampainya di tempat yang ia sudah janjikan dengan Alana, dia duduk dan belum menemukan sahabatnya itu disana.
Ponsel Kana bergetar, dia mengangkat telepon dari Alana.
"Kana, maaffff.. aku tidak bisa datang. Ada hal mendadak. Maaafff nanti kita bertemu lagi, ya. Aku akan traktir. Nanti akan aku hubungi lagi!!"
Kana belum mengatakan apa-apa, telepon sudah terputus. Dia berdecak, lalu karena sudah sampai disini, dia memilih duduk sebentar sebelum pulang.
"Berikan aku segelas Bir." Ucap Kana pada bartender lalu mengeluarkan rokok dari saku celana panjangnya.
Kana meletakkan rokok di mulutnya dan tangannya meraba seluruh kantong dan tak menemukan korek.
"Ck!" Decaknya lalu melepaskan rokok dari mulutnya, menyelipkannya di sela jari-jari kirinya.
Kana melihat ke arah rokoknya yang sudah berapi.
"Thanks". Ucap Kana tanpa melihat lelaki itu lalu menyesap rokoknya, mengadahkan pandangannya ke atas.
"Sama-sama."
Mendengar suara lelaki itu, Kana langsung menoleh. Benar saja, Noah duduk disebelahnya dengan senyum menawan yang dulu disukai Kana.
"Kenapa menatapku begitu?" Tanya Noah sambil memutar-mutarkan korek api di tangannya.
Kana tak menyahut, dia menatap ke depan lagi, menyesap rokoknya lebih dalam.
"Kana, apa kau.."
"Pergilah." Tukas Kana lalu meneguk bir di depannya.
"Kau masih marah padaku? Kana, aku hanya melakukan kesalahan kecil."
Kana tersenyum miring, kesalahan kecil, katanya? "Menyingkir dari hadapanku. Kau menjijikan". Ucap Kana yang langsung membuat Noah naik pitam.
Noah berdiri dan menunjuk-nunjuk Kana. "Apa kau bilang? Kau bilang menjijikan? Hei, kau sadari siapa dirimu?"
Kana tidak peduli, dia menyesap rokoknya lagi.
Noah menarik tangan Kana. "Kau harusnya bersyukur masih ada laki-laki yang mau denganmu, kau pikir kau siapa sampai aku harus membujukmu? Anak yang Ibunya murahan sama sepertimu.. PLAK!!"
Kana menampar Noah dan membuang rokok yang ada dimulutnya.
Noah dengan mata melotot, langsung melayangkan tamparan ke wajah Kana, namun tangannya tertahan karena seseorang yang memegang kuat tangan Noah.
"Kau! Beraninya!" Pekik Noah.
"Enyah, jangan sampai kau tidak diizinkan lagi masuk kesini!" Tukas lelaki itu dengan menatap tajam ke arah Noah.
"Kau pikir, kau siapa, Sialan!" Pekik Noah lagi dan Tumbukan keras diwajahnya mendarat tajam, hingga membuat Noah terjatuh ke lantai.
"Seret dia keluar." Titah lelaki itu pada bawahannya.
Noah diseret keluar dengan teriakan tak terimanya, hingga membuat banyak orang memperhatikan.
"Kau baik-baik saja?"
Kana melihat Bastian, lelaki yang dia temui siang tadi kini berada di tempat yang sama dengannya.
"Terima kasih, Bas." Ucap Kana lalu menghembuskan napasnya karena merasa lega.
"Duduklah, aku akan mentraktirmu". Ucapnya lalu memesan minuman pada bartender di depannya.
Sementara Krishan tengah duduk di tepi tempat tidurnya sambil meletakkan ponselnya di telinga.
"Biar aku yang menangani dia. Kau awasi saja." Ucapnya lalu menurunkan ponselnya. Krishan sudah mendengar kabar yang baru dilaporkan bawahannya tentang istrinya.
Suara ketukan pintu terdengar, Marry masuk ke dalam kamarnya.
"Tuan, ini air hangatnya." Marry meletakkan seember kecil air hangat dan handuk untuk mengompres tubuh Krishan.
"Apa Jia sudah pulang?"
"Belum tuan, apa mau saya telepon?" Tanya Marry.
"Tidak perlu. Biarkan saja." Ucapnya lalu Marry keluar dari kamarnya.
Krishan menggenggam erat ponsel di tangannya, dia merasa marah sebab ada lelaki lain yang mendekati istrinya.
Juga merasa bersalah sebab membentak Kana padahal wanita itu tidak salah. Hanya saja, mendengar laporan bahwa Kana banyak tertawa bersama Bastian membuatnya geram.
Namun di satu sisi, dia menyadari kekurangannya juga perjanjian yang ia buat pada istrinya untuk tidak menyentuhnya.
"Jia.." gumamnya pelan dengan mata yang sayu karena panas badannya yang belum turun.
Dia merindukan istrinya, merindukan suara dan harum khas Kana yang selalu terasa di hidungnya.
To Be Continued...
nah loohh .. bini' mu sdh angkat bicara