Novel ketiga Author septi.sari
Karya asli dengan ide alami!!
Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
"Non Ailin??"
Kata seorang pria tua yang sempat menghentikan langkah, saat melihat pak Amir ingin bertanya. Dia meletakan terlebih dahulu sepondok kayu yang tadi diangkatnya diatas bahu.
Heh!!
Heh!!
"Betul mbah," kata pak Amir dengan nafas tersengal.
"Tadi pas saya baru keluar ladang, dia kearah pemakaman. Lebih baik cepat kamu kejar, nanti takutnya kemana-mana!!" timpal kembali pak tua tadi.
"Ya sudah, saya permisi dulu!! Terimaksih banyak mbah ..." pamit pak Amir.
Rumah Damar yang saat ini dihuni Prabu, memang berada diujung kota. Lebih tepatnya berada dibawah kaki pegunungan. Dan kebetulan Ailin berjalan kearah barat, yang dimana akan menghubungkan dengan desa penduduk.
Ailin berjalan menelusuri jalanan setapak, yang kini di penuhi bebatuan kecil. Sinar mentari menemani perjalanan gadis depresi itu. Tangisan bahkan senyuman, sejak tadi melekuk indah menghiasai wajah sendunya, yang kini sudah basah akan air mata.
Beberapa warga yang sempat bertemu, selalu melayangkan teguran sapa. Namun Ailin hanya menanggapinya dengan wajah tenang, tanpa peduli. Terkadang, wanita cantik itu bersenandung merdu, sambil kedua tanganya terlentang menyentuh beberapa bunga-bunga kecil.
Ailin sungguh menikmati perjalanan paginya kali ini. Kicauan burung saling bersahutan, rupanya membuat gadis depresi itu tertawa renyah. Dia mengira, para burung sedang bernyanyi lucu yang dipersembahkan untuknya.
"Kemana perginya??" tanya Prabu setelah keluar dari mobilnya.
Anissa juga tak kalah khawatir, hingga langsung turun mengikuti langkah suaminya.
"Kata Amir, dia menuju desa tuan muda!!" jawab mbok Marni yang sejak tadi mondar mandir dihalaman rumah.
"Lebih baik kamu dirumah saja!!" kata Prabu menatap istrinya.
Anissa mengunci tatapan suaminya, "Kamu malu mengajakku??" cetusnya dengan wajah menantang.
Hah!!
Prabu mendesah pasrah. "Baiklah!! Ayo .." Prabu lantas berlari menuju garasi, dan hal itu membuat Anissa semakin memicing.
Bremm!!
Bremm!!
Anissa terperanjat, saat suaminya keluar sudah menaiki sebuah motor. Yang biasa Prabu gunakan untuk sekedar mengunjungi pabrik.
"Ayo, naik!!" kata Prabu sambil membuka handle kaki, agar memudahkan sang istri untuk naik.
Tanpa ragu, Anissa langsung saja naik dibelakang.
Anissa yang semula duduk dengan tenang tanpa berpegangan, kali ini terpaksa memegang jaket kulit Prabu, saat melihat jalanan yang sedikit naik.
Dari spion, Prabu dapat melihat raut wajah sang istri yang sangat ketakutan, namun sekuat tenaga harus Anissa tahan, karena tidak ingin pria didepanya mengambil kesempatan kali ini.
Tapi bukan Prabu namanya, jika dia hanya diam tanpa membuat perasaan takut sang istri semakin menembus nirwana. Prabu menarik ujung bibirnya, dan langsung menarik gas motornya sekuat mungkin.
Aww!!
Jerit Anissa, dan langsung melingkarkan tanganya pada perut Prabu, saat pria itu mengencangkan gasnya ditanjakan aspal.
Prabu terhenyak, badanya seketika menegang, saat melihat tangan sang istri yang kini memeluk perutnya dengan kencang. Entah mengapa, rasanya dia nyaman. Batinya mendadak menghangat, ingin mendapat yang lebih atas apa yang Anissa beri.
Sementara Anissa~dia tak bergeming sedikitpun, saat tanganya spontan melingkar diperut kekar suaminya. Hingga dia tersadar, lalu sebelah tanganya berontak sebelah.
Plakk!!
"Kamu sengaja kan??" hardik Anissa sambil menimpuk bahu suaminya.
"Diamlah, Nissa!! Jangan seolah kamu memiliki seribu nyawa, hingga pegangan saja tidak mau," gerutu Prabu yang tersapu oleh angin.
Anissa mendengus kesal, dengan berbagai umpatan yang sudah menggumpal dalam hatinya. Tetapi, Anissa~dia juga menikmati memont tersebut. Dia ingin mendapat lebih, dari apa yang dia dapat saat ini.
Namun sayangnya, mereka berdua terjebak dalam kubangan cinta semu. Cinta itu ada, tetapi tidak saling terucap. Dia terpendam dalam, hingga mengakar kuat pada pondasinya.
"Pak Amir?? Itu bukanya pak Amir??" Anissa menunjuk kearah penjaga rumah itu, saat berada disebuah gerdu dengan seseorang.
Melihat itu, Prabu langsung membelokan motornya menuju tempat pak Amir berada.
Grekk!!
Prabu langsung menurunkan kaki motor, hingga suaranya berbentur pada aspal saat ini. Dengan cepat mereka berdua langsung turun, dan disambut ramah oleh beberapa warga desa.
"Tuan ... Non Ailin ada dibelakang sana!! Tadi saya sudah kesana, tapi nona marah dan berteriak. Jadi saya tunggu disini, ditemani Tukiman dan Hardi!!" seru pak Amir sambi mengajungkan ibu jarinya kearah belakang.
"Selamat datang didesa Tuan, nona ...." kata dua pria itu dengan menunduk sopan.
"Terimakasih sudah menjaga Ailin!! Kerukunan warga desa ini, memang tidak perlu diragukan lagi.." jawab Prabu sambi mengedarkan pandangan.
"Sama-sama tuan!! Kalau begitu saya permisi dulu," pamitnya bersamaan.
Prabu mengangguk, hingga dua pria tadi benar-benar telah hilang didepan matanya.
Sementara Anissa, sejak tadi dia menatap kearah depan, yang dimana terdapat pemakaman umum, yang waktu lalu pernah dia singgahi bersama Elang.
Tempat yang saat ini Anissa singgahi masih begitu asri, hingga kabut tebal terkadang masih menyelimuti daerah hujan tersebut. Waktu sudah menunjukan pukul 10, namun sang surya masih terlihat malu-malu untuk menunjukan atensinya.
Embun pagi begitu menyeruat dalam pernafasan saat ini. Tetesan air dari dahan pepohonan, seakan terasa lebih lembut, saat penulis cantik itu mulai melangkahkan kedua kaki jenjangnya.
Srett!!
Anissa spontan menoleh, saat lenganya dipegang oleh Prabu tanpa aba-aba. Tatapan Prabu tersirat penuh pertanyaan, atas kemana langkah kaki itu membawa istrinya.
"Biar aku saja yang kesana!!" pekik Anissa tampak tenang diwajah cantiknya.
Perlahan, Prabu mulai melepaskan genggaman tanganya, dan benar-benar membiarkan Anissa masuk kedalam pemakaman itu.
Tap
Tap
Tap
Ailin masih tenang, duduk lesehan diatas tanah merah tersebut. Dia sudah tak peduli lagi pada pakaian putih, hingga berubah warna, menjadi coklat kental.
Senyum hangat terlukis diwajah cantik Anissa. Langkahnya yang semakin mendekat, hingga tanpa sadar dia dapat melihat, bagaimana sayangnya Ailin terhadap mendiang Damar semasa hidupnya.
"Damar... Kenapa kamu tidak mengajaku!! Aku ingin menikah denganmu, Damar!! Ayo bangun ... Ayo kita menikah seperti rencana kita dulu ....!!" lirih Ailin sambil menidurkan setengah badanya pada nisan sang kekasih.
Dada Anissa berdesir nyeri, saat mendengar lirihan yang keluar dalam hati Ailin saat ini. Ailin~dia wanita yang sangat beruntung. Hidupnya penuh dengan kasih dan cinta dari orang terdekatnya.
Tidak hanya perlakuan Damar dulu. Hingga kini, Prabu juga memberikan sikap lembut, sama seperti yang kakaknya lakukan. Wanita gila itu, sudah sangat berhasil menaklukan dua pria Darmanta, walaupun raganya kosong tak berjiwa.
Namun, jika Ailin dapat menukar semuanya, lebih baik dia diasingkan ataupun dibenci sekaligus, asalkan Damar sang kekasih dapat kembali lagi padanya.
"Ailin ... Apa aku boleh menemanimu??" sapa Anissa setelah berhasil jongkok didepan pusara kakak iparnya.
Ailin terhenyak, lalu mencoba membangunkan setengah badanya. Kedua netranya bertaut, begitu juga keningnya yang membentuk beberapa lipatan.
"Kamu ... Bukanya, kamu pelayan dirumah kekasihku?? Lalu kenapa kamu berada disini??" tanya balik Ailin dengan suara lembut, namun kedua matanya cukup mengintimidasi.
Anissa tersenyum nanar. Tanganya terulur untuk memegang batu nisan sang kakak, lalu kembali lagi menatap wanita didepanya.
"Betul Ailin ... Makanya aku datang kesini, karena aku ingin mengajakmu pulang kerumah!!" jawab Anissa bersikap tenang.
Ailin memutus pandanganya dari Anissa. Tatapanya kembali jatuh kepusara, sambil terus mengusap batu nisan sang kekasih, hingga sesekali diciumnya dengab lembut.
Hussstt!!
Ailin meletakan ibu jari didepan bibir miliknya, sambil berbisik, "Pelan-pelan Anissa ...!! Kekasihku sedang tidur, biarkan dia beristirahat terlebih dulu. Karena 2 hari lagi, kami akan segera menikah!!"
Setelah berkata itu, Ailin kembali lagi merebahkan setengah badanya disamping pusara sang kekasih, seolah dirinya sedang memeluk tubuh tegap Damar.
Hahht!!
Anissa terpaksa mendesah pasrah. Entah sebesar apa, cinta yang sudah Damar berikan pada Ailin. Hingga meninggalkan bekas yang menancap begitu dalam, bahkan sangat sukar untuk dilepasnya.
Dari kejauhan, Prabu dapat melihat raut wajah keputusasaan, saat Anissa berusaha membujuk Ailin untuk pulang. Prabu yang merasa kasihan terhadap dua wanita itu, lantas segera berjalan mendekat kearah mereka.
Prabu berhenti tepat disebelah tubuh Ailin, yang saat ini masih merebah memeluk batu nisan kekasihnya. Dia melirik sekilas kearah istrinya, lalu mengusap lembut surai hitam Ailin yang begitu terawat dan sehat.
Dengkuran halus keluar dari mulut mungilnya, saat tangan Prabu masih setiap mengusap disana. Dan rupanya, Ailin sudah tertidur pulas, karena teramat lelahnya berpikir.
Prabu lantas mengangkat tubuh Ailin alay bridal styl, dan langsung berjalan dengan pelan keluar dari pemakaman.
Dada Anissa spontan bereaksi. Dia juga ikut bangkit, dengan tatapan nanar mengarah kearah suaminya didepan. Entah dari mana datangnya anak panah tajam itu. Yang jelas, Anissa terlalu sakit merasakan tancapan itu, yang kian mengakar kuat dalam jantungnya.
Air mata pun tidak keluar lagi. Dia berjalan, namun dengan tatapan kosong kedepan. Hidupnya tidak seberuntung hidup wanita yang saat ini tengah digendong suaminya sendiri.
*
*
*
"Kenapa kamu melakukan hal ceroboh seperti tadi?! Bagaimana jika tidak ada yang melihatmu pergi?? Apa kamu merindukan mas Damar? Dia pasti akan bahagia disana, jika kamu dapat sembuh disini...." lirih Prabu menatap sendu pada wajah Ailin. Setelah dia membaringkannya ditempat tidur.
Perlahan, tangan pria itu terulur untuk menaikan selimut tebal hingga batas perut Ailin. Sebelum beranjak, Prabu sedikit membungkuk. Dia dapat melihat, ada sesuatu yang menempel pada kening Ailin. Maka dengan cepat, dia segera membersihkannya dengan tangan.
Setelah itu, dia beranjak dan langsung membalikan badan.
Degh!!
Rupanya, Anissa sejak tadi sudah berdiri diambang pintu. Semua perbuatan Prabu jelas sekali terekam dalam pandanganya. Apa-apan ini semua.
Anissa sangka, Prabu telah memberikan kecupan hangat pada wajah Ailin. karena posisinya yang berjarak, sehingga dia tidak dapat melihat secara keseluruhan apa saja yang dilakukan suaminya.
Oh Anissa ... kamu rupanya telah salah faham!!
'Kecupan itu?? Apa maksud kecupan itu?? Tidak mungkin, jika hanya sekedar tanggung jawab biasa, sampai mendarah ke jiwa' batin Anissa merasa kesal.
"Anissa?? Kamu ......"
Anissa langsung saja melenggang keluar, sambil memikul sebongkah batu besar yang tiba-tiba menghantam dadanya saat ini. Sehingga rasa sesak seketika menyeruat dalam batinnya.
'Apa-apaan kamu ini~Anissa!! Kamu hanya seorang pelayan, tapi mengapa sikapmu sudah selayaknya seseorang yang mendapat balasan cinta!! Stop Anissa ... Stop!!'
Anissa mempercepat langkahnya, sambil membuat batinya sadar, hingga dia benar-benar sampai didalam kamarnya.
Blamm!!
Prabu terhenyak, saat sang istri menutup pintu begitu kuat. Dan hal itu membuat suara dan juga tindakan Prabu menggantung diudara.
'Apa Anissa melihat semua yang kulakukan pada Ailin, tadi?? Apa dia juga cemburu??' batin Prabu menatap sekilas pintu kamar Anissa.
'Seharusnya dia tidak menerapkan semua itu dalam hatinya. Aku sudah mengingatkannya berulang kali'
Setelah itu, Prabu langsung melenggang pergi dari sana. Entah kemana lagi tujuanya, karena dia saat ini turun sambil mengotak atik ponsel untuk menghubungi seseorang.
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat