Aku yang membiayai acara mudik suami ku, karena aku mendapat kan cuti lebaran pada H-1. Sehingga aku tidak bisa ikut suami ku mudik pada lebaran kali ini, tapi hadiah yang dia berikan pada ku setelah kembali dari mudik nya sangat mengejutkan, yaitu seorang madu. Dengan tega nya suami ku membawa istri muda nya tinggal di rumah warisan dari orang tua mu, aku tidak bisa menerima nya.
Aku menghentikan biaya bulanan sekaligus biaya pengobatan untuk mertua ku yang sedang sakit di kampung karena ternyata pernikahan kedua suami ku di dukung penuh oleh keluarga nya. Begitu pun dengan biaya kuliah adik ipar ku, tidak akan ku biar kan orang- orang yang sudah menghianati ku menikmati harta ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leni Anita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2
"Dek, nanti di kampung mas mau rental mobil ya, supaya lebih mudah kalau mau keluar. Kamu jangan lupa transfer uang nya!" Mas Randi berkata pada ku ketika aku sedang bersiap.
"Sebaik nya mas pulang bawa mobil aja, biar gak kesulitan kalau mau keluar pas di kampung!" Aku memberikan saran pada mas Randi.
"Macet dek, mas malau kalau harus terjebak macet selama berhari - hari! Apalagi nanti pas di pelabuhan Merak - Bakauheni!" Mas Randi beralasan.
"Ya udah mas, nanti aku transfer! sekarang mas buruan berangkat udah siang nih. Nanti siang kita bisa belanja dulu buat oleh - oleh setelah mas pulang!" Aku mengingat kan.
"Iya dek, mas berangkat dulu!" Mas Randi mengambil kunci mobil ku yang ada di atas nakas.
Mas Randi mengunakan mobil ku untuk pergi ke sekolah tempat dia mengajar, sementara aku menggunakan mobil yang merupakan fasilitas dari kantor tempat aku bekerja.
Aku segera memberes kan rumah, hari ini aku libur karena hari ini hari sabtu. Aku bekerja dari hari senin sampai jum'at hari sabtu dan minggu aku libur. Sementara mas Randi mengajar di sebuah sekolah Negeri dari senin sampai sabtu.
Aku lebih suka mengerjakan semua pekerjaan ini sendiri di saat libur, asisten rumah tanggaku bekerja hanya hari senin sampai jumat saja. Dia biasanya datang di pagi hari dan pulang sore hari.
Sambil menunggu mas Randi mengajar, aku pergi ke kafe dan restoran peninggalan orang tua ku. Kafe ini buka di sore hingga waktu sahur, karena saat ini sedang bulan ramadhan.
"Selamat pagi bu Arin!" Sapa maya seorang kasir di kafe ini.
"Pagi mai!" Aku membalas sapaan dari karyawan ku.
Aku langsung pergi ke belakang di ikuti oleh Maya, aku mengecek karyawan ku yang sedang mempersiapkan menu makanan untuk di jual sore nanti.
Kafe dan restoran ini biasa nya buka dari pagi, tapi karena sekarang bulan ramadhan, jam buka kafe ini menyesuaikan dengan jadwal puasa.
[Mas, pulang nanti langsung jemput aku di kafe ya!] Aku mengirim kan pesan pada mas Randi.
Setelah aku selesai sholat dzuhur, mas Randi datang menjemput ku. Kami berencana untuk belanja oleh- oleh untuk keluarga suami ku hari ini, sisa nya akan di lanjut kan besok. Kami tidak ingin terlalu lemas karena kami juga sedang berpuasa.
"Mas, sholat dulu sebelum berangkat, aku sudah sholat duluan!" Aku mengingat kan mas Randi.
"Nanti saja dek! Mas sholat di mushola saja nanti!" Mas Randi memberi ku alasan.
Aku hanya bisa menggeleng kan kepala melihat suami ku yang selalu menunda waktu sholat nya. Kami langsung pergi ke mall untuk membeli oleh - oleh yang akan di bawa oleh suami ku mudik ke kampung halaman nya.
"Mbak Hera pasti senang jika di bawain parcel seperti ini!" Mas Randi menunjuk kan deretan parcel yang di susun di mall.
"Mas kan naik pesawat, jadi gak bisa bawa semua itu. Kalau mas pulang bawa mobil, mas bisa bawa semua nya!" Aku berkata sambil melangkah ke sebuah gerai yang menjual berbagai jenis mukena dan pakaian muslim.
"Mas, ini bagus gak buat ibu?" Aku menunjuk kan satu set mukena berwarna putih dengan hiasan renda di pinggir nya.
"Bagus kok, ibu pasti suka!" Mas Randi setuju dengan pilihan ku.
Aku membelikan mukena untuk ibu, mbak Hera dan juga Kinan dengan warna dan motif yang sama. Tidak lupa aku juga membeli gamis model terbaru untuk mereka, juga aku membeli sarung dan baju koko untuk ayah mertua ku yang sedang menderita penyakit struk.
Aku juga tidak ketinggalan membelikan oleh - oleh buat anak - anak mbak Hera dan juga suami nya. Bagi ku keluarga nya mas Randi juga keluarga ku, aku tidak kekurangan masalah uang jadi apa salah nya aku menyenangkan mereka.
"Mas, jangan lupa kalau sudah sampai di sana telepon aku!" Aku mengingat kan mas Randi saat aku mengantar nya ke bandara.
"Iya dek, nanti pasti mas kabar kan!" Mas Randi menjawab ucapan ku.
Aku menunggu keberangkatan mas Randi sebelum dia masuk ke dalam pesawat. Dari pengeras suara terdengar pemberitahuan bahwa penumpang di persilahkan untuk masuk ke dalam pesawat.
"Mas pergi dulu dek, jaga diri mu dek!" Mas Randi mencium kening ku sebelum dia pergi.
"Iya mas, sampai kan salam ku buat ibu dan bapak, sampai kan juga permohonan maaf ku karena tidak bisa mudik tahun ini!" Aku berkata sambil mencium tangan suami ku.
"Pasti dek!" Mas Randi segera pergi dan aku melepas kan keberangkatan mas Randi dengan berat hati.
'Ada apa ini ya Allah, padahal mas Randi cuma mudik ke kampung halaman nya selama setengah bulan, tapi kenapa aku merasakan sesuatu yang menyedihkan. Seolah - olah aku akan berpisah dari mas Randi!' Aku berguman di dalam hati.
Mungkin ini hanya perasan ku saja, entah kenapa aku merasa ada perasan yang tidak bisa aku jelas kan dengan kepulangan mas Randi kali ini.
"Lindungi lah suami ku dan keluarga nya, di mana pun dia berada! Semoga dia selamat hingga sampai di tempat tujuan nya!" Aku berdoa untuk keselamatan suami ku dan seluruh anggota keluarga nya.
Aku pun segera mengemudikan mobil ku menuju bank tempat aku bekerja, aku hanya meminta izin sebentar untuk mengantar kan suami ku pergi ke bandara.
Sampai di bank tempat aku bekerja pun aku masih merasakan sesuatu yang tidak enak, aku tidak tahu ada apa dengan ku. Perasan ku begitu cemas dan takut kehilangan mas Randi.
"Sebaik nya aku sholat dzuhur saja dulu, ini sudah masuk waktu dzuhur!" Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan ku dan ini sudah memasuki waktu sholat dzuhur.
Aku pun sholat di ruangan ku, Ruangan ku sebagai seorang manajer sangat luas. Bahkan di dalam nya ada ruangan lain yang di siap kan khusus untuk beristirahat.
"Ya Allah, lindungi lah suami ku di mana pun dia berada, semoga dia kembali pada ku dalam keadaan tanpa kekurangan suatu apa pun!" Aku memanjat kan doa keselamatan untuk suami ku yang saat ini jauh dari ku.
Aku kembali fokus pada laptop di depan ku, sesekali aku melihat jam di tangan ku. Aku tidak sabar ingin bicara dengan mas Randi, suami ku. Perjalanan dari Jakarta ke Palembang hanya memakan waktu satu jam dengan mengunakan pesawat terbang. Tapi jika mengunakan mobil atau pun bis, bisa memakan waktu hingga dua hingga 3 hari.
Apalagi di tambah jalanan yang macet karena mudik lebaran ini, bisa saja memakan waktu selama 3 atau empat hari perjalanan.
"Sudah satu jam lebih, mas Randi pasti sudah tiba di sana!" Aku langsung mengambil ponsel ku dan menghubungi nya.
Tidak butuh waktu lama, panggilan ku di angkat oleh suami ku.
"Hallo mas, apakah kau sudah tiba di Palembang?" Aku langsung bertanya pada suami ku.
"Iya dek, ini mas sudah turun dari pesawat lagi nunggu jemputan!" Mas Randi menjawab pertanyaan ku dari seberang sana.
"Syukur lah kalau mas sudah tiba di sana, entah kenapa aku malah mencemaskan mas Randi!" Aku berkata dengan perasaan lega.
"Iya dek, nanti mas telepon lagi ya. Mas udah di jemput!" Mas Randi memutuskan panggilan secara sepihak.
Aku menarik nafas lega mendengar suamiku sudah tiba di sana dan dia baik - baik saja, aku mengucap kan syukur berkali-kali karena kecemasan ku rupanya tidak beralasan.