Sweet Alexsandra, seorang gadis yang memiliki sifat dingin. Ia dipaksa untuk menikahi seorang lelaki kejam demi keuntungan bisnis orang tuanya. Perusahaan lelaki itu begitu sulit ditaklukkan. Sehingga gadis itu digunakan sebagai alat. Sweet harus rela melepaskan segala mimpinya. Menjadi seorang istri dari lelaki yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada. Lelaki yang selalu menganggapnya sebagai pecinta harta.
Hidup tanpa cinta sudah menjadi hal lumrah baginya. Mungkinkah ia akan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Bodoh! Menjaga diri sendiri saja tidak bisa. Tidak perlu membuat segala cara untuk mencari perhatianku. Aku tidak akan terpnacing dengan akting jelekmu," ujar Alex yang entah sejak kapan sudah ada di belakang Sweet. Gadis itu tak menggubris ucapan Alex. Ia berusaha untuk bangun, benturan di kepalanya lumayan sakit. Sepertinya pergelangan kakinya juga terkilir.
Sweet berjalan dengan tertatih. Ia mengabaikan keahadiran Alex di sana. Alex terus memperhatikan Sweet yang kesulitan berjalan.
Bodoh! Sudah seperti itu masih saja berakting? Nyalinya cukup besar.
"Nyonya tidak apa-apa?" Seorang pelayan lanjut usia menghampiri Sweet. Beliau bersusah payah membantu Sweet berjalan.
"Terima kasih, siapa namamu?" Sweet kini sudah duduk di sofa.
"Semua orang memanggilku kepala pelayan Ge, aku kepala pelayan di sini. Aku bekerja sejak Tuan besar masih ada. Cukup lama di sini," jawab Kepala pelayan Ge menjelaskan, meski Sweet tidak menanyakan sedetail itu.
"Itu artinya anda senior di sini?" tanya Sweet sambil menyentuh keningnya yang sedikit mengeluarkan darah.
"Ya, bisa dikatakan seperti itu. Lalu, bagaimana Nyonya bisa jatuh?"
"Kepala pelayan, tidak perlu memanggilnya Nyonya. Panggil saja namanya, statusnya di sini lebih rendah darimu. Kau juga bisa mempekerjakannya," potong Alex. Kepala pelayan Ge pun langsung bangun dari duduknya. Lalu ia sedikit membungkuk untuk memberi hormat pada Alex.
"Obati lukanya, segera ke dapur, bantu mereka menyiapkan makan siang." Perintah Alex pada Sweet dan langsung belalu. Kepala pelayan Ge cukup terkejut mendengarnya.
"Jangan khawatir Nyonya, Tuan memang seperti itu. Tapi sebenarnya tuan sangat baik. Sekarang kita obat dulu lukanya, setelah itu Nyonya istirahat ya?" Kepala pelayan Ge bergegas untuk mengambil kotak P3K. Hanya beberapa detik ia sudah kembali.
"Terima kasih," ucap Sweet menahan rasa perih saat kepala pelayan Ge membubuhi lukanya dengan alkohol.
"Nyonya, saya antar ke kamar ya?" tawar kepala pelayan Ge.
"Tidak perlu, aku masih ingin di sini. Terima kasih," ucap Sweet berbaring. Matanya terpejam karena merasa pusing.
"Baiklah, jika perlu sesuatu. Tolong panggil kami, Nyonya."
"Jangan terus memanggilku Nyonya, panggil saja Sweet."
Kepala pelayan merasa tak enak. Beliau cukup lama terdiam.
"Ya, namamu sangat manis," ucap kepala pelayan Ge dengan tulus. "Kalau begitu, saya undur diri dulu."
Sweet membuka matanya, tatapannya kosong. Hingga sebuah tangan mengejutkannya. Sweet pun langsung menoleh. Ternyata Mala.
"Sweet, apa yang terjadi?" tanya Mala panik saat melihat perban di kening Sweet.
"Awh," Sweet meringis saat mala tak sengaja menyenggol kakinya.
"Ya tuhan, kakimu bengkak. Apa yang terjadi? Di mana Ayah?" Mala semakin panik. Ia bangun dari duduknya dan hendak memanggil Alex. Namun Sweet langsung menahannya.
"Tidak perlu, aku baik-baik saja." Sweet merubah posisinya jadi duduk.
"Ada apa sayang?" seorang wanita paruh baya menghampiri mereka. Milan, ibu kandung Mala. Sweet menatap wanita itu lamat-lamat.
Apa dia istrinya? Ibu kandung Mala? Sosok yang mengingatkanku pada Ibu.
"Ma, kakinya terkilir. Sepertinya Ayah tidak tahu," Mala mengadu pada ibunya. Milan pun menghampiri Sweet dan duduk disampingnya. Ia menarik napas panjang, memperhatikan kaki Sweet yang mulai membengkak.
"Jika dibiarkan bisa masuk angin, Mala tolong ambilkan minyak zaitun di kamar. Mama harus membantunya."
"Baik, Ma." Mala pun langsung berlari menuju kamar Milan.
"Terima kasih," ucap Sweet. Milan tersenyum, menggenggam tangan Sweet dengan lembut.
"Kau gadis yang dipilih tuhan untuk mendampinginya, bersabarlah sedikit. Aku yakin kau bisa membuatnya kembali seperti dulu," ujar Milan yang berhasil membuat Sweet bingung.
"Masa lalu yang ia alami membuatnya menjadi sekeras batu," lanjutnya.
Tidak berapa lama, Mala pun kembali dengan sebuah botol ditangannya. Mala memberikan itu pada Milan. Perlahan Milan mebalurkan minyak dikaki Sweet.
"Awh, sakit." Sweet mencengram bajunya dengan erat untuk menahan rasa sakit.
"Tahan sedikit, ini akan lebih sakit jika tidak di obati," ucap Milan sambil terus mengurut kaki Sweet. Gadis itu terus mengerang kesakitan. Mala merasa kasihan. Ia memberikan tangannya pada Sweet.
"Genggam tanganku, ini akan membantu mengurangi rasa sakit," titah Mala pada Sweet. Tanpa pikir panjang, Sweet pun langsung menggenggam tangan Mala.
Di kamar, Alex terus memperhatikan gerak gerak istri kecilnya di layar monitor. Ia memantau ketiga wanita itu dari jauh.
"Jangan pernah berpikir aku akan menaruh simpati, wanita licik sepertimu tidak pantas mendapatkan posisi di sini. Lambat laun aku akan menyingkirkanmu bersama keluarga tak tahu malu itu. Kau tunggu dan nikmati permainan ini." Alex tersenyum penuh kemenangan.
Alex mengambil ponselnya untuk menghubungi kaki tangannya.
"Josh, besok atur pertemuan dengan perusahaan Jerome Group. Aku ingin tahu perkembangan mereka sampai mana, lakukan dengan baik." Alex menutup telepon sepihak. Wajahnya penuh dengan seringaian. Orang yang melihatnya pasti akan brigidik ngeri .
***
Sweet baru saja selesai salat Zuhur. Dengan susah payah ia berjalan menuju tempat tidur. Saat ini Sweet berada di kamar tamu. Kamar yang cukup besar dan didominasi warna silver. Tadi juga, ia yang meminta Mala untuk menyiapkan pelengkapan salat.
Sweet bersandar di kepala ranjang. Getaran ponsel membuatnya tersentak. Sweet mengambil ponselnya di atas nakas dan menerima panggilan dari Jeremy.
"Ya, Dad?"
"Sweety, jangan lupa besok ada meeting dengan perusahaan suamimu. Kau harus hadir, karena semua devisi akan ikut serta. Persiapan laporan sebaik mungkin."
Sweet terdiam beberapa saat.
"Sweet, kau mendengarkanku?"
Sweet terhenyak, "ya, Dad. Aku mendengarnya. Aku akan hadir besok, jangan khawatir."
"Baguslah, aku tahu kau yang terbaik. Daddy tutup dulu."
"Ya, Dad." Panggilan pun terputus.
Sweet menatap nanar layar ponselnya. Mungkin ia menang ditakdirkan untuk terus berhadapan dengan masalah besar. Belum lagi ia harus menghadapi Alex yang selalu bersikap dingin padanya.
Sweet menarik napas panjang. Lalu memilih berbaring. Saat ini tubuhnya butuh istirahat. Kembali mengumpulkan energi sebagai kekuatan untuk menghadapi hari yang masih panjang.