NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:800
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Pria Aneh

Kata-kata itu menggantung di udara sesaat setelah pintu dibanting menutup, getarannya merambat dari kusen kayu hingga ke tulang kering Nokiami. Ia bersandar di daun pintu, napasnya tersengal seolah baru saja berlari maraton, bukan hanya beradu argumen dengan seorang kurir. Kantong belanjaan di tangannya terasa berat, bukan karena isinya, melainkan karena muatan penghinaan yang menyertainya.

Dramatis.

Ia benci orang yang dramatis.

Nokiami tertawa hambar. Jika saja pria itu tahu sepersepuluh dari drama yang sesungguhnya sedang ia hadapi, drama yang melibatkan pesan teror, tunangan psikopat, dan pelarian di tengah malam. Pertengkarannya dengan Reygan hanyalah sebuah iklan jeda di tengah film horor yang menjadi hidupnya.

Dengan perlahan ia menyeret dirinya dan kantong belanjaan itu ke dapur kecil. Ia membongkar isinya satu per satu di atas meja. Beras, mi instan, kaleng-kaleng sarden, telur, bawang. Semuanya ada.

Perban elastis, salep, parasetamol. Lengkap. Di tengah kekesalannya yang membuncah, sebuah pikiran aneh menyelinap masuk. Pria itu, dengan segala kebenciannya, ternyata sangat teliti. Tidak ada satu barang pun yang terlewat dari daftar panjangnya. Ia mungkin seorang monster, tetapi monster yang kompeten.

Pikiran itu entah kenapa membuatnya semakin jengkel.

Malamnya, ia memasak mie instan dengan telur, menyantapnya dalam keheningan yang mencekam sambil sesekali melirik ke arah jendela, seolah mengharapkan bayangan Leo muncul di sana.

Setiap suapan terasa seperti abu, rasa laparnya telah mati suri, digantikan oleh kecemasan yang menggerogoti. Reygan, dengan analisisnya yang menusuk, telah membuatnya merasa lebih terekspos.

Lagi bokek atau lagi sembunyi? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Pria itu terlalu jeli. Terlalu berbahaya.

Keesokan harinya, Nokia mengambil sebuah keputusan. Ia tidak akan membiarkan Reygan menang. Ia juga tidak akan membiarkan Leo membuatnya kelaparan. Ia butuh makan, tetapi ia tidak sudi melihat wajah Reygan lagi. Ia harus lebih pintar dari sistem, lebih licik dari algoritma aplikasi hijau itu.

Ia membuka aplikasi, matanya memindai peta kota yang terpampang di layar. Biasanya, ia akan mencari restoran terdekat untuk meminimalkan ongkos kirim. Namun, hari ini tujuannya berbeda. Jarinya menggulir peta itu semakin jauh, melewati pusat kota, melintasi kawasan bisnis, hingga ke distrik di seberang sungai yang hampir tidak pernah ia kunjungi.

Logikanya sederhana. Jika ia memesan dari restoran yang letaknya di ujung dunia, kemungkinan besar pengemudi yang akan mengambil pesanan itu adalah mereka yang mangkal di area tersebut. Peluang untuk bertemu lagi dengan Reygan, si iblis berjaket hijau, akan mendekati nol. Ini adalah pertaruhan, sebuah strategi yang menurutnya paling tepat.

Matanya tertuju pada sebuah nama: ‘Prime Cut & Grill’. Sebuah restoran steak mewah yang terkenal dengan wagyu burger-nya. Harganya selangit. Ongkos kirimnya saja sudah cukup untuk membeli tiga porsi mie instan yang ia makan semalam.

"Kau pikir aku bokek ya?" Nokiami tersenyum miring pada bayangan wajah Reygan.

“Makan ini, Reygan,” gumamnya sambil menekan tombol ‘Pesan’ dengan penuh kepuasan. Ia memesan wagyu burger dengan kentang goreng truffle dan segelas besar milkshake cokelat. Makanan yang indulgent, mewah, dan sama sekali tidak praktis. Makanan yang akan meneriakkan, “Aku tidak peduli pada lemak ataupun uang!”

Ia menunggu dengan perasaan superior. Ia telah mengalahkan sistem. Ia membayangkan seorang kurir baru yang ramah, mungkin seorang mahasiswa yang sopan atau bapak-bapak yang kebapakan, akan datang mengantarkan pesanannya. Mereka akan tersenyum, dan ia akan memberikan tip besar sebagai hadiah atas kemenangan kecilnya.

Lima belas menit berlalu. Ponselnya bergetar di atas meja. Notifikasi yang ia tunggu-tunggu.

Dengan senyum penuh kemenangan, ia meraih ponselnya.

Senyumnya membeku seketika.

Pengemudi Reygan sedang dalam perjalanan ke restoran.

“TIDAK MUNGKIN!” pekiknya hingga suaranya menggema. Ia melempar ponselnya ke sofa, seolah benda itu baru saja menggigitnya.

"Bagaimana bisa? Apa pria itu membuntutiku secara digital? Apa dia satu-satunya pengemudi di kota ini? Atau jangan-jangan … jaia memang sengaja mengambil pesanan ini hanya untuk menyiksaku, hah!" Nokiami mendesah kasar.

Rasa frustrasi yang begitu pekat naik ke tenggorokannya. Usahanya sia-sia. Semesta jelas-jelas berkonspirasi melawannya, dan Reygan adalah agen utamanya. Kali ini, tidak ada lagi amarah yang meledak-ledak. Yang ada hanyalah kelelahan yang luar biasa. Ia mengaku kalah.

Setengah jam kemudian bel pintu berbunyi.

Ia membuka pintu dengan pasrah. Reygan berdiri di sana, memegang kantong kertas besar dari restoran mahal itu. Ekspresinya tak terbaca, tetapi matanya berkilat dengan sesuatu yang mirip … geli.

“Selamat malam, Mbak Nokiami,” sapanya, nadanya datar tetapi sarat dengan kemenangan. “Pesanan wagyu burger-nya. Dari Cengkareng, ya? Jauh sekali.”

Nokia hanya mengulurkan tangannya, tidak ingin memulai perdebatan apa pun. Ia hanya ingin makanannya dan mengakhiri penderitaan ini.

Namun, Reygan tidak langsung menyerahkannya. Ia melirik kantong di tangannya, lalu kembali menatap Nokiami. “Saya hampir tidak percaya waktu lihat pesanannya masuk. Restoran di ujung dunia, ongkos kirimnya lebih mahal dari harga bensin saya seminggu. Mbak ini sengaja, ya?”

“Sengaja apa?” balas Nokiami lemah.

“Sengaja mau ngerjain saya?” tuduh Reygan, suaranya menajam. “Atau memang lagi banyak uang sampai tidak tahu mau dibuang ke mana? Kemarin beli sarden sama mie instan, hari ini pesan daging impor. Cepat sekali pemulihan ekonominya.”

Setiap kata Reygan seperti garam yang ditaburkan di atas luka. Pria ini mengingat segalanya. Setiap detail kecil dari pesanannya menjadi amunisi untuk menyerangnya.

“Aku cuma lapar,” dalih Nokia. “Dan aku mau makan itu.”

“Lapar?” Reygan tertawa sinis. “Banyak restoran enak di sekitar sini. Tapi Mbak pilih yang jaraknya dua puluh kilometer. Mbak pikir saya bodoh? Mbak sengaja kan, biar dapat kurir lain?”

Tertangkap basah. Nokia membuang muka, pipinya memanas. “Kalau memang keberatan, kenapa diambil pesanannya?”

“Karena itu pekerjaan saya,” sahut Reygan cepat. “Pekerjaan saya adalah mengantar pesanan, tidak peduli seberapa konyol atau merepotkannya pesanan itu. Termasuk pesanan dari pelanggan yang suka mempermainkan sistem.”

Saat itulah Nokia benar-benar menatapnya. Bukan sebagai musuh, tetapi sebagai seorang manusia. Di bawah cahaya lampu koridor yang redup, ia bisa melihat lingkaran hitam tipis di bawah matanya. Jaket hijaunya tampak sedikit kusam di bagian bahu, dan ada goresan kecil di helm yang ia jinjing. Pria ini, ia selalu ada. Pagi, siang, malam. Mengantar soto, bubur, belanjaan, dan sekarang burger mahal. Ia pasti bekerja tanpa henti. Kesadaran itu tidak serta-merta melahirkan simpati, tetapi sedikit meredam kebenciannya. Ia hanya lelah. Lelah melihat pria ini, lelah membencinya.

“Sudah selesai menceramahiku?” tanya Nokia, suaranya datar. “Aku mau makan.”

Reygan menatapnya sejenak, seolah mencari sisa-sisa perlawanan di wajah Nokia dan tidak menemukannya. Ia akhirnya menghela napas panjang, lalu menyodorkan kantong kertas itu. “Ini.”

Nokia menerimanya. Aroma daging panggang dan kentang truffle yang gurih menguar, tetapi ia tidak lagi merasakan antusiasme. Pertarungan ini telah merenggut semua seleranya.

“Terima kasih,” ucapnya singkat, bersiap menutup pintu.

“Tunggu,” kata Reygan.

Nokiami berhenti, tangannya masih di gagang pintu.

Reygan tampak ragu sejenak, sesuatu yang sangat tidak biasa baginya. Ia mengalihkan pandangannya ke ujung sepatunya, lalu kembali menatap Nokiami.

“Oh, iya,” katanya, nadanya terdengar canggung, hampir seperti obrolan basa-basi yang dipaksakan. “Soal ulasan bintang satu waktu itu …”

Jantung Nokiami berdebar-debar. Ia pikir masalah itu sudah selesai.

Reygan menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. “Gara-gara ulasan Mbak yang heboh itu, saya malah dapat voucher diskon makanan gratis dari kantor bulan ini. Katanya buat ‘meningkatkan moral pengemudi yang dapat keluhan’.”

Ia berhenti sejenak, senyum miring yang paling menyebalkan terbit di bibirnya.

“Jadi, ya … makasih.”

Nokiami mengerutkan kening dan menutup mulutnya yang reflek menganga.

" Pria aneh," ucapnya dalam hati.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!