NovelToon NovelToon
Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Fantasi
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Alvarizi

Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.

Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.

Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.

Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.

Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8: Gadis Musim Dingin

Pagi datang membawa rasa lapar yang berbeda.

Bukan lapar di perut, melainkan rasa gatal yang menjalar di bawah kulit. Ling Tian menatap tangannya di bawah sinar matahari pagi. Kulitnya terlihat sedikit... kelabu. Urat-urat di punggung tangannya menonjol, keras dan kaku seperti kawat tembaga.

Dia mencoba mengepalkan tangannya.

Krek.

Suara itu bukan bunyi gesekan tulang, tapi nampak seperti bunyi logam yang tengah bergesekan. Gerakannya kaku, ada jeda sepersekian detik antara perintah otak dan respon jarinya.

"Kau kebanyakan makan besi bekas, Bocah," suara Tuan Kun terdengar malas, bergema di kepalanya. "Tubuhmu mulai mengalami mineralisasi. Kalau kau terus-terusan menyerap aura pedang tanpa penyeimbang, minggu depan kau akan jadi seperti patung logam. Memang bagus untuk jadi pajangan taman, tapi tentu buruk untuk kelangsungan hidupmu."

Ling Tian menghela napas, uap putih keluar dari mulutnya. "Jadi aku butuh apa? Sebuah minyak pelumas?"

"Darah. Atau tumbuhan spiritual yang kaya energi kehidupan (Yang). Kau butuh sesuatu yang 'basah' dan 'hidup' untuk melunakkan energi logam yang keras dan mati itu."

Ling Tian melirik tumpukan pedang rusak yang sudah dia bersihkan semalam. Di antara rongsokan itu, dia berhasil mengumpulkan segepok kecil butiran logam murni. Sebuah sari pati yang dia ekstrak dari pedang-pedang kualitas menengah. Bagi sekte, ini mungkin limbah daur ulang. Tapi bagi pandai besi luar, ini bahan baku yang berharga.

"Uang," gumam Ling Tian, memasukkan butiran logam itu ke dalam kantong kain kusamnya. "Ujung-ujungnya selalu uang."

Dia merapikan jubah pelayannya yang lusuh, mencuci wajahnya di air danau yang hitam, lalu melangkah keluar dari lembah.

Tujuannya: Pasar Paviliun Awan.

Pasar Paviliun Awan terletak di kaki Puncak Ketiga, area netral di mana murid luar, pelayan, dan pedagang keliling bertemu.

Tempat itu adalah definisi dari kekacauan yang terorganisir.

Suara teriakan pedagang yang menjajakan jimat pelindung murahan bersahut-sahutan dengan bunyi denting koin giok dan aroma menyengat dari daging panggang bumbu rempah. Debu-pun beterbangan, diinjak oleh ribuan kaki yang sibuk mengejar ambisi masing-masing.

Ling Tian berjalan membelah kerumunan. Dia seperti hantu di tengah pesta manusia. Pakaian pelayannya yang kotor dan bau logam berkarat membuatnya menjadi satu-satunya yang berbeda. Murid-murid berjubah abu-abu (Murid Luar) menyingkir saat dia lewat, bukan karena rasa hormat, tapi karena jijik seperti menghindari tumpukan sampah yang bisa mengotori jubah sutra mereka.

Ling Tian tidak peduli. Matanya yang tajam memindai setiap kios, membaca dinamika pasar.

Kios Herbal Keluarga Chen: Harga selangit, kualitas sampah.

Kios Senjata Bekas: Barang rongsokan dipoles minyak biar terlihat baru. Penipuan.

Tiba-tiba dia berhenti di sebuah lapak kecil di sudut yang sepi dan dijaga oleh seorang pria tua gemuk dengan satu mata tertutup kain hitam. Di depannya terhampar berbagai macam bijih logam.

"Logam Black-Iron murni," kata Ling Tian singkat, meletakkan kantong kainnya di meja kayu.

Pria tua itu mendongak, menatap Ling Tian dengan satu matanya yang tersisa. Tatapan yang meremehkan. "Pelayan? Kau mencurinya dari mana?"

"Saya pembersih di Kolam Pencuci Pedang. Ini sisa residu yang saya kumpulkan selama sebulan," jawab Ling Tian tenang.

Pria tua itu membuka kantong yang diberikan Ling Tian, mengambil sebutir logam, dan mengamatinya. Matanya membelalak sedikit. Kemurniannya tinggi. Jauh lebih tinggi dari yang bisa dilakukan pemurnian api biasa.

"Lima koin spirit rendah," kata si pedagang cepat, berusaha menekan harga.

Ling Tian tersenyum tipis. "Paman, mata kirimu mungkin buta, tapi jangan biarkan mata kananmu ikut rabun. Di Toko Senjata Utama, butiran semurni ini dihargai dua puluh koin. Saya jual ke Paman sepuluh. Ambil atau saya ke toko sebelah."

Pria tua itu terdiam. Dia menatap Ling Tian lagi, kali ini dengan kewaspadaan baru. Bocah ini tahu harga pasar.

"Delapan."

"Sembilan. Dan satu batang Akar Darah kering yang ada di pojok mejamu itu."

"Deal."

Transaksi selesai dalam sepuluh detik. Ling Tian berjalan menjauh dengan sembilan keping koin spirit di saku dan sebatang akar kemerahan di tangan.

"Lumayan," puji Tuan Kun. "Kau punya bakat jadi lintah darat."

Ling Tian baru saja hendak menggigit akar itu. Dia tidak peduli soal memasaknya terlebih dahulu, dia hanya butuh esensinya ketika tiba-tiba, suasana pasar berubah hening.

Suara riuh tawar-menawar mendadak senyap, seperti ada seseorang yang memutar tombol volume dunia hingga nol. Kerumunan di jalan utama membelah diri, segera merapat ke pinggir, menciptakan lorong kosong di tengah-tengah jalan.

Tiba-tiba suhu udara turun drastis.

Embun beku mulai merambat di tiang-tiang kayu kios. Napas orang-orang terlihat mengepul putih.

Dari ujung jalan, seorang gadis berjalan mendekat.

Dia mengenakan jubah putih bersih dengan sulaman teratai biru di ujung lengan. Rambut hitamnya panjang terurai, bergerak pelan ditiup angin yang seolah hanya tunduk padanya. Kulitnya seputih pualam, nyaris transparan, memancarkan aura dingin yang membuat siapa pun yang berada dalam radius lima meter menggigil hingga ke sumsum tulang.

Xueya.

Wajahnya cantik. Terlalu cantik, hingga menyakitkan untuk sekadar dilihat. Tapi itu seperti kecantikan sebuah patung es atau pedang yang baru saja ditempa. Terasa tajam dan tak terjamah.

Dia berjalan lurus, pandangannya tertuju ke depan, seolah-olah kerumunan manusia di sekitarnya hanyalah pepohonan atau batu mati.

"Itu Kakak Senior Xueya..." bisik seorang murid di sebelah Ling Tian, suaranya penuh kekaguman dan ketakutan. "Murid jenius dari Istana Shenxiao... kenapa dia ada di pasar murid luar?"

"Ssst! Jangan tatap matanya. Kudengar dia pernah membekukan tangan seorang pria yang mencoba menyentuh bahunya."

Ling Tian berdiri di pinggir jalan, di barisan paling belakang, tersembunyi di balik bayangan tenda kumuh.

Dia sedang mengunyah ujung akar Bloodroot. Rasanya pahit dan sepat, tapi sensasi hangatnya mulai mencairkan kekakuan di sendi-sendinya.

Ling Tian-pun menatap gadis itu.

Jantungnya tidak berdebar karena cinta juga tidak ada lagu romantis yang berputar.

Yang dia rasakan adalah... sebuah resonansi.

"Oho," Tuan Kun bersiul di dalam kepalanya. "Gadis ini... menarik. Dia punya konstitusi tubuh 'Yin Ekstrem'. Tubuhnya adalah wadah es berjalan. Tapi lihat lebih teliti, Ling Tian. Lihat dengan mata pemangsamu."

Ling Tian segera menyipitkan mata. Pupilnya bergeser vertikal sekejap. Dunia seketika menjadi hitam putih. Hanya sebuah pancaran energi yang terlihat berwarna.

Di tengah dada Xueya, di balik jantungnya yang berdetak tenang, Ling Tian melihat gumpalan energi biru tua yang pekat. Itu bukan kekuatan hasil kultivasi. Itu adalah sebuah parasit.

Sebuah segel kutukan.

Energi dingin itu memakan nyawanya perlahan-lahan dari dalam. Setiap kali dia bernapas, setiap kali dia melangkah, dia sedang menahan rasa sakit yang bisa membuat pria dewasa meraung menangis.

Tapi wajahnya datar. Tidak ada kerutan juga tidak ada ringisan. Hanya nampak seperti topeng dingin yang dibalut sempurna.

'Dia sama sepertiku,' batin Ling Tian. 'Memakai topeng untuk sekadar bertahan hidup. Bedanya, topengku nampak seperti badut yang tertawa bodoh, namun topengnya memancarkan aura es abadi.'

Saat Xueya melintas tepat di depan posisi Ling Tian berdiri, langkah kakinya melambat sepersekian detik. Gadis itu segera menoleh, hanya sedikit.

Tatapan matanya yang bening seperti kristal danau beku menyapu kerumunan di sisi kanan. Tatapan itu melewati pedagang gemuk, melewati murid-murid yang menunduk, dan akhirnya... jatuh pada sosok pelayan kumuh yang sedang mengunyah akar di balik bayangan kerumunan.

Waktu seakan berhenti.

Mata hitam Ling Tian bertemu dengan mata biru pucat Xueya.

Tidak ada sapaan, tidak ada senyum juga tidak ada tanda pengenalan.

Xueya hanya menatapnya selama satu detak jantung. Sebuah tatapan kosong yang seolah berkata: Kau ada, tapi kau tidak penting.

Lalu dia memalingkan wajahnya kembali ke depan, melanjutkan langkahnya yang anggun dan sunyi, meninggalkan jejak butiran salju halus di tanah yang dia pijak.

Ling Tian tetap diam. Dia tidak mencoba memanggil, tidak juga mencoba tampil menonjol. Dia hanya berdiri di sana, mengunyah sisa akarnya sampai habis, lalu menelan ludahnya yang terasa pahit.

"Dingin sekali," gumam Ling Tian pelan, merapatkan jubah tipisnya.

"Dia sedang sekarat," kata Tuan Kun datar. "Kutukan di jantungnya itu... itu 'Nine-Yin Frost Poison'. Dalam tiga tahun, darahnya akan membeku total dan dia akan mati menjadi patung es abadi."

Ling Tian menatap punggung Xueya yang menjauh, menghilang di tikungan menuju Paviliun Lelang VIP.

"Tiga tahun, ya?"

Ling Tian berbalik arah, berjalan melawan arus kerumunan yang mulai ribut kembali setelah sang dewi pergi.

"Kalau dia mati, sayang sekali," katanya sambil menyeringai sinis, memasukkan kedua tangan ke saku celana. "Dunia ini kekurangan pemandangan indah."

"Ayo, Tuan Kun. Kita beli beberapa pil sampah lagi. Malam ini aku harus bekerja keras. Aku tidak mau kalah dari gadis yang bahkan tidak melirikku itu."

Di gang sempit pasar itu, dua takdir baru saja berselisih jalan. Saling melihat, saling mengenali bahaya masing-masing, lalu memilih untuk saling mengabaikan.

1
Sutono jijien 1976 Sugeng
👍👍👍👍
Sutono jijien 1976 Sugeng
siapa predator puncak 😁😁😁
Sutono jijien 1976 Sugeng
si fang yu hanya jadi badut ,yg Tak tahu apa apa 🤣🤭
Anonymous
Ga kerasa cepet banget udh abis aja 😭
Anonymous
Whooa, apakah sekte matahari hitam itu keroco yang ditinggalkan seberkas kehadiran void Sovereign pada bab prolog?
Renaldi Alvarizi: Hehe mohon dinantikan kelanjutan ceritanya ya
total 1 replies
Anonymous
Alur ceritanya makin kesini makin meningkat, tetap pertahankan
Renaldi Alvarizi: Terimakasih kawan Kunpeng 😁
total 1 replies
Anonymous
up thor
Anonymous
Hahaha Ling Tian punya budak pertamanya
Anonymous
Haha akhirnya badut yang sebenarnya 'Li Wei' mokad juga
Anonymous
Ceritanya bagus, besan dengan yang lain seperti titisan naga, phoenix dsb. Semoga tetap konsisten updatenya.
Joe Maggot Curvanord
kenapa xinxin penyimpanan ataw barang berharga musuh tidak di ambil
Renaldi Alvarizi: Hehe sudah kok kak yang akan digunakan untuk keperluan di bab mendatang namun saya memang lupa memasukkan atau menjelaskannya didalam cerita. Terimakasih atas sarannya.
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
semoga semakin berkembang ,dan bukan di alam fana ,naik ke alam atas
Renaldi Alvarizi: Hehe tunggu saja kelanjutannya bersama dengan Ling Tian dan Tuan Kun ya kak hehe
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
belagu si fang yu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!