NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Fantasi / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi
Popularitas:102.3k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa

Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.

Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.

Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kediaman Keluarga Feng

Mereka tidak berlama-lama lagi di penginapan. Setelah menyelesaikan sarapan dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, rombongan kecil itu segera berangkat. Pagi telah sepenuhnya bangun. Matahari menggantung rendah di langit, cahayanya pucat, seolah tertutup lapisan debu yang tak terlihat.

Kelompok itu akhirnya berjalan menuju Kediaman Keluarga Feng. Shang Mu berjalan paling depan. Langkahnya mantap, namun ada jeda-jeda kecil yang nyaris tak terlihat, seolah ia sedang menyesuaikan langkah dengan ingatan lama yang terus bermunculan. Jalan yang mereka lalui jelas bukan asing baginya. Beberapa kali ia menoleh ke sudut-sudut tertentu, ke gang sempit, ke persimpangan jalan, matanya menyipit tipis.

“Dulu,” ucapnya pelan tanpa menoleh, “jalan ini selalu ramai oleh pedagang kain dan pengrajin logam.”

Kini, yang terlihat justru sebaliknya. Sepanjang jalan, mereka melihat banyak sekali pengemis duduk bersandar di dinding-dinding bangunan. Tubuh kurus, pakaian compang-camping, mata yang cekung dan kosong. Beberapa mengulurkan tangan tanpa suara, hanya menatap dengan harap-harap cemas. Beberapa lainnya bahkan terlalu lemah untuk bergerak, hanya duduk diam seperti bayangan yang terlupakan.

Di antara rumah-rumah kayu dan batu, banyak pintu tertutup rapat. Jendela-jendela dipaku dari dalam. Aroma lembap bercampur bau sampah dan sisa makanan basi tercium samar di udara. Penduduk yang lewat berjalan cepat, kepala tertunduk, menghindari tatapan orang lain seolah setiap kontak mata bisa mendatangkan masalah.

Shang Ni mengepalkan jari-jarinya di balik lengan bajunya. Wajahnya jelas tidak nyaman melihat pemandangan itu.

“Keadaannya… lebih buruk dari yang kupikir,” gumamnya.

Boqin Changing berjalan di sisi kanan Shang Mu. Pandangannya menyapu jalanan dengan tenang, namun sorot matanya dingin dan tajam. Ia melihat lebih dari sekadar kemiskinan. Ia melihat ketakutan yang terstruktur. Ketertindasan yang disengaja.

“Berdasarkan informasi yang kudapat,” ujar Boqin Changing akhirnya, memecah keheningan, “setelah runtuhnya tahtamu, keadaan kota ini memang memburuk dengan cepat.”

Shang Mu sedikit menegang saat mendengar namanya sendiri disebut sebagai simbol masa lalu. Namun ia tetap diam, mendengarkan.

“Istana sekarang menaikkan pajak secara tidak masuk akal,” lanjut Boqin dengan nada datar. “Pajak tanah, pajak dagang, bahkan pajak perlindungan. Tuan kota tidak punya pilihan selain menekan penduduk untuk memenuhi setoran ke atas.”

Sha Nuo mendengus pelan.

“Dan kalau tidak mampu bayar?”

“Harta akan disita. Anak dijadikan pekerja paksa. Atau dituduh melanggar aturan,” jawab Boqin Changing tanpa emosi. “Dengan alasan apa pun yang dianggap cukup.”

Langkah Shang Mu melambat sesaat.

“Tuan kota ini…” katanya lirih, lebih seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Dulu orang yang bahkan tidak berani menatap mataku.”

Boqin Changing tidak menanggapi langsung. Ia tahu kalimat itu bukan permintaan jawaban. Itu adalah penyesalan yang terlambat.

Mereka terus berjalan. Semakin jauh dari pusat pasar, semakin sepi jalanan. Bangunan mulai jarang dirawat. Batu-batu jalan retak. Rumput liar tumbuh di sela-sela celah yang dulu rajin dibersihkan.

Shang Mu berhenti di sebuah persimpangan kecil.

“Lewat sini,” katanya pelan, lalu berbelok ke kanan.

Beberapa ratus langkah kemudian, pandangan mereka terbuka ke sebuah area yang lebih luas. Dinding batu tinggi tampak menjulang di depan atau setidaknya, sisa-sisanya.

Shang Mu berhenti total. Itulah kediaman Keluarga Feng. Atau lebih tepatnya, apa yang tersisa darinya.

Gerbang besi besar yang dulu kokoh kini miring, salah satu daunnya roboh ke tanah, berkarat dan tertutup lumut. Dinding luar retak di banyak tempat, beberapa bagian bahkan runtuh, menyisakan celah besar yang memperlihatkan bagian dalam.

Di dalamnya, bangunan-bangunan yang seharusnya megah kini hancur berantakan. Atap runtuh. Pilar-pilar patah. Tanaman liar merambat tanpa kendali, menutupi batu, kayu, dan sisa-sisa ukiran indah yang kini hampir tak dikenali.

Rumput setinggi pinggang tumbuh di halaman. Pohon-pohon kecil muncul di tempat yang seharusnya menjadi jalur pejalan kaki. Alam telah mengambil kembali apa yang ditinggalkan manusia.

Shang Mu berdiri kaku, napasnya tertahan.

“Ini…” suaranya serak. “Ini tidak mungkin.”

Ia melangkah perlahan ke depan, seolah takut jika bergerak terlalu cepat, pemandangan itu akan runtuh bersamanya. Tangannya terangkat, menyentuh dinding batu yang dingin dan lembap.

“Empat tahun lalu,” katanya lirih, “kediaman ini dijaga ketat. Bahkan burung pun sepertinya sulit masuk tanpa izin.”

Zhiang Chi menelan ludah.

“Jika kediaman Keluarga Feng sampai seperti ini… berarti sesuatu yang besar benar-benar terjadi.”

Shang Ni menatap sekeliling dengan mata berkaca-kaca.

“Ayah… kalau begini keadaannya, bagaimana dengan Feng Shitian?”

Boqin Changing tidak langsung menjawab. Ia melangkah masuk melewati gerbang yang roboh, langkahnya ringan namun waspada. Matanya menyapu setiap sudut, setiap jejak. Ia berjongkok, menyentuh tanah yang tertutup daun kering.

“Tidak ditinggalkan secara damai,” ucapnya akhirnya. “Ada tanda-tanda pertempuran. Dan perusakan setelahnya.”

Sha Nuo mendengus pelan.

“Jadi bukan sekadar pindah.”

Boqin Changing berdiri kembali, menatap ke arah bangunan utama yang hampir tertelan tanaman liar.

“Jika Shang Yuan benar-benar datang ke sini empat tahun lalu,” katanya dengan suara rendah namun tegas, “maka apa pun yang terjadi padanya kemungkinan besar berhubungan langsung dengan kehancuran tempat ini.”

Shang Mu menutup matanya sejenak. Ketika ia membukanya kembali, ada campuran duka, kemarahan, dan tekad di sana.

“Kita tidak datang ke tempat yang salah,” katanya pelan. “Kita hanya datang… terlambat.”

Udara di sekitar kediaman itu terasa berat. Sunyi. Seolah tempat ini menyimpan rahasia yang telah lama membusuk, menunggu seseorang cukup berani untuk menggali. Boqin Changing tahu, langkah mereka baru saja memasuki inti dari masa lalu yang berbahaya.

Mereka pun masuk lebih dalam ke area kediaman yang telah menjadi puing itu. Rumput liar bergesekan dengan pakaian mereka setiap kali melangkah, suara gesekannya pelan namun terus-menerus, seolah mengiringi pencarian yang sunyi dan berat. Waktu berlalu tanpa terasa. Matahari perlahan naik lebih tinggi, sinarnya menembus celah-celah dedaunan liar dan rangka bangunan yang runtuh.

Mereka berada di sana cukup lama. Setiap sudut diperiksa, setiap bangunan yang masih menyisakan bentuk aslinya dimasuki dengan hati-hati. Boqin Changing bergerak paling tenang. Tatapannya tajam, langkahnya terukur. Ia memperhatikan bekas retakan di dinding, potongan batu yang terbelah, dan tanah yang pernah teraduk kuat oleh benturan energi dalam.

“Pertarungannya tidak singkat,” ucapnya akhirnya, memecah keheningan. “Dan bukan melibatkan satu atau dua orang saja.”

Bekas-bekas itu jelas. Pilar batu yang patah bukan karena usia. Dinding yang runtuh tidak sekadar lapuk. Ada bekas sayatan energi, jejak ledakan tenaga dalam yang pernah menghantam dengan kekuatan brutal. Namun di luar fakta itu, tidak ada lagi yang bisa digali. Tidak ada simbol sekte. Tidak ada tanda khusus yang bisa menunjukkan siapa penyerangnya, atau ke mana para penghuni kediaman ini pergi setelahnya.

Shang Mu berpencar dari mereka, langkahnya membawa dirinya ke bagian belakang bangunan utama. Ia menyusuri puing-puing dengan mata penuh harap yang terus memudar. Sesekali ia membungkuk, mengangkat pecahan kayu atau kain yang telah membusuk, berharap menemukan sesuatu, apa pun yang bisa dihubungkan dengan Shang Yuan.

“Kalau saja ada pedang,” gumamnya pelan. “Atau sobekan bajunya… apa saja.”

Namun harapan itu kembali runtuh. Tidak ada barang pribadi yang tersisa. Tidak ada tanda bahwa seseorang sempat menyelamatkan barang berharga sebelum kehancuran ini. Semua terlalu bersih, terlalu kosong, seolah tempat ini sengaja dilucuti setelah pertempuran berakhir.

Shang Ni ikut membantu, meski wajahnya semakin muram seiring waktu berlalu. Zhiang Chi berdiri agak menjauh, matanya menyapu sekeliling dengan waspada, sementara Sha Nuo beberapa kali menggeser batu besar dengan tenaga kasar, hanya untuk menemukan tanah kosong di bawahnya.

Akhirnya, Shang Mu berhenti. Bahunya turun perlahan, napasnya berat. Ia berdiri di tengah halaman yang dulu mungkin megah, kini hanya hamparan rumput liar dan reruntuhan.

“Tidak ada apa-apa,” katanya lirih. “Tidak satu pun.”

Matahari kini sudah tepat di atas kepala. Panas mulai terasa jelas. Bayangan menjadi pendek, dan pencarian pagi itu telah menghabiskan sebagian besar waktu mereka tanpa hasil berarti.

“Sepertinya,” ucap Zhiang Chi hati-hati, “pencarian hari ini tidak memberi kita banyak jawaban.”

Shang Mu mengangguk pelan. Ia menoleh ke arah Boqin Changing, tatapannya penuh tanya dan kelelahan yang tertahan.

“Kalau begitu… apa kita mencari keluarga bangsawan lain?” tanyanya. “Siapa tahu ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi empat tahun lalu di tempat ini.”

Boqin Changing menatap reruntuhan itu sekali lagi sebelum menggeleng pelan.

“Tidak perlu,” jawabnya singkat.

Shang Mu sedikit terkejut.

“Tidak perlu?”

Boqin Changing mengalihkan pandangannya pada Shang Mu. Wajahnya tetap tenang, seolah ia telah mempertimbangkan hal ini sejak awal.

“Semalam, saat aku berkeliling kota,” katanya, “aku menemukan sebuah tempat.”

Ia berhenti sejenak, memastikan perhatian mereka semua tertuju padanya.

“Tempat itu mungkin nampak biasa saja,” lanjutnya, “tapi jika kita bicara tentang kejadian empat tahun lalu, dan pergerakan orang-orang setelahnya… di sanalah informasi biasanya mengendap.”

Sha Nuo menyeringai tipis.

“Tempat seperti itu biasanya tahu lebih banyak dari yang mereka akui.”

Shang Mu menghela napas panjang. Ada kelelahan di wajahnya, tapi juga secercah harapan yang kembali menyala.

“Kalau begitu,” katanya pelan, “kita ikuti arahmu.”

Boqin Changing mengangguk sekali.

“Waktu kita tidak banyak,” ujarnya. “Ayo kita lanjut lagi.”

1
Rachmad Bahtiar
tlong di up donk updtenya
Sarip Hidayat
waah
Arie Chaniago70
good good mantap 😃😃😃😃
kirno
lanjut
angin kelana
mulai ada petunjuk nieh....gass up lg💪💪💪💪
Nazam Roni
mantab lanjutkan semangat thor dan doa buat author sllu sehat dan banyak rezeki
angin kelana
lanjut up...
angin kelana
belum ada info jg nie...
rafli basyari
Keren 👍👍👍👍
Alipjs Joko
good update thor 👍👍
alaw
thorrrr..kurang banyak
Boqin Changing: hari ini masih 1 lagi kok
total 1 replies
Vanz Gao
Super Master Nuo 😅😅😅
HINATA SHOYO
lanjuttt gasspolllllll crazy up thorr
budiman_tulungagung
satu mawar 🌹
Ipung Umam
lanjutkan terus menerus 👍🏻
Ipung Umam
mantap thor 👍🏻👍🏻
Nanik S
Dapatkah Shang Mu mendapat Jawaban tentang Anaknya
Nanik S
Dasar Sha Nuo... selalu saja bikin seru 👍👍
zkr junior
jadi kurang seru ini, nyari seseorang yg gk jelas,
Pims Sinung Mulia
makin akrab dengan Paman Nuo , jadi salah satu character favorite ini orang. Gmna ntar jika ketemu Gao Rui, apakah bkal diisengi ini si Gao Rui di pendekar naga bintang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!