NovelToon NovelToon
Bukan Istri Bayangan

Bukan Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dokter
Popularitas:1M
Nilai: 5
Nama Author: Desy Puspita

Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.

Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.

Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.

Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.

Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.

.

.

"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 09 - Memang Centil

Bagaskara masih menatap istrinya yang duduk tak jauh darinya. Meski wajahnya berusaha ditahan datar, jelas sekali sorot matanya memperlihatkan pergulatan, antara kesal, bingung, sekaligus geli menghadapi ulah Aliya yang selalu di luar dugaan.

Buat Bagaskara, dirinya yang masih kaku dalam banyak hal, mau tak mau harus belajar mengimbangi istrinya yang terkesan sedikit gila itu.

“Hem? Coba bilang, apa kira-kira hukuman–”

Cletak!

Alih-alih sebuah ci-pokan nakal atau pelukan erat sebagaimana yang sempat dilontarkan Aliya tadi, yang mendarat justru sebuah jitakan lumayan keras tepat di keningnya.

“Aw!” Aliya spontan mencebik, tangannya refleks mengusap kening yang kini terasa panas akibat serangan mendadak itu. Bibirnya merengut, matanya menatap protes. “Kak, sakit tau ….”

Bagaskara tak bergeming, hanya menggeleng kecil dengan wajah tetap serius. “Me-sum sekali otakmu.”

Aliya terperangah, kemudian terkekeh pelan, seolah kalimat itu justru menjadi bahan hiburan baginya. “Dih, segitu doang dibilang me-sum. Sama pasangan sendiri biasa aja kali.”

Bagaskara memilih diam, tak meladeni. Dia kembali menyandarkan tubuh, memejamkan mata. Bukan karena mengantuk, melainkan sekadar ingin menghindar. Ia tahu, jika terus menanggapi, Aliya tak akan berhenti menggoda.

“Benar kata Dion,” batinnya lirih. “Memang centil.”

Bagaskara mengakui, sifat itu memang melekat kuat pada Aliya, dan sialnya meski sering membuatnya jengah, ada sisi hangat yang justru membuatnya sulit benar-benar marah.

Keheningan sesaat tercipta. Bagaskara mengira Aliya sudah pergi atau sibuk dengan hal lain. Namun ketika perlahan ia membuka mata, ia justru menemukan wanita itu masih di sana.

Aliya menatapnya lekat-lekat, sorotnya hangat, senyum kecil terulas di bibirnya. Senyum yang sederhana, namun cukup untuk membuat dada Bagaskara tiba-tiba sesak.

“Kenapa? Kakak butuh sesuatu?” tanya Aliya lembut.

Bagaskara mende-sah panjang, suaranya serak. “Kamu … sedang apa?”

Aliya tersenyum makin lebar, kepalanya sedikit dimiringkan. “Sedang memandangi tanda-tanda kekuasaan Sang Pencipta.”

Seketika itu, wajah Bagaskara berubah. Kata-kata itu bagai gombalan maut, membuat tubuhnya resah tak karuan. Dia buru-buru berusaha bangkit, menepis rasa canggung yang kian menebal.

Aliya sigap, tangannya langsung menopang, membantu suaminya agar bisa duduk lebih nyaman.

“Aku mau pulang saja,” ucap Bagaskara tiba-tiba, nadanya tegas tapi juga letih.

Aliya sontak melotot, wajahnya jelas menunjukkan ketidaksetujuan. “Loh kok gitu? Kakak belum sembuh … masih butuh dirawat loh.”

Bagaskara mengembuskan napas kasar, matanya menatap ke arah jendela. “Agaknya, kalau terus di sini aku semakin parah sakitnya.”

Yang dia maksud jelas bukan kondisi rumah sakit, melainkan keberadaan Aliya sendiri yang terus membuat detak jantungnya tak tenang.

Namun, tentu saja Aliya dengan mode tidak tahu diri justru mengangguk penuh percaya diri. “Fine, kalau memang begitu biar aku yang bantu bicara sama dokternya.”

Bagaskara hanya menanggapi dengan anggukan singkat, malas berdebat. Yang dia inginkan hanyalah segera pulang, kembali ke rumah, agar bisa sedikit lebih leluasa menghindar dari godaan istrinya yang kelewat centil itu.

Toh keadaannya memang tidak separah yang dibayangkan Aliya. Dia masih bisa berjalan, luka dan memarnya tidak terlalu mengganggu.

Hanya Rajendra saja yang lebay, sampai memberi laporan ke Aliya seolah dirinya sudah sakaratul maut setelah kecelakaan semalam.

.

.

Pulang, sesuai keinginan Bagaskara akhirnya mereka benar-benar pulang. Semua menjadi lebih mudah berkat usaha Aliya yang piawai meyakinkan dokter agar mengizinkan kepulangan pasien itu lebih cepat.

Bagaskara tentu saja punya tujuan tersembunyi, dia ingin lebih leluasa menghindari istrinya.

Sayangnya, niat itu justru berbalik arah. Tanpa dia sadari, kepulangan mereka malah membuat Aliya semakin bebas mendekat dan menempel padanya.

Di rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, Bagaskara tidak lagi memiliki ruang untuk bersembunyi dari perhatian istrinya.

Sejak hari pertama hingga hari ketiga di rumah, perlakuan Aliya benar-benar di luar dugaan.

Bagaskara diperlakukan bak balita yang tidak bisa melakukan apa pun seorang diri.

Bahkan untuk ke toilet pun Aliya bersikeras harus mendampingi, padahal jelas-jelas Bagaskara menolak.

“Aku bisa sendiri, Al,” begitu protesnya setiap kali.

Namun, Aliya selalu punya jawaban telak.

“Kalau apa-apa bisa sendiri, terus aku apa gunanya, Kak Bagas?”

Kalimat pamungkas itu seperti jurus mematikan. Bagaskara tidak pernah bisa membantah. Suka tidak suka, dia terpaksa menurut.

Tapi kali ini berbeda, tepat di hari keempat, dokter memang memberi izin bahwa pasien sudah boleh mandi. Aliya dengan penuh semangat hendak menemaninya masuk kamar mandi, tapi Bagaskara langsung menolak mentah-mentah.

“Bisa stop bertanya seperti itu? Sudah kukatakan aku bisa sendiri. Kamu lakukan saja hal lain. Tidak harus selalu menjagaku, Al.”

Aliya terdiam, wajahnya polos seolah tidak mengerti. Kedua matanya berkedip pelan, lalu bertanya, “Apa?”

Bagaskara mendesah panjang, tangannya terangkat mengusap pelipis. Dia mencari-cari alasan agar gadis sejenak berjarak dengannya. “Ehm … masak saja gimana? Kamu belum pernah masak, kan? Kita delivery terus selama ini.”

“Masak?” ulang Aliya, jelas penuh keraguan.

“Hem, bisa ‘kan?” Bagaskara menekan.

“Bi-bisa sih … cuma ....” Suaranya mengambang, lebih besar ragu ketimbang yakin.

Akan tetapi, Bagaskara sudah tidak peduli. Yang dia inginkan hanya sedikit ruang bebas dari kekuasaan istrinya. “Nah, kalau begitu, masak saja ya, aku penasaran rasanya dimasakin istri itu gimana.”

Aliya masih belum beranjak. “Ehm … mau dimasakin apa?”

“Apa saja, yang paling kamu bisa.”

“Tapi Kakak sukanya apa? Kalau aku salah masak gimana? Nanti Kakak nggak suka lagi.” Aliya mengerutkan kening, seolah masih mencari kepastian.

Bagaskara sempat termenung. Pandangannya menelusuri wajah lugu istrinya, lalu sebuah ide licik terlintas.

Sengaja memilih masakan yang rumit, berharap itu bisa memakan waktu lama sehingga dirinya terbebas dari perhatian Aliya untuk beberapa jam.

“Ehm … opor ayam,” ucapnya tenang, padahal hatinya menyeringai.

“O-opor?” Aliya langsung terbelalak. Kerutan di dahinya semakin jelas.

“Hem, bisa?”

Aliya menunduk. Sepanjang hidupnya, dapur bukanlah wilayah yang pernah dia kuasai.

Bisa sekadar masak mie instan atau telur, iya. Tapi memasak makanan sebesar opor ayam? Itu di luar kebiasaannya.

“Bisa tidak?” tekan Bagaskara.

“Bi-bisa, Kak … bisa.” Suaranya pelan, jelas bukan karena yakin, tapi karena tak ingin mengecewakan.

Bagaskara tersenyum tipis, merasa berhasil. “Bagus. Sana kalau bisa.”

Dengan langkah ragu-ragu, Aliya mengangguk. Namun, belum sempat pergi jauh, suara berat suaminya kembali menahannya.

“Oh iya, Aliya ....”

Aliya menoleh cepat, bahkan sempat berbalik setengah badan. “Iya, Kak? Ada yang kurang?”

“Santannya,” ucap Bagaskara, nada suaranya tenang tapi tegas. “Aku mau yang asli. Diperas langsung dari kelapa parut, bukan santan instan. Paham?”

Aliya tercengang sesaat. Bagi gadis yang selama ini terbiasa dengan segala sesuatu serba mudah, syarat itu jelas menantang. Namun, ia tetap mengangguk dengan semangat yang dipaksakan. “Oke, Kak. Aku masakin, ya.”

Tanpa pikir panjang, Aliya pun melangkah pergi. Walau langkahnya canggung, ada semacam binar kegirangan di matanya.

Sementara itu, Bagaskara masih berdiri di tempatnya. Senyum licik mengembang di wajahnya kala menatap punggung istrinya yang perlahan menghilang di balik pintu.

“Kita lihat, apa mampu melakukannya? Seratus persen yakin si rahim anget itu pasti menyerah, lihat saja.”

.

.

- To Be Continued -

1
Ruwi Yah
tahan emosi dan berpikirlah dengan dewasa gas
Shee
aduh malah salah faham lagi, baru juga bahagia dan merasa di cintai..
turun yuk bagas terus tunjukan kalau kamu itu saya dan cinta aliya jangan cuma liat donk do mobil, yang da tar kamu terbakar sendirian😂😂😂
Nur Asiatun
samperin isteri nya Bagas,biar si Zikri tahu suami Alya tu sudah sayang
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
saya suka huru hara ini biar ngebul tuh Bagas 🤧🤧🤣
jumirah slavina
terimakasih banyak-banyak udah mau up...

luv buat Non Desy banyak-banyak 😘
jumirah slavina
maka'y ngomong klo udah cinta juga..
hidup PeBiNor... hiduppppp 🤭😆
jumirah slavina
wadidaw... PeBiNor nongol
jumirah slavina
Runi... Oma titip pesan buat Opa Evan., bilangin "Oma Jumi mo liburan jan lupa transfer"

🤭🤭🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣😆😆
jumirah slavina
Aku Doa'kn secepat 'y 🤲🏻
Mamah Nisa
Sabaar kak bagaaaas...jangan emosi..
ini saat nya alya tau mungkin seberapa berharga nya dia...seberapa cintanya kak bagas sm aliya...karena pas momen cemburu ini...liat aliya jalan sm zikry..
lanjut kak desy
Sinta Ariemartha
ehekkk....bakalan ada perang dunia ketiga ini mah....aduh Bagas buruan samperin itu istrimu sedang butuh pembelaan kamu malah sibuk berkelana dengan jin dasim...hufttt Bagas....Bagas....🙈🙈
Sinta Ariemartha: jin dasim : udah Bagas pulang aja ....istrimu lagi ketemu mantan

Bagas : tapi aku nggak rela istriku ketemu mantannya yang sok tau itu....

penduduk bumi: aduhh jangan dengerin Jin dasim Bagas buruan samperin istrimu
total 1 replies
wyn_Dee
waduh.....suaminya marah ...

makanya gas kl udah cinta ungkapin jangan di simpan terus supaya ga terjadi kesalahpahaman seperti ini
Indra Reza Zulkifli
bolehkah aku nglunjak minta satu bab lagi🙏😄
Jetri
wkwkwkwk es mana es,,,,,,
Ria Ningroem
mulai muncul ulat2 bulu🤭🤣🤣
Joko Medan
biarin bagas cemburu, pendam az kta2 cinta itu gas. biar kn alya nebak2. mengatakn cinta bukn brati wanita itu jdi lupa diri gas.

salh ny alya, knp gk ngabari suami klw ud pulang. klw ud bgini jdi salh paham. yuhuuuiiiii
Daud Kanaya
sabar gas ,jgn salah faham dulu
Nurhidayah (Zahra Zahira)
😁😁😁
Rahmi Miraie
aduh kasihan aliya..habis ini pasti bagas mnjga jarak dr aliya kalau ga ngediemin aliya karena salah paham
kiya
makanya simpan aja trus rasa sukamu biarkan aliya menebak2 trus sampe lupa sm perasaannya trus masa bodoh dg rasa cintanya cm sekedar menjalani rmh tangga aja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!