NovelToon NovelToon
Bukan Istri Bayangan

Bukan Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dokter
Popularitas:553.3k
Nilai: 5
Nama Author: Desy Puspita

Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.

Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.

Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.

Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.

Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.

.

.

"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 09 - Memang Centil

Bagaskara masih menatap istrinya yang duduk tak jauh darinya. Meski wajahnya berusaha ditahan datar, jelas sekali sorot matanya memperlihatkan pergulatan, antara kesal, bingung, sekaligus geli menghadapi ulah Aliya yang selalu di luar dugaan.

Buat Bagaskara, dirinya yang masih kaku dalam banyak hal, mau tak mau harus belajar mengimbangi istrinya yang terkesan sedikit gila itu.

“Hem? Coba bilang, apa kira-kira hukuman–”

Cletak!

Alih-alih sebuah ci-pokan nakal atau pelukan erat sebagaimana yang sempat dilontarkan Aliya tadi, yang mendarat justru sebuah jitakan lumayan keras tepat di keningnya.

“Aw!” Aliya spontan mencebik, tangannya refleks mengusap kening yang kini terasa panas akibat serangan mendadak itu. Bibirnya merengut, matanya menatap protes. “Kak, sakit tau ….”

Bagaskara tak bergeming, hanya menggeleng kecil dengan wajah tetap serius. “Me-sum sekali otakmu.”

Aliya terperangah, kemudian terkekeh pelan, seolah kalimat itu justru menjadi bahan hiburan baginya. “Dih, segitu doang dibilang me-sum. Sama pasangan sendiri biasa aja kali.”

Bagaskara memilih diam, tak meladeni. Dia kembali menyandarkan tubuh, memejamkan mata. Bukan karena mengantuk, melainkan sekadar ingin menghindar. Ia tahu, jika terus menanggapi, Aliya tak akan berhenti menggoda.

“Benar kata Dion,” batinnya lirih. “Memang centil.”

Bagaskara mengakui, sifat itu memang melekat kuat pada Aliya, dan sialnya meski sering membuatnya jengah, ada sisi hangat yang justru membuatnya sulit benar-benar marah.

Keheningan sesaat tercipta. Bagaskara mengira Aliya sudah pergi atau sibuk dengan hal lain. Namun ketika perlahan ia membuka mata, ia justru menemukan wanita itu masih di sana.

Aliya menatapnya lekat-lekat, sorotnya hangat, senyum kecil terulas di bibirnya. Senyum yang sederhana, namun cukup untuk membuat dada Bagaskara tiba-tiba sesak.

“Kenapa? Kakak butuh sesuatu?” tanya Aliya lembut.

Bagaskara mende-sah panjang, suaranya serak. “Kamu … sedang apa?”

Aliya tersenyum makin lebar, kepalanya sedikit dimiringkan. “Sedang memandangi tanda-tanda kekuasaan Sang Pencipta.”

Seketika itu, wajah Bagaskara berubah. Kata-kata itu bagai gombalan maut, membuat tubuhnya resah tak karuan. Dia buru-buru berusaha bangkit, menepis rasa canggung yang kian menebal.

Aliya sigap, tangannya langsung menopang, membantu suaminya agar bisa duduk lebih nyaman.

“Aku mau pulang saja,” ucap Bagaskara tiba-tiba, nadanya tegas tapi juga letih.

Aliya sontak melotot, wajahnya jelas menunjukkan ketidaksetujuan. “Loh kok gitu? Kakak belum sembuh … masih butuh dirawat loh.”

Bagaskara mengembuskan napas kasar, matanya menatap ke arah jendela. “Agaknya, kalau terus di sini aku semakin parah sakitnya.”

Yang dia maksud jelas bukan kondisi rumah sakit, melainkan keberadaan Aliya sendiri yang terus membuat detak jantungnya tak tenang.

Namun, tentu saja Aliya dengan mode tidak tahu diri justru mengangguk penuh percaya diri. “Fine, kalau memang begitu biar aku yang bantu bicara sama dokternya.”

Bagaskara hanya menanggapi dengan anggukan singkat, malas berdebat. Yang dia inginkan hanyalah segera pulang, kembali ke rumah, agar bisa sedikit lebih leluasa menghindar dari godaan istrinya yang kelewat centil itu.

Toh keadaannya memang tidak separah yang dibayangkan Aliya. Dia masih bisa berjalan, luka dan memarnya tidak terlalu mengganggu.

Hanya Rajendra saja yang lebay, sampai memberi laporan ke Aliya seolah dirinya sudah sakaratul maut setelah kecelakaan semalam.

.

.

Pulang, sesuai keinginan Bagaskara akhirnya mereka benar-benar pulang. Semua menjadi lebih mudah berkat usaha Aliya yang piawai meyakinkan dokter agar mengizinkan kepulangan pasien itu lebih cepat.

Bagaskara tentu saja punya tujuan tersembunyi, dia ingin lebih leluasa menghindari istrinya.

Sayangnya, niat itu justru berbalik arah. Tanpa dia sadari, kepulangan mereka malah membuat Aliya semakin bebas mendekat dan menempel padanya.

Di rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, Bagaskara tidak lagi memiliki ruang untuk bersembunyi dari perhatian istrinya.

Sejak hari pertama hingga hari ketiga di rumah, perlakuan Aliya benar-benar di luar dugaan.

Bagaskara diperlakukan bak balita yang tidak bisa melakukan apa pun seorang diri.

Bahkan untuk ke toilet pun Aliya bersikeras harus mendampingi, padahal jelas-jelas Bagaskara menolak.

“Aku bisa sendiri, Al,” begitu protesnya setiap kali.

Namun, Aliya selalu punya jawaban telak.

“Kalau apa-apa bisa sendiri, terus aku apa gunanya, Kak Bagas?”

Kalimat pamungkas itu seperti jurus mematikan. Bagaskara tidak pernah bisa membantah. Suka tidak suka, dia terpaksa menurut.

Tapi kali ini berbeda, tepat di hari keempat, dokter memang memberi izin bahwa pasien sudah boleh mandi. Aliya dengan penuh semangat hendak menemaninya masuk kamar mandi, tapi Bagaskara langsung menolak mentah-mentah.

“Bisa stop bertanya seperti itu? Sudah kukatakan aku bisa sendiri. Kamu lakukan saja hal lain. Tidak harus selalu menjagaku, Al.”

Aliya terdiam, wajahnya polos seolah tidak mengerti. Kedua matanya berkedip pelan, lalu bertanya, “Apa?”

Bagaskara mendesah panjang, tangannya terangkat mengusap pelipis. Dia mencari-cari alasan agar gadis sejenak berjarak dengannya. “Ehm … masak saja gimana? Kamu belum pernah masak, kan? Kita delivery terus selama ini.”

“Masak?” ulang Aliya, jelas penuh keraguan.

“Hem, bisa ‘kan?” Bagaskara menekan.

“Bi-bisa sih … cuma ....” Suaranya mengambang, lebih besar ragu ketimbang yakin.

Akan tetapi, Bagaskara sudah tidak peduli. Yang dia inginkan hanya sedikit ruang bebas dari kekuasaan istrinya. “Nah, kalau begitu, masak saja ya, aku penasaran rasanya dimasakin istri itu gimana.”

Aliya masih belum beranjak. “Ehm … mau dimasakin apa?”

“Apa saja, yang paling kamu bisa.”

“Tapi Kakak sukanya apa? Kalau aku salah masak gimana? Nanti Kakak nggak suka lagi.” Aliya mengerutkan kening, seolah masih mencari kepastian.

Bagaskara sempat termenung. Pandangannya menelusuri wajah lugu istrinya, lalu sebuah ide licik terlintas.

Sengaja memilih masakan yang rumit, berharap itu bisa memakan waktu lama sehingga dirinya terbebas dari perhatian Aliya untuk beberapa jam.

“Ehm … opor ayam,” ucapnya tenang, padahal hatinya menyeringai.

“O-opor?” Aliya langsung terbelalak. Kerutan di dahinya semakin jelas.

“Hem, bisa?”

Aliya menunduk. Sepanjang hidupnya, dapur bukanlah wilayah yang pernah dia kuasai.

Bisa sekadar masak mie instan atau telur, iya. Tapi memasak makanan sebesar opor ayam? Itu di luar kebiasaannya.

“Bisa tidak?” tekan Bagaskara.

“Bi-bisa, Kak … bisa.” Suaranya pelan, jelas bukan karena yakin, tapi karena tak ingin mengecewakan.

Bagaskara tersenyum tipis, merasa berhasil. “Bagus. Sana kalau bisa.”

Dengan langkah ragu-ragu, Aliya mengangguk. Namun, belum sempat pergi jauh, suara berat suaminya kembali menahannya.

“Oh iya, Aliya ....”

Aliya menoleh cepat, bahkan sempat berbalik setengah badan. “Iya, Kak? Ada yang kurang?”

“Santannya,” ucap Bagaskara, nada suaranya tenang tapi tegas. “Aku mau yang asli. Diperas langsung dari kelapa parut, bukan santan instan. Paham?”

Aliya tercengang sesaat. Bagi gadis yang selama ini terbiasa dengan segala sesuatu serba mudah, syarat itu jelas menantang. Namun, ia tetap mengangguk dengan semangat yang dipaksakan. “Oke, Kak. Aku masakin, ya.”

Tanpa pikir panjang, Aliya pun melangkah pergi. Walau langkahnya canggung, ada semacam binar kegirangan di matanya.

Sementara itu, Bagaskara masih berdiri di tempatnya. Senyum licik mengembang di wajahnya kala menatap punggung istrinya yang perlahan menghilang di balik pintu.

“Kita lihat, apa mampu melakukannya? Seratus persen yakin si rahim anget itu pasti menyerah, lihat saja.”

.

.

- To Be Continued -

1
Fitriatul Ilmi
komprin terus jend; biar si babang satu ini luluh sama biniknya/Facepalm/
Fitriatul Ilmi
aduh adek meleleh bang/Kiss/
Herlita Liem
lanjut Thor makin seru ceritanya....😍😍
Hafifah Hafifah
kelakuannya kayak bocah ya gas 🤭🤭
Hafifah Hafifah
menghayati banget ya Al
Hafifah Hafifah
ngarep ya bang dikejar ama istrinya
Teh Yen
Aliya oh Aliya ada aj pembahasannya hihii Bagas bener" cocok sama Aliya yg atu diem yg atu cerewetnya level dewa 😅😅😅
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
aliya benar. 😁😁😁😁😁
jangan sampai ada lelaki lain yang menyayangi aliya melebihi kamu, bagas
վօօղíҽ̀z࿐༅ɯιƚԋ ʅσʋҽ࿐༅
Dasar piring, berisik aja elu 😆😆..
Kagak tauu ape, duo makhluk itu lagi kasmaran 😆..
Elu jadi saksi bisuuuu, gitu aja kagak paham, ngiri yaaa 😆...
վօօղíҽ̀z࿐༅ɯιƚԋ ʅσʋҽ࿐༅
Itu kan menurutmu Al, dahal kuping Bagas bisa menangkap suara infrasonik 🙊😅...
So selirih apapun suaramu selama tidak memakai bahasa kalbu Bagas bakalan dengar 😅..
Lain kali hati-hati ngomongnya apalagi kalau mau bully Bagas 😆✌...
🌸WD🌸
hati hati..keselek
🌸WD🌸
pisau: maaf nggak bisa bantu steaknya udah habis..mau mencari kegitan motong udah nggak ada yg dipotong..
🌸WD🌸
Aliya candaanmu selalu membuat dag dig dug derr..🤣🤣
~Ni Inda~
Habis ni sendok lg yg ngedumel 🤣🤣
Desmeri epy Epy
lanjut Thor
~Ni Inda~
Nah loohhh..kena kamu Gas 🤣🤣
Hasanah Purwokerto
Biarin aja pir..pir...kamu ga usah ikutan kumat yaaa🤭🤭🤭
Sri Prihatinie
ya ampun alya🤭
MD...
Keselek bang???
MD...
haccciiiwwwww🤧🤧
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!