Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23 - Kekurangan Rangga
"Ada deh. Yang jelas aku sudah buktikan kan?" ujar Rangga.
Junaidi dan Ifan hanya bisa tercengang. Mereka tidak berkomentar apa-apa lagi. Terutama saat melihat bagaimana cara Astrid menatap Rangga.
Ketika bel pertanda masuk berbunyi, Astrid segera kembali ke tempat duduknya. Saat itulah Ifan bisa duduk ke sebelah Rangga dengan tenang.
"Kau pakai pelet apa, Ga?" bisik Ifan.
"Apa? Pelet kau bilang? Aku nggak main gituan, Fan. Semuanya terjadi karena memang Astrid benar-benar menyukaiku. Dia sangat menyukaiku," sahut Rangga.
"Cih! Sombong amat!" cibir Ifan yang merasa jengkel melihat lagak Rangga.
Saat jam istirahat berbunyi, Astrid kembali menghampiri Rangga. Dia ikut cowok itu ke kantin. Ifan dan Junaidi juga ikut bersama mereka.
Kini mereka telah duduk di salah satu meja kosong di kantin. Astrid duduk di sebelah Rangga. Sementara Junaidi dan Ifan duduk di seberang meja.
"Hari ini kau harus traktir kami, Ga. Sekalian kan traktir Astrid juga," celetuk Ifan.
"Bener banget tuh. Lagian Bang Firza akhir-akhir ini ngasih uang jajan banyak padamu," sahut Junaidi.
"Itu khusus beberapa hari yang lalu. Sekarang uang jajanku malah berkurang dibanding dulu pas masih ada mamaku. Aku cuman dikasih lima belas ribu nih!" Rangga memamerkan uang dari sakunya.
"Hah? Yang benar segitu doang?" Ifan merasa sulit percaya.
"Kalau nggak percaya, periksa aja kantong sama tasku. Uangnya nggak ada," ungkap Rangga.
"Bisa-bisanya ya kau mengaku miskin di depan pacar sendiri. Kalau aku malu sih," komentar Junaidi.
"Apa kau bilang? Miskin?" Rangga yang kesal, berdiri dan mencubit puting Junaidi. Temannya yang berbadan agak berisi itu hanya bisa mengaduh. Sementara Ifan cekikikan melihat temannya menderita.
"Udah! Udah! Biar aku aja yang traktir kalian. Pesan makanan dan minuman yang kalian mau!" imbuh Astrid.
Rangga sontak melepaskan Junaidi dan kembali duduk. Ia menatap Astrid dengan serius. "Kau nggak bercanda kan?" tanyanya.
"Enggaklah!" tegas Astrid, dia lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Rangga. "Dan aku juga nggak peduli sama statusmu. Mau miskin atau apapun itu, aku tetap suka!" lanjutnya.
Junaidi dan Ifan perlahan bertukar pandang. Mereka tak bisa membantah kalau Astrid memang sangat menyukai Rangga.
"Ga, kau yakin nggak pakai pelet?" celetuk Ifan. Kakinya langsung di injak oleh Junaidi.
Astrid kembali ke posisi duduknya. Dia tersenyum menatap Junaidi dan Ifan. "Oh iya, nama kalian siapa? Maaf, kita kayaknya belum sempat kenalan ya?" ujar Astrid.
"Ya iyalah nggak sempat, sejak awal kau fokusnya sama Rangga doang," balas Junaidi.
"Aku Ifan, dan ini Junaidi. Kami ini teman dekatnya Rangga. Semua kekurangan dan kelebihan Rangga kami tahu," ucap Ifan.
"Benarkah? Terus bolehkah aku tahu kekurangannya? Karena seberapa keras aku mencari, dia nggak ada kekurangan," tanggap Astrid sambil melirik Rangga tanpa malu.
Sontak Junaidi dan Ifan kembali bertukar pandang. Dia tak menyangka Astrid memiliki sikap agak centil begitu. Suasana terasa canggung dalam sesaat.
"Tuh, aku nggak punya kekurangan katanya." Rangga berusaha mencairkan suasana sembari menarik kerah seragamnya. Ia sengaja memanas-manasi dua sahabatnya.
"Wooo... Sok-sokan. Dia pernah berak di celana loh, Trid!" Ifan yang kesal, langsung mengungkap keburukan Rangga.
"Iya! Aku ingat banget. Itu bau! Bauuuu banget!" tambah Junaidi.
"Enak aja! Ngarang kalian ya!" Rangga langsung membantah. Wajahnya memerah padam.
"Kau emang mengira kami nggak tahu waktu itu. Tapi aku sama Ifan sengaja pura-pura nggak tahu. Padahal kami sebenarnya tahu kau cepirit hari itu!" jelas Junaidi.
Mendengar semua itu, Astrid tertawa keras, dan ketiga sahabat tersebut masih lanjut berdebat perihal keburukan Rangga.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari