Bukan Istri Bayangan
“Saya terima nikah dan kawinnya, Aliya Maheera binti Ahmadi Arya dengan mas kawin yang tersebut tunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah!!"
Bersamaan dengan kata sah yang terlontar dari bibir dua orang saksi, pengantin wanitanya berseru yes dalam hati karena mimpinya untuk menjadi istri dari seorang Bagaskara Baihaqi itu terwujud.
Ya, dia lah Aliya Maheera, dokter umum yang rela menolak lamaran puluhan pria hanya demi menunggu pujaan hatinya.
Bertahun-tahun dia memendam rasa, atau lebihnya lima tahun sejak dia menyadari bahwa perasaannya tidak hanya sekadar suka, tepat di hari ini Aliya akan serumah dengannya.
Jangan tanya sebahagia apa Aliya, sejak Rajendra dan Aruni datang melamarnya untuk Bagaskara, dia sudah tidak bisa tidur dengan tenang.
Jantungnya berdegup kencang, sama sekali tidak bisa diajak kerja sama. Bahkan, saking senangnya Aliya juga pasrah saja dengan tanggal pernikahan yang sebenarnya bisa dibilang dadakan.
Dia tidak diberikan waktu untuk mengenal Bagaskara secara intens, tidak pula ada momen di mana mereka benar-benar mengobrol berdua karena pria itu memang sibuknya luar biasa.
Siapapun tahu, si workholic itu menempatkan pekerjaan di atas segalanya hingga tidak heran jika fitting baju Aliya sendirian sementara untuk Bagaskara hanya bermodalkan ukuran semata.
Baru di hari pernikahan ini mereka benar-benar bertatap muka. Aliya yang sejak tadi memerah selalu saja salah tingkah.
Terlebih lagi, saat penghulu mempersilakan Bagaskara untuk mencium keningnya.
"Di kening mananya, Pak ustadz?" Bagaskara bertanya dengan polosnya dan mendengar pertanyaan itu, Aliya seketika mencebikkan bibir.
Padahal, jelas-jelas dia sudah memasang posisi dan Bagas hanya perlu maju sedikit saja. Bahkan tanpa diminta, Aliya rela sedikit berjinjit agar Bagaskara tidak terlalu kesulitan mengingat tinggi badan mereka memang cukup jauh berbeda.
"Pakai acara nanya kening yang mana, memang kening ada berapa, Kak Bagas?" Suara adik-adik Bagas terdengar, dan hal itu mewakili isi hati Aliya yang gemas sejak tadi.
"Ck ... aku tidak bertanya pada kalian," timpal Bagaskara tampak kesal bahkan tidak segan melayangkan tatapan sinis ke arah adik-adiknya itu.
Aliya yang tadi nyaris saja ingin ikut bicara mendadak ciut, dia lupa bahwa suaminya ini bukan tipe anak gaul yang bisa diajak bercanda.
Sebaliknya, Bagaskara adalah pria super matang yang kalau kata Dea sebenarnya masuk kategori kematangan, nyaris gosong.
36 tahun, sebentar lagi kepala empat tetapi bagi Aliya tidak demikian. Bagas sangat sesuai dengan kriterianya, dewasa, mapan dan tentunya bukan suami orang.
"Sudah-sudah jangan bertengkar, di momen seindah ini masih saja ... cepat cium kening istrimu, Kak Bagas."
Sejenak, Bagas menoleh dan kembali melayangkan tatapan super tajam ke arah Rajendra, pria di balik pernikahan yang kini mereka jalani.
Aliya tersenyum tipis, seolah tengah berterima kasih pada Rajendra karena telah menyadarkan lamunan pria itu.
Sesaat terdiam, suasana tampak hening dan orang-orang menunggu momen langka itu.
Aliya yang sudah terbayang-bayang adegan dikecup kening pasca menikah ini seketika memejamkan mata agar lebih terasa.
Dia ingin fokus, merasakan kecupan pertama dari sang suami untuknya.
"Nah!! Gitu dong!!"
"Heih?" Aliya membatin, dalam hati dia bertanya-tanya. "Kapan diciumnya? Kok nggak berasa? Ih? Masa iya sudah?“
Aliya membuka mata, mengangkat wajahnya dan jika dilihat sepertinya memang sudah selesai.
Hanya dirinya saja yang memang terlalu berharap bahwa Bagaskara akan mengecupnya lebih lama.
"Yeay!! Sekarang foto dulu buat kenang-kenangan ... mana tahu ada yang mau unggah ke sosial media supaya penggemar Kak Bagas pada sadar diri dan pensiun jadi cegil."
Senyum Aliya semakin mengembang, rasa bangga itu tidak dapat ditutup-tutupi dari dalam dirinya.
Dari sekian banyak wanita yang mendambakan Bagaskara, dia terpilih menjadi ratunya. Sungguh anugerah yang tidak boleh di sia-siakan, begitu pikir Aliya sekarang.
Di momen sesi foto bersama itu, Aliya tampak begitu percaya diri bahkan tidak segan menempel dengan Bagaskara benar-benar diam saja.
Siapapun tamu yang meminta untuk berfoto bersama, Aliya selalu memiliki energi lebih. 180 derajat dengan Bagaskara yang terlihat begitu malas, bisa dibilang muak dalam momen ini.
"Huft, apa sudah selesai?"
"Ah?" Aliya tertegun, ini adalah kali pertama Bagas bertanya secara pribadi padanya hingga Aliya seolah tidak memiliki kekuatan untuk segera menjawab pertanyaan pria itu.
"Aku tanya, apa sudah selesai, Liya?"
.
.
"Hah? Liya? Dia memanggil namaku barusan? Ah kalau begitu, ini kode bakal dipanggil Sayang kayak orang-orang dalam waktu dekat, 'kan ya?" Alih-alih menjawab, satu pertanyaan yang terlontar dari bibir Bagaskara justru membuat Aliya berkhayal sejauh itu.
Mengikuti imajinasinya tanpa tahu bahkan hal itu justru membuat Bagaskara kesal.
"Ck."
Ya, dia berdecak barusan dan Aliya yang mendengar segera menyadarkan diri agar tidak berkhayal kejauhan.
"Sebentar lagi, Kak ... sabar ya, tahan sedikit." Begitu ucap Aliya dan dia saat ini seolah tengah bicara pada anak kecil.
Bagaskara yang mendengar tidak lagi menanggapi, dia hanya menatap nanar ke depan dan berusaha bertahan di tengah cekikan rasa bosan.
Sesekali dia membenarkan kemejanya, jas atau yang lain padahal semua rapi-rapi saja.
Hingga, tepat di waktunya tiba dan acara selesai, mereka dipersilakan untuk menikmati fasilitas berupa kamar pengantin di sebuah hotel bintang lima yang merupakan persembahan dari adik-adiknya atas pernikahan kakak sulung mereka.
Tentu saja adegan ini membuat Aliya berdebar, juga merinding sekaligus. Sepanjang perjalanan, pikirannya sudah melayang ke mana-mana dan selalu berakhir dengan senyum tertahan serta wajah yang bersemu kemerahan di sana.
"Ah ntar gimana ya? Takut banget kelihatan gatelnya ... mau usahain polos, tapi aku sudah terlalu dewasa." Aliya berpikir keras, dia ingin terlihat seperti wanita-wanita menggemaskan dan lucu, tetapi sadar diri karena usianya tidak cocok lagi untuk bersikap demikian.
"Ah yang natural-natural aja deh, katanya cowok suka sama cewek yang nggak berlebihan dalam hal apapun, benar 'kan?"
Dia yang bertanya, dia pula yang menjawab dan Bagaskara sama sekali tidak tahu tentang isi pikiran sang istri.
Pria itu hanya fokus mengemudi dan hingga tiba di kamar, Bagaskara masih diam seribu bahasa.
Sama sebenarnya dengan Aliya, sejauh ini hanya dalam hati saja yang berisik luar biasa dan kali ini, dia tengah mengagumi kamar pengantin yang begitu memanjakan matanya.
"Aduh jantung please, bisa biasa aja nggak? Jangan jedag-jedug begini aduh." Aliya menyentuh dada dan berusaha menenangkan dirinya.
Saat ini, dia benar-benar merasa seperti akan jatuh pingsan lantaran terbawa suasana.
Apalagi, tepat di saat dia menoleh ke arah Bagaskara, Aliya mendapati pria itu tengah membuka kancing kemejanya.
Refleks mata wanita itu membulat sempurna. "Kak Bagas tunggu!!"
Suaranya terdengar kaget, Bagaskara juga segera melirik ke arahnya sembari mengerutkan dahi. "Kamu kenapa?"
"Ehm anu, a-apa nggak sebaiknya tunggu malam saja? Aku belum siap kalau mau begituan sekarang, Kak," ucapnya panik dan detik itu pula, Bagaskara tercengang dan suasana kamar canggung.
Sesaat setelahnya, masih dengan wajah datar tanpa ekspresi, Bagaskara melanjutkan kegiatannya dan tepat di saat bajunya terbuka, pria itu berlalu ke kamar mandi dan menutup pintunya segera.
Meninggalkan Aliya yang kini memerah sembari merutuki kebodohannya. "Aduh malunya, kepedean banget sih, Aliya!!"
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Neng Ima Adhikari
sini di kening aku juga gpp, om..
2025-09-20
12
💞🖤Icha
Yang d nanti akhirnya up....Bagas kamu kejam ninggalin aq...bukan sama Aliya kamu gk cinta.. huuuaaa...Bagas tega...teganya dikau...🤣🤣🤣🤣💃💃💃💃
2025-09-20
13
Ani Suwarni
"SAH"
Alhamdulillah.... akhirnya Bagaskara nikah.
# ☝️aku hadir Thor ❤️❤️❤️
2025-09-20
12