Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Isani memarkirkan motor tepat di sebelah mobil Yumi. Jika mobilnya ada di rumah, kemungkinan besar pemiliknya juga ada di rumah. Malas sekali sebenarnya jika harus bertemu dengannya, tapi mau bagaimana lagi, ada hal penting yang harus ia bicarakan dengan Papanya.
"Ngapain balik lagi?" teriak Yumi yang ada di meja makan, kebetulan ia yang pertama kali melihat kedatangan Isani. Makan malam memang sudah selesai, namun ia dan kedua orang tuanya masih ada disana untuk membahas pernikahannya yang tinggal 3 hari lagi.
"Yumi!" Fatur menegur putri sulungnya tersebut, menatapnya dengan mata melebar sempurna. "Udah makan, San?"
"Udah, Pah." Sani mencium tangan Papanya, lalu Tante Farah.
"Ngapain kesini, mau minta duit? Cih, baru beberapa hari ngekos, udah kehabisan duit," cibir Yumi.
"Ngapain kamu kesini?" Tante Farah menatap Sani tak suka.
"Sani mau bicara sama Papa," Fatur menyahuti. "Mau ngobrol dimana, di kamar kamu?" ia berdiri.
"Gak usah Pa, disini aja," sahut Isani cepat, menahan bahu Papanya agar kembali duduk.
Fatur mengernyit, menatap Sani yang berdiri tepat di sebelahnya. Ia merasa agak aneh, karena biasanya, Sani lebih nyaman ngobrol berdua saja dengannya. "Duduklah."
"Gak usah, Sani bukan bagian dari keluarga ini, jadi gak boleh duduk di meja makan bersama kalian."
"Bagus kalau tahu diri," gumam Farah pelan.
"Isani kesini, cuma mau minta restu sama Papa."
"Restu?" Fatur sekali lagi mengernyit bingung.
"Iya, Pah. Sani mau menikah."
Mulut Yumi seketika menganga lebar, dan Tante Farah yang tadinya ogah-ogahan menatap Sani, jadi menatapnya penuh tanda tanya. Fatur tak kalah syok dari mereka berdua.
"Sani, kamu gak lagi ngigau kan?" Yumi menahan tawa. "Pernikahan kamu dan Dafa sudah dibatalkan. Ah, lucu emang kelakuan orang yang depresi gara-gara gagal nikah, suka ngehalu."
Farah menutup mulut, menahan tawa.
"Aku gak lagi ngehalu ataupun mimpi, aku memang mau nikah," Sani menatap Yumi sengit.
"Tunggu, tunggu," Fatur menginterupsi. "Kamu benar-benar mau menikah, Sani?"
"Iya, Pa."
"De... ngan?" tanya Fatur ragu-ragu.
"Seseorang, yang pasti bukan Dafa. Sampah itu sudah aku buang pada tempatnya," melirik Yumi, tersenyum miring.
Brak
Yumi menggebrak meja sambil berdiri. "Maksud kamu apa hah?"
"Gak ada maksud apa-apa," sahut Sani santai.
"Tapi barusan kamu bi_"
"Yumi, duduk!" titah Fatur, memotong ucapan Yumi.
Yumi mendengus kesal, lalu kembali duduk.
"Kamu mau menikah sama siapa, San? Dan kenapa tiba-tiba begini?" Fatur masih tak habis fikir. Ia menganggap ini sangat tiba-tiba karena Sani dan Dafa baru putus.
"Calon suami Sani, sebentar lagi akan datang, dia masih dalam perjalanan."
"Siapa sih, ngomong aja," Yumi jadi makin penasaran karena Sani seperti main rahasiaan. "Jangan bilang, demi menutupi rasa malu dan sakit hati karena gagal nikah dengan Dafa, kamu asal nyari laki-laki buat jadi suami kamu. Ya Allah Isani, kasihan banget sih," geleng-geleng sambil tersenyum mengejek. "Kamu nemu dimana laki-laki tersebut? Jangan bilang abang-abang penjual cilok yang biasa mangkal di CFD. Kamu kan hobi banget tuh, ke CFD," ia tertawa, begitu pun dengan Farah.
"Sani, kamu mau nikah sama siapa?" Fatur bertanya untuk kesekian kalinya. "Papa gak akan ngasih restu jika kamu nikah cuma buat menutupi malu atau membalas Dafa dan Yumi. Pernikahan itu bukan main-main Sani, fikirkan lagi baik-baik, jangan ujug-ujug mau nikah." Fatur khawatir dengan Sani, takut putrinya mengambil keputusan ini karena putus asa.
Isani tersenyum. "Sebenarnya aku juga gak butuh-butuh amat restu Papa sih. Lagipula Papa juga gak bisa jadi wali nikah aku. Jadi mau Papa restuin atau enggak, aku juga bakal tetap menikah. Menikah dadakan kalau calonnya mapan, emang apa masalahnya? Setidaknya itu lebih baik daripada direncanakan lama, ujung-ujungnya batal. Bener gak?"
"Jangan salah faham dengan ucapan Papa," ralat Fatur. "Papa cuma takut kamu jatuh ke tangan laki-laki yang salah."
"Kayak dirinya benar aja," batin Isani.
"Udahlah Pah, restuin aja," Tante Farah tersenyum. "Kapan lagi coba, kamu punya menantu pedagang cilok. Enak tuh, gajinya bersih, gak kena pajak," ledeknya sambil menahan tawa menatap Sani.
"Aku mau nikah, di tempat dan hari yang sama dengan Yumi," tekan Isani, tersenyum sinis menatap Yumi.
"Hah!" Yumi langsung berdiri. "Maksud kamu apa hah? Oh... sekarang aku jadi ngerti kenapa kamu tiba-tiba mau nikah, kamu gak mau kalah dari aku. Atau jangan-jangan... kamu punya rencana untuk menghancurkan pernikahanku?"
Sani tertawa cekikikan. "Aku gak kayak kamu. Lagian cara itu terlalu murahan, kampungan. Aku seratus persen, bahkan seribu persen mendukung pernikahan kamu dan Dafa. Kalian berdua sangat cocok," tersenyum penuh arti.
Kedua telapak tangan Yumi mengepal kuat, rahangnya mengeras.
"Di dekorasi sudah tertulis wedding Dafa dan Yumi, bagaimana bisa kamu mau ikut nikah disana," ujar Tante Farah. "Lagipula, tamu dibatasi hanya untuk 100 orang, dan Yumi sudah menyebar undangan sejumlah itu. Katering juga cuma sebatas itu. Kamu jangan aneh-aneh Isani, jangan merasa masih punya hak dalam acara tersebut. Uang kamu kan sudah diganti sama Papa."
"Ya, Tante benar. Uang Sani sudah diganti Papa, yang artinya, penyelenggara acara tersebut adalah Papa. Aku juga anak Papa, jadi aku juga punya hak menikah disana."
"Enak aja!" Yumi tak terima. "Selain dari uang Papa, acara tersebut juga didanai Dafa. Emang calon suami kamu ikut modalin, engakkan?"
"Sudah, sudah!" Fatur menginterupsi untuk kesekian kalinya. "Kita ketemu dulu sama calon suami Isani, baru bahas tentang wedding enaknya gimana," ia sakit kepala mendengar perdebatan mereka.
"Sani sudah menghubungi pihak WO dan katering, mereka bilang gak papa kalau mau nambah tamu cuma sekitar 20 sampai 30. Katering nanti menyesuaikan, tulisan pada dekorasi, juga akan ditambah. Untuk hampers tamuku, itu urusanku sendiri."
"Bisa sih bisa, tapikan jelas nombok. Pertanyaannya, siapa yang bakal nombokin biayanya?"tanya Yumi lantang. "Papa lagi gitu? Terus kontribusi calon suami kamu apa?"
"Jangan khawatir, calon suami aku yang akan bayar kekurangan biayanya."
"Dih, kayak calon suami kamu kaya aja," ejek Yumi sambil nyengir.
"Dia emang kaya kok. Hartanya gak akan habis dimakan tujuh turunan."
Yumi dan Farah tertawa.
"Pah, mending bawa anak Papa ini ke psikolog deh, aku takut dia depresi. Terguncang mentalnya karena gagal nikah," Yumi masih terus tertawa.
Tok tok tok
"Assalamu'alaikum."
Terdengar ketukan pintu dan salam dari luar.
"Sepertinya, calon suamiku sudah datang," Isani tersenyum. "Aku samperin dia dulu," ia melangkah ke depan untuk membukakan pintu. Namun sebelum itu, dia menoleh pada Yumi, tersenyum penuh arti. "Semoga kamu gak nyesel telah mungut sampah saat tahu siapa calon suami aku. BTW, makasih ya, telah menyadarkan aku untuk membuang sampah."
"Gak usah banyak bacot. Aku pengen lihat seperti apa laki-laki yang kekayaannya gak habis 7 turunan itu. Takutnya kamu cuma ngehalu. Atau kalau tidak, jangan-jangan sudah aki-aki bau tanah," balas Yumi sengit.
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup
gimana THOR