- 𝗨𝗽𝗱𝗮𝘁𝗲 𝗦𝗲𝘁𝗶𝗮𝗽 𝗛𝗮𝗿𝗶 -
Ria merupakan seorang mahasiswi yang dulunya pernah memiliki kedekatan dengan seorang pria bernama Ryan di dunia maya. Hubungan mereka awalnya mulus dan baik-baik saja, tapi tanpa ada tanda-tanda keretakan berakhir dengan menghilang satu sama lain. Sampai Ryan menghubungi kembali dan ingin memulai hubungan yang nyata.
Akankah Ria menerima atau menolaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asisten Dosen
Pagi yang cerah, matahari bersinar cerah. Membuka setiap panca indra untuk menyaksikannya. Kota dengan keadaan alam yang tak lagi sama. Meski begitu banyak pepohonan di sekitar sini telah mampu menghadirkan kesejukan pagi. Cicit burung turut meramaikan ketentraman yang ada sejak tadi. Ku melangkah mendekati daun jendela. Ku sibak tirai yang menjadi pembatas pandanganku ke luar sana. Aku tersenyum sendiri melihat jalanan dan pohon cemara itu. Pemandangan yang ku nikmati sendiri. Aku membuka jendela lalu, angin pagi yang penuh kesejukkan segera masuk. Ku nikmati pagi ini sesaat sebelum, suara ponselku membuyarkan semuanya.
“Siapa sih pagi-pagi ganggu aja?” batinku.
Aku meraih ponsel itu dan kaget bukan main. Dosen kemarin yang menawariku menjadi asdosnya.
✉️ Ria hari ini bapak tidak bisa mengajar karena ada urusan. Jadi saya minta kamu menggantikan posisi saya nanti!
Aku berpikir sejenak. Bagaimana ini? Kalau aku tolak juga sayang, tapi kalau diterima gimana? Apa aku sudah siap untuk mengajar? Ah tauk ah ga papa kali Ri buat nambah pengalaman. Setelah, membuat keputusan aku segera membalas chat itu.
✉️
Ria : Baik pak.
Dosen : Wah terima kasih Ria sudah mau menggantikan saya. Oh, ya jadi kamu mau jadi asisten saya kan?
Ria : Iya pak saya coba dulu sambil mikir.
Dosen : Loh kenapa ga langsung bilang ya aja sih?
Ria : Masih belum yakin bisa menjalankan amanah dari Anda, pak.
Dosen : Owalah, oke saya tunggu aja. Ingat ya Ri kamu itu berbakat di bidang yang sulit bahkan mendapat penawaran bagus. Jangan ditolak ya!
Ria : Bapak kok maksa sih?
Dosen : Hehehe… kan saya baru terkesan sama cara kamu mengajar kemarin bener-bener efektif.
Dosen : Ditunggu jawabannya.
Ria : Iya pak.
Aku segera bersiap pagi ini, ga ada lagi waktu buat main-main. So ini kesempatan selain yang kemarin kan? Kalau aku bisa kenapa enggak. Semangat Ria pasti bisa. Ku kalungkan handuk di leherku dan segera masuk ke kamar mandi.
****
“Bagaimana ada yang ingin kalian tanyakan?” tanyaku pada seluruh penghuni kelas.
Seorang mahasiswa laki-laki yang duduk di belakang mengangkat tangannya.
“Ya, kamu silahkan!”
“Sejak kapan Anda menjadi asdos?”
Pertanyaan yang cukup menggelitik. Bisa-bisanya ada yang berpikir seperti itu. Baiklah aku akan menjawabnya agar tak ada rasa kecewa.
“Baru hari ini saya mencoba menjadi asdos. Memangnya kenapa? Kamu mau bilang saya tak berpengalaman?”
“Oh ya? Tapi kenapa Anda terlihat begitu lihai dalam hal ini?”
“Namanya juga asdos bro, pasti dosen udah milih yang terbaik. Masa iya mau diganti sama yang abal-abal. Jadi bego dong mahasiswanya,” sahut mahasiswa lain yang berada di barisan tengah.
“Jadi ada yang ingin ditanyakan lagi?”
“Saya,” jawab seorang dari barisan belakang lagi.
“Oke mau tanya apa?”
“Sebelumnya saya minta maaf karena saya ingin menanyakan pada ibu kalau ……”
Dia menjeda ucapannya membuat seisi kelas menjadi penasaran.
“Kalau apa bro?” sahut teman di sebelahnya.
“Masih single apa udah punya pacar?”
Sontak seluruh mahasiswa tertawa begitupun denganku. Aduh ada-ada aja, malah makin parah kelas ini ya. Kelas yang tadinya sepi jadi begitu riuh. Aku pun berusaha menenangkan mereka.
“Sudah! Sudah! Cukup!”
Mereka menurut suasana kembali tenang. Bertepatan dengan itu pula bel pergantian jam terdengar nyaring. Aku pun berpamitan pada mereka. Banyak dari pada mahasiswa yang seolah menahanku untuk mengajar di kelasnya. Entah apa pun itu alasannya tak akan membuat aku berhenti. Kan udah jelas waktunya matkul selanjutnya kenapa harus suruh tinggal di sana.
“Ibu belum jawab pertanyaan dariku lho,” bujuk mahasiswa tadi yang belum sempat aku jawab.
“Maaf saya tak ada waktu. Waktu mengajar saya sudah habis,” jawabku tegas.
“Silahkan menuju kelas selanjutnya!” perintahku.
Mereka pun menurut apa yang aku katakan.
****
“Gimana Ri, hari pertama ngajar?”
“Yah gitu deh Fin.”
“Kenapa sih lo kok bete banget deh?”
“Kepikiran itu.”
“Apaan woy yang jelas kalau ngomong tuh!”
“Dia,” jawabku pendek.
“Siapa? Siapa dia? Dia siapa maksud lu? Waaah dah punya someone ya terima nggak ya cie….”
“Apaan sih lu pede banget deh sama jawabannya.”
“Lha terus apa Ri?”
“Itu tawaran jadi asdosnya?”
“Terima aja kali Ri lumayan dapat uang jajan loh, bujuknya.”
“Tapi…”
“Ah lu tuh ya kebanyakan mikir ini itu dah.”
Fina pun beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke luar kantin. Aku memanggilnya tapi dia malah semakin menjauh. Yah marah deh si Fina. Tiba-tiba seorang satpam berjalan menghampiri mejaku.
“Dengan mbak Ria dari Prodi kimia.”
“Iya benar saya pak ada apa ya?”
“Ada titipan dari cogan.”
“Hah cogan? Saya ga ada cowok pak.”
“Maksud saya tadi itu orangnya ganteng.”
“Oh…”
“Mari mbak ikut saya!”
Aku hanya mengangguk lalu mengikuti di belakang satpam itu. Sesampainya di pos tempat dia berjaga, dia mengambil sebuah kotak berwarna biru yang bertuliskan namaku. Siapa yang ngirim kek gini ke aku?
“Ini mbak titipannya, katanya sambil menyerahkan kotak biru.”
“Oh, ya pak makasih ya, ucapku sambil menerima kotak biru itu.”
Aku menelitinya dengan seksama. Ga ada nama pengirimnya? Tak beberapa lama ponselku berbunyi. Aku melihat ada pesan masuk dari Ryan.
✉️ Udah diterima kan kotak warna birunya. Warna kesukaan kamu kan?
Deg! Apa ini?
✉️
Ria : Udah kok. Ini dari kamu kak?
Ryan : Iya. Jangan lupa dibuka nanti ya pas udah pulang!
Ria : Iya, makasih ya kak.
Ryan : Masih panggil aku kak?
Ria : Iya, kan tua kamu.
Ryan : Ya udahlah terserah penting kamu nyaman aja.
Ria : Maksudnya nyaman apa?
Ryan : Ya manggil aku pakek kak gitu lho.
Ria : Oh.
Ryan : Udah ya bye. Jangan lupa kalo ada waktu luang kabari aku ya! Ada hal penting yang mau aku omongin sama kamu.
Ria : Hal penting apa ya?
Ryan : Rahasia.
Bener-bener nih orang bikin penasaran aja. Padahal dulu aku juga ga ada urusan sama dia kecuali belajar. Yah, bisa jadi urusan bimbel atau apalah itu. Pokoknya tentang belajar. Dasar manusia haus belajar. Eh, iya sampai lupa aku dia kan Master MaFiKi (Matematika Fisika Kimia). Dahlah lupain aja dulu lagian masih ada urusan lain.
Aku segera memasukkan kotak itu ke dalam tas dan bergegas Kembali ke kelas. Sesampainya di kelas aku menyandarkan punggungku yang lelah di kursi. Tak lama kemudian penghuni kelas mengerumuniku.
“Ada apa?” tanyaku.
“Lu yang ngajar malah duduk di sini,” jawab Gery.
“Oh iya, lupa gue kalo masih ada kelas,” kataku sambil menepuk jidat.
Setelahnya, aku berjalan menuju meja di depan. Untunglah aku bisa handle semua tugas Pak Budi hari ini. Lumayan buat latihan siapa tahu berguna nantinya. Aku menjelaskan kelanjutan dari materi hari kemarin. Seru kan kalo aku yang ngajar? Apa lagi sesi tanya jawab sebentar lagi bakal ku buka.
“Oke, semua sampai di sini paham?”
Seisi kelas menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
“Apa ada yang ingin ditanyakan?”
“Saya!” ujar Gery.
“Oke, Gery silahkan bertanya!”
“Kapan kita bakal ada praktikum untuk matkul ini?”
“Oh, kalau itu bisa ditanyakan pada Pak Budi karena beliau adalah dosen biokimia, sedang saya hanyalah asistennya yang menggantikan beliau pada hari ini.”
Kelas biokimia selesai untuk hari ini. Saatnya pulang yey. Alhamdulillah semuanya lancar. Para mahasiswa mulai meninggalkan ruang gerah mereka. Di sudut-sudut kampus terlihat segerombolan mahasiswa sedang berdiskusi. Yah meski ini kampus teroke di Jogja kerjasama masih perlu lah ya.
Dari belakang ku dengar langkah kakinya. “Pasti ni orang mau ngagetin aku,” batinku. Setelah cukup memperkirakan jarak dia sudah dekat, aku berbalik dan mendapati Fina sedang bersiap mengejutkanku.
“Yah ketauan lagi deh,” ujarnya sambal memanyunkan bibir.
“Apa?” kataku pura-pura tak mendengarnya.
“Nyebelin ah lu. Mau pulang aja deh gue,” kata Fina sambil berjalan mendahuluiku.
“Eh Fin tungguin!” teriakku sambil berlari mengejarnya.
Setelah berhasil menjajarinya aku hanya diam begitupun Fina. Sampai akhirnya kami sampai di depan area kost putri. “Dia masih diam kenapa?” batinku. Aku pun tak menghiraukannya lagi. Lebih memilih menuju tempatku dari pada mengikutinya. Entahlah rasanya tubuh ini begitu lelah hingga meronta ingin segera istirahat. Untung juga hari ini ga ada kegiatan.
****
“Kenapa sih harus dia? Apa ga ada yang lain gitu? Gue kan juga bisa kali jadi pacarnya,” oceh Fina di dalam kamarnya.
Ini bermula saat orang yang bernama Aldi terus bertanya tentang Ria padanya. Dan diakhir perbincangan Aldi mengatakan bahwa dirinya menyukai Ria. Dunia Fina seolah runtuh seketika, tapi dia bisa bertahan hingga Aldi pergi meninggalkannya.
“Kenapa harus Aldi yang suka sama Ria? Yang suka sama dia kan gue,” celetuk Fina sambil memukuli bantalnya.
“Ih… sebel, sebel, se…be…l….”
****
Di kamar yang selalu ku tempati kini menghadirkan nuansa baru. Ya rasanya masih seperti mimpi kalau aku baru saja selesai menggantikan beliau mengajar. Saat sedang asik membayangkan kalau aku benar menerima tawaran menjadi asdos. Entah apa yang bakal terjadi? Bunyi ponselku membuyarkan imajinasiku.
✉️
Ryan : Udah sampe rumah belum? Dibuka dong kotak birunya! Wkwkwk.
Ria : Iya, iya. Ini baru mau dibuka.
Aku segera merogoh tasku. Ku keluarkan kotak biru itu, pemberian Ryan. Tumben banget baik. “Isinya apa ya?” pikirku. Aku segera membukanya dan terkejut bukan main. Sebuah boneka teddy bear yang sedang memegang hati bertuliskan “I Love You” dan sebuah kotak merah di atas hatinya. Aku mengambil kotak merah itu. Membukanya dengan perlahan dan ternyata isinya sebuah kalung berbentuk hati. Apa maksudnya dia kasih aku benda-benda seperti ini?
Aku membuka liontin hati itu. Di dalamnya terdapat tulisan “Izinkan aku ada untukmu” by Ryan. Aku tak percaya ini. Dia bakal ngomongin soal hati. Perasaannya padaku. Nggak-nggak boleh aku belum siap jatuh cinta.
Sebuah notifikasi pesan yang ku duga dari Ryan membuyarkan semua skenario di hatiku. Aku enggan jika harus membahasnya sekarang. Apa dia ga ngerti aku sejak awal? Entahlah, yang jelas aku tak mau mengontaknya dulu. Biar dia mikir sebenernya harus bersikap seperti apa padaku. Masa iya baru kenal gitu aja udah mau main hati.
Aku menyimpan kotak biru pemberian Ryan. Berharap itu semua hanya candaannya saja. Mencoba menaklukkan hatiku ya? Coba aja kalo bisa. Terukir senyum di wajahku. Lalu, pudar begitu saja.