Hafsah bersimpuh di depan makam suaminya, dalam keadaan berbadan dua.
Karena kesalahan fatal dimasalalunya, kini Hafsah harus hidup menderita, dan berakhir diusir oleh orangtuanya.
Sepucuk surat peninggalan suaminya-Raga, berpesan untuk diberikan kepada sahabatnya-Bastian. Hafsah bertekad untuk mencari keberadaan sahabatnya itu.
5 tahun pencarian yang nihil, akhirnya Hafsah bertemu juga dengan Bastian. Namun, pertemuan itu mengungkap sebuah rahasia besar, yang akhirnya membuat Hafsah semakin benci setengah mati kepada Bastian.
"Bunda ... Yuna ingin sekali digendong Ayah!" Ucapan polos Ayuna mampu menggunjang jiwa Hafsah. Ia dihadapkan pada kebingungan, dan sebuah pilihan sulit.
Mampukah Hafsah mengendalikan rasa benci itu, demi sang putri? Dan, apa yang sebenarnya terjadi?
SAQUEL~1 Atap Terbagi 2 Surga~
Cuma disini nama pemeran wanitanya author ganti. Cerita Bastian sempat ngegantung kemaren. Kita simak disini ya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Namun sebelum dia pulang, Hafsah mampir terlebih dahulu ke toko bunga, untuk membeli buket bunga melati. Tidak lupa, Hafsah juga membeli beberapa bunga lainnya, karena hari ini adalah aniversary tepat ke 5 tahun pernikahannya dengan Ragantara.
"Pak, nanti tolong antarkan saya di pemakaman komplek saja!"
"Baik, Mbak!"
Hafsah mulai menaiki ojek itu kembali. Hingga tak berselang lama, ojek itu sudah berhenti tepat di gerbang pemakaman. Setelah menyerahkan uang, Hafsah langsung melenggang masuk.
Jiwa rapuh itu berjalan tenang, seolah bebanya baru saja dia hempaskan sebelum masuk diarea pemakaman. Walaupun sering kali mendapat kekecewaan, senyum mungil itu kini terbit indah dalam wajah manisnya. Rasa bahagia menyergap memenuhi relung hatinya, kala pandanganya sudah berhasil melihat pusara sang belahan jiwa. Semakin bertambahnya tahun, rasa cintanya semakin bertambah besar terhadap sosok yang kini sudah tertimbun tanah lamanya.
Hafsah bersimpuh kembali. Dia mulai meletakan bunga melati tadi. Dan tak lupa, dia menaburi beberapa bunga diatas pusara sang suami.
Cup..
Satu kecupan hangat Hafsah berikan pada nisan Raga, seolah dia sedang mencium hangat dahi suaminya.
"Assalamualaikum, Mas! Mas Raga apa kabar? Mas ... Hari ini aniversary kita yang ke 5 tahun. Terimakasih sudah menemani diwaktu yang terpentingku! 8 bulan itu sangat berarti sekali dalam hidupku. Putrimu sudah tumbuh besar sekarang. Dia cantik, sama seperti yang kamu harapkan. Mas ...."
Wajah cantik itu tersenyum lembut, sambil mengusap nisan suaminya. Namun tanpa dia rasa, buliran bening berjatuhan menemaninya. Semakin terasa, rasa sesak kembali menyeruat.
"Mas ... Hingga saat ini, aku masih belum mengerti dengan Takdir Tuhan! Sebegitu cepat waktu berlalu, hingga aku sering lupa kalau kamu sudah pergi. Aku masih mengangap, kamu selalu pulang setiap sore. Kamu membawakan makanan kesukaanku. Kamu selalu memperlakukan aku selayaknya ratumu. Ya Allah Mas ... Demi Allah, aku tidak akan pernah lagi bisa menemukan pria sebaik kamu. Perjuanganmu dulu, rasa cintamu, dan semua kenangan indah kita, semua masih tersimpan rapi dalam ingatanku!"
Isakan kecil terdengar indah, bagaikan melodi yang menemani sore Hafsah. Jikapun Raga berada disisinya saat ini, demi apapun pria itu tidak akan membiarkan wanita yang sangat dicintainya menangis pilu.
Hafsah kembali mengusap air matanya. Dia tidak ingin merusak hari bahagianya dengan sang suami. Senyumnya kembali terbit. Sebelum beranjak pulang, dia melantunkan doa-doa indah, agar dapat menemani langkah indah suaminya.
"Mas, aku pamit pulang dulu! Kamu tidak usah meragukan cintaku, Mas! Aku akan sesering mungkin datang kesini."
Setelah memeluk singkap nisan sang suami, Hafsah langsung bangkit kembali. Dia berjalan malas kearah gerbang keluar. Dia menoleh sejenak, mengulas senyum beberapa detik. Hingga kakinya kembali melangkah, benar-benar keluar dari area pemakaman.
Hafsah memilih berjalan saja saat menuju rumahnya. Jarak tempuh sampai rumahnya, kira-kira 10 menitan. Hafsah sangat menikmati perjalanan pulangnya kali ini. Dia kerap sekali bertemu, dan bertegur sapa dengan tetangga kompleknya yang lewat.
Hingga tak berselang lama, Hafsah sudah akan menginjakan kakinya ke halaman rumah. Namun ada yang membuat hatinya sedikit mencoles. Sang putri~Ayuna, bocah kecil iti sudah cantik, rapi, tampak duduk diteras dengan wajah sendunya.
"Sayang ...."
"Bunda ...." jawab Ayuna begitu dia mendongak, dan mendapati Bundanya sudah berdiri dihadapannya.
Hafsah langsung menggendong tubuh mungil itu, "Wah, harum sekali putri Bunda yang cantik ini," kekeh Hafsah. Dia mencium pipi Ayunna bertubi-tubi hingga membuat bocah kecil itu tersenyum geli.
"Bunda ... Kan Ayuna sudah mandi, tapi Paman Bastian kok nggak datang-datang ya! Padahal dia sudah beljanji mau ajak Yuna ke taman naik motol!" adu Yunna, setelah Hasah menurunkan kembali putrinya.
"Sayang, sini duduk dulu sama Bunda," Hafsah mengajak putrinya untuk duduk kembali diteras. "Sayang ... Jangan pernah berharap apapun, selain pada Bunda dan Simbok saja, ya! Kan Bunda bisa mengajak Yunna ke taman sendiri, Sayang."
"Tapi Paman Bastian lebih belsungguh-sungguh, Bunda! Yuna hanya ingin naik motol seperti meleka," tunjuk Yuna, saat ada temannya yang sedang asik menaiki motor bersama snag Ayah.
Wajah mungil itu mulai menekuk, menahan tangis. Melihat itu, Hafsah langsung teringat, bahwa sebelum pulang dia membelikan Ayuna gantungan kunci princess.
"Sebentar ... Bunda punya sesuatu buat Ayuna! Yuna tutup mata dulu, dong!" gumam Hafsah sambil membuka tas kerjanya.
Mendengar itu, mata Ayuna berbinar. Dia langsung menutup matanya dengan kedua tanganya yang mungil. "Sudah belum, Bunda?"
"Tara ...."
"Wah, bagus sekali gantungannya! Nanti mau tak gantungi pada tas sekolah Yuna, ya Bunda."
Hafsah mengangguk. Dia lansung memeluk tubuh putrinya. Dada Hafsah kembali berdesir nyeri, kala ada seseorang yang begitu kuat memberikan janjinya kepada sang putri, namun tidak pernah menepatinya. Rasanya tidak rela sekali, dengan mudahnya Bastian membohongi Yuna, padahal itu darah dagingnya sendiri.
'Kamu benar-benar jahat, Bastian! Seharusnya kamu tidak perlu mengucapkan apapun itu, jika hanya dapat menyakiti hati putriku saja' batin Hafsah terasa nyeri.
** **
Sementara orang yang dipikirkan putrinya saat ini, kini tengah dalam perjalanan menuju Apartementnya.
Setelah pulang kerja tadi, Bastian mengajak Jesica untuk menyapa kedua orang tuanya sejenak. Sejujurnya kedua orang tau Bastian kurang menyetujui hungan mereka, karena perbedaan agama itu. Namun karena melihat putranya bahagia, jadi mereka tidak dapat berbuat banyak selain memberikan restu.
Dan saat ini mobil Bastian sedang berhenti di lampu merah.
Disaat dia menoleh, tanpa sengaja kedua matanya menangkap sesuatu yang membuat hatinya terasa sesak. Tepat disamping mobil Bastian, ada sebuah keluarga kecil yang begitu harmonis, dengan sang Ibu yang duduk dibelakang sambil memegangi tubuh putri kecilnya, yang kini duduk didepan sang Ayah. Bocah kecil itu seusia Ayuna. Mulut mungilnya sejak tadi bersenandung ria, dan hal itu juga disambut oleh sang Ayah yang juga mengiringi nyanyian putrinya.
Bocah kecil perempuan itu sesekali menoleh kearah sang Ayah, memastikan Ayahnya juga ikut menyanyi bersamanya.
'Ya ALLAH ... Maafkan Papah, Ayuna! Papah sudah mengingkari janjimu!' sesalnya didalam batin.
Bastian menghela nafas dalam, kala keluarga kecil itu sudah berpisah jalan dengannya. Melihat ada sesuatu yang berbeda, Jesica mulai menepuk pelan bahu mantan kekasihnya itu.
"Hai sayang ... Kamu kenapa?"
Bastian hanya menggelengkan kepala lemah. Tanpa ucapan apapun, dia langsung melanjutkan perjalananya kembali.
Dan tepat pukul 5 sore,
Kini mobil Bastian sudah berhenti di Apartemen pribadi miliknya.
Dia turun terlebih dulu, dan disusul oleh Jesica dari belakang. Sejak tadi, pikiran Bastian masih tertuju dengan apa yang dia lihatnya tadi. Rasa bersalah pun muncul, menyergap dalam batinya.
Jesica yang menyeimbangi langkahnya, sejak tadi mengernyit saat sesekali mendongak menatap mantan kekasihnya.
"Bas ... Are you okay?" tegurnya.
"Nggak, aku nggak papa!" jawab Bastian.
Selang 5 menit, kini mereka berdua sudah tiba didepan pintu Apartemen. Bastian mengajak Jesica masuk kesana, sambil wanita itu menyeret koper tanggung miliknya.
Mengingat Jesica tidak memiliki siapa-siapa disini, jadi dia memutuskan untuk membawa mantan kekasihnya itu ka Apartemen miliknya. Sejujurnya Bastian pun tidak ingin melakukan itu semua, namun dia tidak punya pilihan lain.
"Jes ... Itu disana ada 1 kamar kosong, kamu bisa menempatinya! Dan jika kamu ingin makan, atau sekedar memasak ... Didapur sudah ada semua perlengkapannya! Setelah ini aku harus segera pulang! Kamu nggak papa 'kan tinggal sendirian dulu. Mungkin lusa aku akan membawa pelayan di rumah, agar dia dapat membantumu disini!"
Jesica mengangguk, menampakan senyum manis. Ternyata sikap Bastian masih sama seperti dulu.
"Bas ...." Jesica beberapa langkah mendekat, hingga dia berada tepat didepan mantan kekasihnya itu. "Aku berharap, hubungan kita dapat menghangat seperti dulu! Aku rela mengikutimu, asal aku mendapat cinta yang setara darimu lagi!" lirih Jesica menampakan tatapan sesendu mungkin.
Bastian hanya diam. Dia mematung beberapa detik, saat manik matanya terkunci dengan tatapan Jesica. Hingga dia sadar, dan langsung melenggang pergi begitu saja.
Blam!!!
Begitu pintu tertutup kembali, Jesica mengikuti arah tatap kepergian sang mantan. Wanita cantik yang memakai setelan casual itu, menarik sudut bibirnya sebelah, sambil bersedekap dada.
'Aku pasti akan mendapatkan cintamu kembali, Bastian! Dan kita pasti akan segera menikah!'
Setelah itu Jesica menarik kembali kopernya, dan langsung melenggang masuk kedalam menuju kamarnya.
** **
Kediaman Atmaja,
Setelah mengantarkan mantan kekasihnya, tujuan Bastian saat ini langsung pulang, karena tuan Dina memintanya pulang terlebih dahulu.
Mobil mewah itu sudah terpakir dihalaman luas Atmaja. Bastian segera turun, dan langsung melangkahkan kakinya menuju dalam.
Nyonya Dina langsung menghang langkah putranya, disaat Bastian akan menginjakan kakinya menuju tangga.
"Bas, gimana sih ... Kok Jesica bisa kesini? Apa dia nggak bilang sama kamu sebelumnya?"
"Aku juga nggak tahu, Mah! Udah, Bastian mau keatas bersih-bersih dulu."
Nyonya Dina hanya mengangguk. Wanita parubaya itu merasa kalut, dia hanya takut kehadiran Jesica menjadi ancaman besar, untuk hubungan putranya dengan Ainun.
Drrt.. Drrt..
Fokus nyonya Dina teralihkan, kala ponsel yang dia pegang saat ini tengah bergetar.
Dengan cepat, dia menggeser tombol hijau tersebut. "Iya, hallo mbak Lil? Ada apa?"
"Din ... Maaaf ya, sepertinya malam ini kita tunda dulu acaranya. Ini ada sedikit kepentingan mendadak," balas nyonya Lily disebrang.
"Oh, begitu ya mbak Lil! Ya sudah nggak papa."
"Ya sudah, aku tutup dulu ya Din! Byeee ...."
kak selamat membaca, jangan lupa klik dukungan kalian. 🙏❤