Apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kelabu yang menyelimuti rumah tangga selama lima tahun?
Khalisah meminta suaminya untuk menikah lagi dengan perempuan yang dipilih mertuanya.
Sosok ceria, lugu, dan bertingkah apa adanya adalah Hara yang merupakan teman masa kecil Abizar yang menjadi adik madu Khalisah, dapat mengkuningkan suasana serta merta hati yang mengikuti. Namun mengabu-abukan hati Khalisah yang biru.
Bagaimana dengan kombinasi ini? Apa akan menjadi masalah bila ditambahkan oranye ke dalamnya?
Instagram: @girl_rain67
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
H. 9~Kau Ragukan Aku
Khalisah hendak keluar kamar, namun pintu lebih dulu di dorong dari luar dan memperlihatkan sang suami.
"Khalisah."
Seakan tak cukup mengejutkannya, Abizar berjalan memeluknya erat, sangat erat sampai menyesakkan dadanya.
Khalisah menghela napas, ia membalas pelukan suaminya. "Kapan Mas tiba?"
"Baru tadi, dan aku langsung kemari, Khalisah," jawab Abizar.
"Tergesa-gesa? Tapi tetap membutuhkan waktu tiga hari tambahan untuk pulang ke rumah," tutur Khalisah lembut.
Abizar terdiam. Itu bukan nada lembut yang dapat menyejukkan hati, melainkan sindiran yang dapat membuatnya tak bisa berkata-kata.
Khalisah memberikan tepukan pada punggung suaminya. "Tidak apa-apa. Aku mengerti kalian masih pengantin baru, tapi mendengar kata-kata Mas barusan sangatlah menghinaku."
Spontan pelukan terlepas berujung memegang bahu sang istri. "Apa maksudmu, Khalisah?"
Kepala yang dibaluti hijab itu menggeleng, bibirnya tersenyum. "Tidak, hanya saja aku merasa serampangan, sehingga Mas percaya hanya dengan kata-kata selalu dapat membujukku. "
"Khalisah, enggak begitu," elak Abizar, tapi untuk memberi pernyataan lebih Abizar tak bisa melakukannya.
"Baiklah."
Abizar mengerutkan kening.
Tidak, 'baiklah' bukan akhir dari pembicaraan.
"Mas udah makan belum? Kalau belum, mau mandi dulu nggak? Aku harus menambah masakan, karena kukira hanya dua orang yang bakal menikmati makan malam. Aku tidak memasak lebih seperti hari sebelumnya, takutnya ke buang sia-sia," jelas Khalisah tetap tersenyum.
Abizar tertegun. Khalisah memberikan pernyataan tentang dia yang menunggunya pada hari-hari sebelumnya.
"Aku ke dapur dulu, Mas." Khalisah bermaksud undur diri.
"Tunggu, Khalisah," lontar Abizar menghentikan gerakan Khalisah yang ingin berbalik. Perlahan ia meraih kedua tangan istrinya dan meletakkannya di dada.
Raut bingung jelas tercetak pada wajah Khalisah.
"Kamu percaya padaku?"
"Kenapa tiba-tiba bertanya soal kepercayaan?" tanya balik Khalisah.
"Karena aku berharap kamu mau menungguku."
Dan pernyataan tersebut justru semakin membingungkan Khalisah, sehingga memilih tutup mulut agar ada kesempatan bagi sang suami menjelaskan.
Abizar menghembus napas berat. "Setidaknya, setidaknya sampai Hara hamil aku mau memberikan malam-malam ku kepadanya."
Deg!
Reflek Khalisah menarik tangannya, namun Abizar memegangnya erat. "Aku berharap kamu menyetujuinya, Khalisah."
Sesak, rasanya udara di seluruh ruangan ini menipis dan ruangan seakan menyempit. Kakinya pun bergetar hingga hampir merasai lantai kalau saja Abizar tak menangkapnya.
Khalisah terengah-engah. "A-apa maksud kamu, Mas?"
Air matanya luruh tanpa bisa dicegah. Sakit, sakit sekali seolah pisau tak henti-henti menusuknya.
"Aku menginginkan anak dalam rumah tangga kita."
"A-anak? Aku mengerti, aku tidak bisa memberikannya karena diantara kita aku lah yang mandul. Aku juga sudah punya bayangan ketika kamu menikah akan ada anak yang dikandung istri keduamu, hanya saja~ Haruskah haq-ku diambil?" Khalisah bertatap mata dengan mata suaminya. Berharap itu bisa berarti sesuatu.
"Aku akan menggantikannya setelah Hara hamil."
"Mas pikir sama, antara waktu terdahulu dan sekarang?"
"Sama, tidak ada perubahan pada waktu di Indonesia."
Khalisah menekan giginya. Jujur, baginya ini kelewatan, tapi setidaknya Abizar meminta izin dan memberitahukan maksudnya.
Wajah Khalisah berpaling.
Setidaknya....
"Baiklah, lakukan apa yang Mas inginkan. Lagian buat apa Mas bersamaku kalau pikiran Mas tertuju pada hal lain."
Abizar memegang pipi Khalisah agar menghadapnya. "Nggak, Khalisah. Di hati Mas cuma ada Khalisah."
Siapa yang dapat mempercayainya Mas, saat Mas bisa tertawa bahagia begitu bersama Hara.
Melihat Khalisah diam saja, sudah bisa Abizar tebak bahwa istrinya tidak percaya padanya.
Sejujurnya aku pun mulai ragu pada diriku sendiri, karena itulah aku mempercepatnya.
Namun tetap Abizar tak bisa memberikan penjelasan lebih. Ia menarik Khalisah dalam pelukannya yang tentunya dibalas Khalisah karena istrinya ini memang tak pernah menolak sentuhan dirinya.
Hari-hari mulai berlalu dan menjadi kesunyian selama dua Minggu. Dan seperti yang Abizar katakan, ia memberikan malamnya untuk Hara sedang hari untuk Khalisah. Namun hari hanya terlewati dengan penyiapan pakaian sang suami untuk kerja dan sore sampai malam sebelum tidur mengiring dengan makan malam bersama.
Setidaknya....
Sampai hari tiba, hari ketika Hara bergegas menuruni tangga seraya membawa testpack. "Abi."
Sontak Abizar menangkap istri kekanak-kanakannya. "Hati-hati, Hara Arani."
Namun Hara tampak acuh tak acuh. Ia justru dengan semangat memperlihatkan yang ada di tangannya pada Abizar. "Abi, aku hamil."
Spontan Khalisah berpaling dari tugas menata makanan.
"Ha-hamil, kamu hamil?" kejut Abizar.
Hara mengangguk bersamaan air matanya jatuh.
Abizar pun tak dapat menyembunyikan senyum bahagianya, ia bahkan melakukan sesuatu yang membuat mata Khalisah terbelalak. Mengangkat Hara dan membawanya berputar-putar, sesuatu hal yang tak pernah Abizar lakukan pada Khalisah.
Khalisah memegang meja.
Ketika acara berputarnya selesai, Hara menghampiri Khalisah. Ia memegang satu tangan Khalisah, dan memandang wajah Khalisah yang mengkerut. Hara tersenyum sembari berkata, "Mbak, kita bakal jadi seorang ibu."
Kemudian Hara memeluk Khalisah.
Terkejut, dan Khalisah tak membalas pelukan Hara dan hanya mengepal tangannya kuat-kuat.
Hari-hari kembali berlalu, dan berbagai perubahan terjadi terutama.....
Sikap Abizar yang memperhatikan kandungan Hara.
Khalisah melihat kaki yang berkerja mendorong ayunan dengan pikiran acak-acakan.
Kepalanya terangkat saat telinganya menangkap suara gerbang dan masuklah sebuah mobil yang tidak dikenalnya. Mobilnya berhenti tidak jauh darinya, dan dari dalam keluarlah seorang pria.
Kening mengkerutnya menjadi pertanda ketidaktahuannya terhadap sosok pria yang kini berjalan ke arahnya.
Khalisah langsung berdiri.
"Apa Abizar ada di rumah?"
Menanyakan tentang suaminya memungkinkan Khalisah bisa menebak hubungan mereka.
Teman atau rekan kerja?
Itu memungkinkan Khalisah bertanya-tanya karena Abizar tak pernah memperkenalkan dan diperkenalkan dirinya pada teman-teman sang suami.
"Tidak," jawab Khalisah.
"Lalu, ada dimana dia?" tanya Andra kembali.
"Tidak tahu."
Andra mengeryit. Jawaban singkat-singkat seperti ini agak-
"Kapan Abizar pergi?"
Khalisah melihat jam tangannya. "Pukul 08. 43 WIB."
Yang benar saja, batin Andra atas ketidakterimaan. "Baju gamis kebesaran juga jelbab serta cadar di wajah berarti kamu istri pertama Abizar ya?"
"Ya."
Teman Mas Abi rupanya.
Mengingat serapat apa Abizar menutup dirinya dari dunia, pastilah hanya orang-orang terdekat yang mengetahui ciri-ciri istrinya. Apalagi sampai tau Abizar beristri dua.
Mendadak Andra terkekeh sehingga menciptakan kebingungan pada Khalisah.
"Kamu menyebalkan."
Hanya sebelah alis yang naik pertanda Khalisah kurang tertarik membalas perkataan pria ini.
"Pantas saja Abizar lebih menyukai bersama istri keduanya."
Sempat keningnya menyatu sebelum akhirnya Khalisah tertawa kecil sebentar, menjadi giliran Andra yang kebingungan. "Lalu?"
"Kamu tidak peduli?"
"Untuk?"
Andra semakin tidak mengerti.
Khalisah cuma mengangkat bahu. Kakinya mulai berjalan meninggalkan pria yang menurutnya tidak perlu diurus.
"Oh, mungkin kamu tentang rencana Abizar, makanya kamu bersikap angkuh."
Langkahnya berhenti.
...☠️...
...☠️...
...☠️...
...☠️...
Bersama: Tgk. Tisara Al-Muchtar.