Elena Rosalina Smith memiliki seorang tunangan yang tiba-tiba di rebut oleh saudari tiri nya. Dan sebagai ganti nya, Elena terpaksa harus menikahi tunangan dari saudari tiri nya- seorang miliarder kaya yang telah di tolak oleh saudari nya karena pria itu cacat.
Terikat oleh perjanjian antar keluarga dan ingin merebut kembali pusat perbelanjaan mendiang ibu nya, membuat Elena setuju untuk menggantikan saudari nya menikah dengan CEO cacat.
Elena tidak menyadari jika diri nya telah melempar batu dan mengambil berlian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
" Dua minggu lagi ?" Mata Elena terbelalak, terkejut. " Bukan nya itu terlalu cepet?"
" Ya, tapi kita berdua tidak bisa menghentikan perintah kakek. Beliau terlalu bersemangat dan ingin segera menikah kan kita ". Balas Malvin, tertawa kecil.
Ada keheningan beberapa saat yang terjadi di antara mereka.
Jantung Elena berdebar, tak karuan. Dan ia tak tau mengapa, namun yang pasti diri nya merasa bersemangat untuk segera menikah dengan Malvin.
" Oke, aku akan bilang tentang hal ini ke ayah setelah kita pulang". Balas Elena, mengangguk kan kepala nya, setuju. " Kita datang ke sini karena untuk mengenal satu sama lain kan? tapi kita belum punya waktu untuk saling mengenal. Ayo kita lakukan itu sekarang? gimana kalo kita memainkan sebuah game yang masing - masing dari kita harus memberi dua puluh pertanyaan ?". Tanya Elena menyarankan..
" Apa kamu akan mencium ku dalam setiap jawaban yang ku berikan?". Tanya Malvin mengangkat sebelah alis nya ke atas.
Wajah Elena sontak memerah setelah mendengar pertanyaan Malvin. Gadis itu menatap Malvin dengan tatapan bercanda. " Gak boleh berciuman, kita berdua akan menanyakan sesuatu yang ingin kita ketahui dari satu sama lain, gimana?". Elena terlihat bersemangat untuk melakukan permainan itu, membuat Malvin menganggukkan kepala nya, setuju dengan ide Elena.
" Tapi aku masih menginginkan ciuman itu ".
" Tuan Malvin!!!". Pekik Elena pelan dengan suara rendah nya juga terlihat jika ia tersipu malu dengan perkataan pria itu. " Ya udah boleh tapi cuma satu kali, itu pun setelah dua puluh pertanyaan selesai di jawab semua ".
Malvin tertawa kecil dan mengangguk kan kepala nya. Matahari telah terbenam dengan sempurna, tetapi Malvin masih bisa memandangi wajah cantik Elena yang tersenyum karena lampu - lampu yang bergemelap, juga cahaya rembulan yang menambah kesan romantis untuk mereka berdua.
Dedaunan pohon palem dan kelapa yang berada tak jauh dari tempat mereka mulai bergemerisik tertiup angin dan Elena lah yang mulai mengajukan pertanyaan nya terlebih dahulu.
" Dalam situasi apa yang bisa membuat Tn Malvin merasa bahagia atau nyaman ? Dan kapan kamu merasakan kebebasan untuk menjadi diri sendiri?". Tanya Elena sembari membenarkan posisi duduk nya di kursi panjang yang tersedia.
" Itu tadi dua pertanyaan, sayang ". Kata Malvin memperingati."Masing - masing menanyakan satu - satu sampai dua puluh bukan?".
Perasaan aneh kembali Elena rasakan saat Malvin memanggil nya dengan panggilan sayang. Ini bukan pertama kali nya karena semalam Malvin memanggil dengan panggilan seperti itu. Jantung nya berdebaran setiap Malvin memanggil nya sayang.
" Tapi baik lah, aku akan menjawab nya untuk mu". Kata Malvin dengan pandangan yang hanya tertuju pada Elena. " Aku tidak pernah merasa nyaman berada di dekat orang lain kecuali kakek, itu karena aku merasa semua orang memiliki niat tersembunyi dan siap menusuk ku dari belakang kapan saja". Jawab Malvin.
Bagaimana dia bisa hidup seperti itu?. Elena tau bagaimana perasaan Malvin, karena gadis itu juga pernah hidup di dalam rasa kekhawatiran. Mengingat bahwa ibu tiri dan saudari perempuan nya akan selalu melakukan sesuatu untuk menyakiti nya.
" Pasti sulit untuk mempercayai seseorang". Gumam Elena.
" Tapi aku masih bisa mempercayai orang lain seperti asisten, bodyguard dan sahabat ku. Setidak nya mereka tidak membuat ku bersikap was - was". Balas Malvin tertawa kecil lalu tiba - tiba kembali dalam mode serius nya.
Malvin menoleh menatap Elena. " Baru - baru ini aku menyadari bahwa aku merasa paling bahagia saat bersama mu ".
Elena di buat gugup setelah mendengar nya. " Itu gak mungkin, kamu bahkan belum terlalu mengenal ku—".
" Tidak perlu mengenal mu lebih dalam agar bisa merasa nyaman berada di dekatmu. Aura yang terpancar dari dalam diri mu memberi tahu ku, bahwa aku bisa mempercayai mu... bukan kah itu alasan yang sama juga terjadi dengan mu ? Jika tidak, kamu pasti tidak mau ikut dengan ku dalam perjalanan bisnis ini". Kata Malvin membuat kupu - kupu beterbangan di dalam perut Elena. " kamu mempercayai ku ".
Ya— memang benar apa yang Malvin katakan, Elena merasa aman dan nyaman berada di dekat Malvin. Apakah Elena jatuh cinta pada Malvin?.
Elena menyukai nya dan tertarik pada nya, tetapi Elena belum bisa memastikan apa kah itu karena dia mencintai Malvin ?
" Ya... sekarang giliran tuan Malvin". Kata Elena mengalihkan topik pembicaraan yang mulai membuat nya merasa gugup.
" Bisa kamu memanggil ku bukan dengan sebutan itu ? Karena itu terdengar sangat kaku ". Kata Malvin.
" Apa aku harus memanggil dengan sebutan Om ?". Tanya Elena mengangkat alis nya dan bersandar di kursi nya.
" Apa aku setua itu ?".
Elena tersenyum memperlihatkan deretan gigi putih nya. " Sebenernya gak terlalu tua juga sih tapi panggilan Om yang pantes buat tuan Malvin".
" Umur ku dan kamu tidak terpaut cukup jauh, Elena ".
" Gimana kalok Malvin, keberatan gak?". Tanya Elena pelan.
" Baiklah terserah kamu ". Kata Malvin pada akhirnya.
" Giliran kamu kasih pertanyaan buat aku ". Kata Elena kemudian.
" Kencan seperti apa yang sesuai dengan keinginan kamu ?". Tanya Malvin.
Sementara Elena terdiam, seakan tengah memikirkan sesuatu. Namun, tidak ada yang terlintas di dalam pikiran nya untuk menjawab pertanyaan Malvin, itu karena Elena belum pernah melakukan kencan dengan siapa pun sebelum nya. Jadi, gadis itu tidak tau seperti apa kencan yang diri nya inginkan.
Elena mengangkat ke dua bahu nya. " Aku gak tau, menurut ku semua nya akan baik - baik aja buat aku selama seseorang itu mau berusaha dan selama aku tau kalok ternyata aku selalu ada di dalam pikiran orang itu... aku merasa gak keberatan meskipun jalan kaki berdua di taman ".
Malvin menganggukkan kepala nya, mengerti dan mencoba mengingat hal itu.
Mereka berdua saling melontarkan pertanyaan dan jawaban satu sama lain hingga tersisa satu pertanyaan untuk masing - masing.
Elena menarik napas nya dalam - dalam lalu kembali buka suara." Apa kenangan terbaik yang ada di masa kecil mu?".
Selesai Elena melontar kan pertanyaan itu, suasana hati Malvin berubah menjadi gelap dan udara di sekitar mereka pun terasa membeku.
Elena terlihat bingung saat menyadari perubahan dari sikap Malvin.
" Apa ada yang salah dari pertanyaan ku tadi ?" Tanya Elena hati - hati, sementara jantung nya berdegup kencang.
Malvin terlihat tidak baik - baik saja, raut wajah nya menandakan jika pertanyaan tadi terdengar sensitif bagi pria itu dan membuat Elena merasa takut.
" Malvin?". Elena menggenggam tangan Malvin dan meremas nya pelan. " Aku minta maaf, seharusnya aku gak kasih pertanyaan kayak gitu tadi ".
Sentuhan lembut Elena membuat Malvin tersadar dari lamunan nya. Pertanyaan tadi mengingatkan nya pada kejadian kelam di masa kecil nya.
Malvin tersenyum getir, menatap Elena. " Kamu tidak perlu meminta maaf, aku hanya tidak suka memikirkan masa kecil ".
" Aku minta maaf kalo karena pertanyaan ku, kamu malah kepikiran tentang kenangan buruk di masa lal—".
" Orang tua ku meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, padahal saat itu aku juga berada di dalam satu mobil yang sama dengan mereka tapi hanya aku yang selamat dari kecelakaan itu. Aku tidak pernah mau membicarakan hal itu, setelah kecelakaan itu aku dan kakek memutuskan untuk pindah dari kota ini karena aku yang tidak bisa menyembuhkan trauma dari kecelakaan itu...". Kata Malvin menjelaskan dengan suara rendah nya. " Aku tidak memiliki kenangan masa kecil yang baik ".
" Itu gak bener, kamu masih punya kenangan indah sebelum orang tua mu meninggal dan juga masih punya kenangan yang indah bersama kakek. Jangan biarkan kejadian buruk itu menutupi kenangan indah yang paling berarti ". Kata Elena.
Malvin menganggukkan kepala nya. " Kamu benar". Pria itu mendongak menatap Elena. " Sekarang giliran ku, apa saja impian mu yang ingin kamu wujudkan?".
Mata Elena berbinar mendengar Malvin menayangkan hal itu pada nya. " Aku selalu pengen mewujudkan impian mending ibu, ibu pengen aku bisa ngerawat pusat perbelanjaan milik nya dan aku sedang mengusahakan hal itu".
Elena pun menjelaskan tentang semua impian nya yang lain, juga menceritakan tempat - tempat yang sangat ingin ia kunjungi. Namun satu impian yang membuat Malvin terdiam dan mendengarkan nya dengan baik.
Elena memiliki keinginan mempunyai pernikahan yang indah bersama dengan pasangan yang mencintai nya dan yang selalu memperlakukan diri nya layak nya seorang ratu.
" Aku tau kalo nasib ku berakhir di perjodohan, jadi pernikahan impian ku gak akan pernah terwujud, tapi seorang gadis seperti aku boleh kan bermimpi ? ". Kata Elena lalu tertawa kecil.
Malvin menatap nya dan memikirkan perkataan Elena. ' pernikahan impian? Anggap saja itu sudah beres '. Kata Malvin dalam benak nya.
***
Sementara itu di Brentwood city. Di sebuah mansion yang terlihat megah dua orang ayah dan anak sedang mendiskusikan sesuatu di sebuah ruang kerja.
Erick Hamilton dan putra nya— Justine tengah merencanakan sesuatu.
" Daddy dengar, Andrian telah menemukan pasangan untuk Malvin. Apa dia ingin segera memiliki pewaris untuk berjaga - jaga jika mungkin Malvin akan cepat mati? ". Ejek Erick sembari mengusap dagu nya.
" Kita harus segera melakukan sesuatu, Daddy. Tepat setelah kita berhasil membuat Malvin lumpuh, pak tua itu justru membuat rencana untuk segera memiliki ahli waris lagi, kita harus segera menyingkirkan nya ". Usul Justine dengan rahang nya yang mengeras.
Entah itu ayah maupun anak, ke dua nya saling mendambakan perusahaan Narendra dan akan melakukan berbagai macam cara, apa saja untuk memastikan mereka bisa mendapatkan perusahaan itu untuk diri mereka sendiri.
Erick menoleh menatap putra nya. " Mari kita pastikan pernikahan itu tidak akan terjadi, dengan begitu mereka tidak akan memiliki ahli waris dari keturunan Malvin".