Ketika cinta hanya sebatas saling menguntungkan, apa masih bisa di sebut sebuah cinta?
Yulita, terpaksa menerima pernikahan dimana dia menjadi wanita kedua bagi suaminya, pernikahan yang hanya berlangsung hingga dia bisa memberikan keturunan untuk pasangan Chirs dan Corline.
Ingin menolak, tapi dia seolah di jual oleh Ayahnya sendiri. Ketika dengan suka rela sang Ayah menyerahkannya pada seorang pria beristri untuk menjadi wanita kedua.
Pernikahan tidak akan berjalan begitu sulit, jika saja Yulita tidak menyimpan harapan terlalu besar pada suaminya. Dia yang berharap bisa mendapatkan sedikit saja rasa peduli dan cinta dari suaminya.
Namun, pada akhirnya semuanya hanya angan semu yang tak akan pernah bisa terwujud. Selamanya dia hanya wanita kedua.
"Aku rela mengandung dan melahirkan anakmu, tapi apa tidak bisa sedikit saja kau peduli padaku?" -Yulita-
"Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu!" -Chris-
Dan ternyata, mencintai tetap menjadi luka bagi Yulita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Mama
Masih berada di ruang tamu, Yulita masih begitu canggung melihat Mama mertuanya ... bolehkah dia memanggilnya seperti itu? Sementara dia hanya seorang istri kontrak yang tidak ada artinya.
"Jadi, bagaimana?" tanya Mama dengan memegang kedua tangan Yulita. Menatapnya penuh kelembutan seorang Ibu. "Kamu siap menikah dengan Chris dan mau mengandung 'kan?"
Yulita tersenyum miris, ternyata tetap saja yang keluarga ini harapkan adalah anak darinya. Bukan sepenuhnya keberadaan Yulita, tapi apa Yulita bagi mereka. Yang jelas, Yulita yang masih berguna bagi mereka untuk bisa mengandung dan melahirkan keturunan untuk keluarga terpandang ini. Tidak ada arti apapun lagi bagi Yulita selain alat untuk mendapatkan keturunan.
"Ya, aku dinikahi untuk itu"
"Yulita, tidak peduli apapun yang kamu pikirkan. Tapi yang jelas, kamu adalah harapan keluarga kami. Jika Chris bersikap tidak baik padamu, maka ceritakan pada Mama"
Benarkah ini? Apa Mama berbeda? Apa dia ingin sedikit saja membela Yulita saat ini? Apa boleh Yulita mempunyai sedikit harapan untuk keluarga ini.
"Em, Nyonya menerima-"
"Jangan panggil Nyonya, panggil Mama! Kamu juga menantuku. Dan aku menerima kamu sebagai menantu"
Matanya mengerjap pelan, Yulita cukup terkejut mendengar ucapan Mama saat ini. Dia menerimanya sebagai menantu? Benarkah itu?
"Dengarkan Mama, jika Chris memang tidak bisa menerimamu sebagai layaknya seorang istri, tidak papa. Karena Mama tetap menganggap kamu sebagai menantu. Suatu saat dia akan tahu siapa yang tulus"
Yulita tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ada rasa membuncah di hatnya, merasakan dia melihat lagi sosok seorang Ibu yang mencoba melindunginya, setelah sosok itu hilang entah kemana sekarang. Yulita tidak pernah mencoba mencari keberadaannya, karena dia hanya tidak mau mengganggu kehidupan Ibunya yang mungkin sudah bahagia sekarang, sejak terlepas dari Ayah yang kasar dan hanya menyakitinya.
"Terima kasih Ma-Mama"
*
Setelah pertemuan itu, Yulita merasa lebih baik. Ternyata masih ada yang mau menerimanya selain hanya seorang yang akan melahirkan keturunan di keluarga ini. Setidaknya Yulita tetap dianggap sebagai perempuan biasa yang menjadi seorang menantu. Meski, pernikahan yang terjadi juga tidak diinginkan.
Benar, malam ini Chris dan Corline tidak pulang ke rumah. Mereka yang menginap di Hotel. Yulita tersenyum miris membayangkan apa yang akan mereka lakukan di dalam Hotel semalam.
"Sial, kenapa harus memikirkan itu. Dan kenapa kamu sedih, Yulita. Ayolah"
Dia merutuki pikirannya sendiri, kepalanya yang bersandar pada pinggir bak mandi, tangannya memainkan busa yang merendam tubuhnya.
"Semakin hari, aku semakin tidak bisa menahan diri"
Hembusan nafas lelah terdengar, dia yang selalu merasa tidak suka ketika melihat Chris memperlakukan Corline dengan begitu baik. Apalah dia yang hanya seorang wanita kedua, yang hanya bisa merasa iri dengan sikap suaminya itu.
"Ingat Yuli, kau hanya wanita kedua"
Yulita selesai mandi dan bersiap, dia keluar dari kamar dan tidak sengaja berpapasan dengan pelayan yang selalu memanggilnya untuk makan.
"Selamat pagi, Nona" ucapnya dengan menganggukan kepala.
"Iya pagi, eh aku belum tahun nama kamu. Siapa namamu?"
"Weny, Nona"
"Ah Weny ya, yaudah aku berangkat dulu ya. Udah terlambat"
"Tidak sarapan dulu?"
Yulita mengibaskan tangannya pada Weny. "Tidak akan sempat, aku pergi ya"
Weny hanya menatap kepergian Yulita dengan tatapan yang prihatin. "Kasihan sekali, padahal dia adalah perempuan baik. Dan harus terjebak dengan dunia pernikahan seperti ini"
*
Tubuh yang lelah, pikiran yang kacau, Yulita kembali ke rumah setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang tiada usai. Hanya seorang karyawan biasa yang terkadang akan banyak diperbudak oleh para atasan.
"En Nona"
Yulita menoleh saat dia baru saja turun dari mobil, itu adalah Jon. Yulita tersenyum padanya. "Hai Jon, kamu sedang apa?"
"Habis menggunting rumput"
"Ah, begitu ya"
Yulita ingin melangkah tapi penglihatannya yang tiba-tiba terasa kabur dan kepalanya yang pusing. Tubuhnya hampir limbung, dan beruntung Jon menahannya agar tidak terjatuh ke atas tanah.
"Nona kenapa?"
Yulita mencoba membuka matanya, masih terasa pusing. Dia menggeleng pelan. "Tidak papa Jon, aku hanya kebanyakan bekerja jadi sedikit pusing"
"Ternyata begini sikap kalian saat tidak ada aku?!"
Suara bariton itu, membuat Yulita dan Jon begitu terkejut. Mereka langsung menjauh satu sama lain, Yulita memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Sama sekali tidak ada yang menyadari kehadiran Chris disana.
"Tuan, semuanya tidak seperti yang anda lihat. Kami tidak-"
"Diam kau! Aku tidak butuh penjelasan apapun!" Chris menarik tangan Yulita untuk masuk ke dalam rumah.
"Lepas Tuan, kamu ini apaan sih? Aku dan Jon tidak ada apa-apa" teriak Yulita yang berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman tangan Chris.
Chris menarik kasar tangan Yulita dan menghempaskan tubuhnya di ke atas sofa. Yulita begitu terkejut, dia menatap mata biru itu yang terlihat dingin.
Chris mencengkram rahang Yulita dengan keras, menatapnya dengan begitu dingin tajam. Seolah dia siap menusuk mata Yulita yang juga menatapnya penuh ketakutan.
"Berani sekali kau berpelukan dengan pria itu!"
"Aku tidak sengaja, dia hanya membantuku yang hampir jatuh"
"Kau pikir aku akan percaya?"
Yulita menghela nafas, sepertinya percuma saja menjelaskan pada suaminya. Karena jelas Chris tidak akan pernah percaya padanya.
"Ternyata kau begitu murah ya, bahkan dipeluk pria seperti dia saja mau. Pantas Papa memilihmu untuk menikah denganku hanya untuk mempunyai seorang anak. Karena kamu mudah untuk di dapatkan"
Chris melepaskan cengkraman tangannya di rahang Yulita. Lalu, dia berdiri dan menatap Yulita dengan tatapan merendahkan.
Yulita menatap suaminya dengan tidak percaya, matanya sudah berkaca-kaca. Ucapan Chris begitu melukai hatinya. Tidak bisa mengatakan apapun, Yulita hanya berlalu pergi dari hadapan suaminya.
Chris menghembuskan nafas kasar, dia mengusap wajahnya dengan frustasi. Lalu duduk di sofa. "Sial, aku marah melihatnya dekat dengan pria lain. Tapi kenapa aku mengatakan itu? Dia terlihat sangat terluka"
Sial, hatinya mulai goyah. Meski tidak sepenuhnya. Tapi yang jelas, melihat tatapan Yulita yang begitu menyakitkan, membuat dia tidak bisa tahan.
Bersambung
Kudu yak Yulita manggil sayang , sementara perasaan yng ada blm terungkap kan eeeaaaa 🤭🤭
Mungkin juga perasaan mu bersambut