"Mahasiswi nakal harus dihukum!" Suara dinginnya menggelegar dan mengancam. Dia Gabriel, dosen killer yang terkenal kejam dan tidak suka digoda wanita.
Ivy, seorang primadona kampus memiliki nilai yang buruk dan nakal. Akibat kenalakannya, Mr. Gabriel ditugaskan untuk mengurus Ivy.
"Kerjakan soalnya atau aku akan menghukummu."
Karna tersiksa, Ivy mencoba membuat Mr. Gabriel menjauh berdasarkan rumor yang beredar. Tapi bukannya menjauh, Mr.Gabriel malah balik mendekatinya.
“Cium aku dong Mister~” Ivy selalu menggoda dosennya duluan agar risih.
Cup!
Bibirnya seketika dicium dalam dan membuat Ivy kewalahan. Saat pagutan dilepas, Ivy merasa bingung.
“KOK DICIUM BENERAN, MISTER?!”
“Loh kan kamu yang minta, kok di gas malah takut?”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sandera
Sikap Ivy membuat Mr. Gabriel jengkel.
Khawatir keadaannya semakin bahaya, Mr. Gabriel tiba-tiba mendekat dan menarik pengelangan tangan Ivy dengan kuat.
"Nona Ivy," panggil Mr. Gabriel dengan suara rendah. "Ganti bajumu yang pantas dan ikut kelasku dengan benar."
Ivy mengangkat alis, tidak gentar meski merasa cengkeraman pria itu di pergelangan tangannya terlalu erat.
Ivy meringis sakit, namun tetap menatap balik dosennya dengan berani.
Ivy tidak mau kalah.
"Mister sendiri yang menyuruhku ganti baju tapi sekarang malah menahan tanganku." Tegurnya tegas, matanya tajam menatap pria itu.
Cengkeraman Mr. Gabriel semakin kuat, membuat Ivy merasakan sakit di pergelangan tangannya.
"Jangan main-main denganku, Nona Ivy," ujar Mr. Gabriel dengan suara yang dingin.
"Aku tidak main-main, Mister. Lepaskan tanganku!"
Ivy mencoba menarik tangannya, tapi Mr. Gabriel justru semakin mendekat, mendesaknya hingga ke dinding. Matanya menatap Ivy lekat, penuh amarah dan rasa frustrasi.
"Nona Ivy," gumamnya perlahan namun penuh tekanan.
"Kalau kamu tidak mau mendengarkan, aku tidak akan melepaskanmu." Mr. Gabriel memperkuat cengkramannya.
"Aw! Sakit Mister, lepas!"
Sakit mulai menyebar di pergelangan tangannya, membuat Ivy hampir kehabisan akal. Namun otaknya berputar cepat.
Ivy menatap wajah Mr. Gabriel yang merah padam, memperhatikan gerak-geriknya yang mulai tidak tenang.
Sebuah ide nekat terlintas lagi di benaknya.
Dengan gerakan cepat, Ivy menarik tangannya sehingga Mr. Gabriel sedikit condong ke arahnya.
Lalu, sebelum pria itu sempat bereaksi, Ivy mengecup pipinya dengan singkat.
CUP!
Kecupan itu menghentikan semuanya.
Mr. Gabriel melepas cengkeramannya dengan wajah terkejut.
Tangannya perlahan menyentuh pipi yang baru saja dikecup oleh Ivy.
Untuk pertama kalinya, pria yang selalu tampak dingin itu kehilangan kendali, matanya membulat, dan wajahnya semakin memerah.
Ivy memanfaatkan momen itu untuk menjulurkan lidah, mengejeknya dengan senyum penuh kemenangan.
"Ternyata Mr. Gabriel lemah," ejeknya sambil berusaha melangkah pergi.
Namun langkahnya terhenti ketika tangan Mr. Gabriel kembali menariknya, kali ini dengan lebih hati-hati, tetapi tetap penuh kekuatan.
Mr. Gabriel mendorong Ivy ke dinding, membuat gadis itu terjebak di antara tembok dingin dan tubuh tinggi dosennya.
"Nona Ivy," gumamnya, suaranya serak dan dalam, "Jangan terlalu berlebihan padaku, aku tidak menyukainya." Tegasnya lagi.
Ivy jusru tersenyum mendengarnya, ini memang rencananya agar Mr. Gabriel menyerah.
Ivy menatap dosennya, senyumnya tak pudar meskipun jantungnya berdebar keras.
"Kenapa, Mr. Gabriel? Wajahmu merah, loh. Lagi gugup, ya?" Godanya, mencoba menyembunyikan ketegangannya di balik tawa kecil.
Mr. Gabriel menatap Ivy dengan tajam, namun kegugupannya jelas terlihat. Ia menggeram pelan, menggenggam tangan Ivy yang masih di dekat dadanya.
"Jangan menguji emosiku. Kalau kamu berani melakukan hal seperti itu lagi-"
Ivy memotongnya dengan senyum jahil. "Mau aku cium lagi, Pak?"
Kata-kata itu membuat Mr. Gabriel membeku, wajahnya semakin merah. Ia tidak pernah menghadapi gadis seberani ini sebelumnya.
Namun di balik amarah dan rasa malu yang menggelitik, ada debaran di dadanya yang tak bisa ia kendalikan.
...****************...
Ruang priadi Mr. Gabriel yang sepi mendadak terasa semakin sempit ketika aroma lembut parfum Ivy tercium oleh Mr. Gabriel.
Wewangian itu menyebar pelan, membuat fokusnya goyah.
Ucapan Ivy sebelumnya terus terngiang di benaknya, menciptakan gelombang emosi yang sulit ia kendalikan.
Mr. Gabriel berusaha mempertahankan ketegasan, tapi matanya tanpa sadar menuruni wajah Ivy, berhenti di bibir gadis itu yang berwarna pink alami.
Ingatannya terlempar kembali ke ciuman pertama yang Ivy berikan kemarin—sesuatu yang seharusnya ia lupakan, tapi justru terus menghantui pikirannya.
Mr. Gabriel menelan ludah dengan susah payah, matanya masih terpaku.
Ivy, yang memperhatikan perubahan sikap dosennya, tersenyum kecil, penuh kemenangan.
Ivy tau, ia sedang bermain dengan api, tapi ia tidak peduli.
Dengan gerakan tiba-tiba, tangannya yang kecil menarik dasi Mr. Gabriel, mendekatkan wajah mereka hingga hanya beberapa inci saja yang memisahkan.
"Bilang dong, kalau Mr. Gabriel menginginkannya," bisiknya penuh godaan, senyumnya semakin melebar.
Mr. Gabriel hanya bisa memandangnya, terdiam dalam kebekuan yang entah kenapa membuat tubuhnya terasa panas.
Sebelum ia sempat memproses apa yang terjadi, Ivy bergerak lagi. Cîumán itu terjadi lagi bahkan lebih lama dari sebelumnya.
Momen itu berlalu secepat kilat. Ivy melepaskan dasi pria itu dengan cekatan dan melangkah mundur, senyumnya kembali terukir penuh kepuasan.
"Bye~" Ucap Ivy riang seraya memakai tas di bahu, dan berbalik melangkah keluar.
Ivy meninggalkan Mr. Gabriel yang masih terjebak dalam kebisuannya.
Suara pintu tertutup membangunkan Mr. Gabriel dari keterkejutannya. Ia menggeram pelan, merasa dadanya sesak oleh panas yang tak bisa ia jelaskan.
Tangannya bergerak ke dasi yang masih melonggar, menariknya dengan gerakan frustrasi.
"Haa sial..." gumamnya seraya melepas kacamata yang sudah terasa tak nyaman.
Mr. Gabriel mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba mengusir sensasi terbakar yang terus merayapi tubuhnya.
Namun, sesuatu yang lain menarik perhatiannya. Ketika ia menunduk dan melihat ke bawah, wajahnya semakin memerah.
"Astaga... tidak sekarang," gerutunya pelan, menyadari apa yang terjadi pada dirinya.
Sesuatu telah bangkit.
Debaran jantungnya tidak kunjung mereda, dan wajah Ivy dengan senyuman jahil itu terus membayangi pikirannya.
Mr. Gabriel tau gadis itu sengaja bermain-main dengannya, tapi efeknya terlalu kuat.
Dengan nafas berat, Mr. Gabriel bersandar ke kursi, berusaha menenangkan diri.
Beberapa saat..
Mr. Gabriel melirik arlojinya. Kelasnya sudah selesai, dan pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian tadi.
“Aku di sini bersamanya sampai kelas selesai,” gumamnya pelan. Lalu di sisi lain, ia melihat sesuatu di atas lantai.
"Apa itu..? Bentuknya seperti anjing laut."
Sementara itu, di tempat lain, Ivy mencuci mulutnya dengan ekspresi kesal.
“Hah! Emang dia aja yang nggak suka? Aku juga nggak suka sama dia,” gumamnya ketus, mengingat hal iseng yang ia lakukan tadi.
Ingin segera kabur, mendadak langkahnya terhenti ketika ia melihat seseorang dari kejauhan.
Senyumnya langsung menghilang, dan ia berusaha menghindar dengan gesit.
“Aduh, kok dia ada di sini juga?” Gumam Ivy, gelisah. Ia segera bersembunyi di balik tembok, mengintip sebentar untuk memastikan bahwa orang itu sudah pergi.
Dia adalah mantan Ivy yang juga populer. Saat ini Ivy sedang tidak ingin berurusan dengannya.
Namun saat Ivy berbalik, wajah yang tak kalah mengejutkan muncul di hadapannya.
“Hwa!"
'Loh.. Mr. Gabriel nyamper aku kesini? Duh gagal kabur deh' Seru Ivy dalam hati, kesal saat melihat Mr. Gabriel berdiri santai di depannya.
“Ini milikmu?” Tanyanya, menunjukkan gantungan kunci berbentuk boneka anjing laut kecil.
Ivy melirik tasnya sesaat, "Kok bisa lepas sih...” Gumamnya pelan, merasa sebal tapi tak bisa mengabaikan gantungan kunci kesayangannya.
Namun, perhatian Mr. Gabriel segera beralih ke pergelangan tangan Ivy yang memerah.
Tanpa banyak bicara, Mr. Gabriel menatap Ivy dengan pandangan serius. “Nona Ivy, ikuti aku.”
“Apalagi, Mister? Jam kelasnya kan sudah selesai,” jawab Ivy, mencoba menghindar.
Mr. Gabriel hanya mengangkat gantungan kunci itu dengan santai. “Ikut dulu. Baru ini aku kasih.”
Ivy mendengus pelan, merasa kesal tapi tak punya pilihan.
'Dasar nyebelin banget' Gerutunya dalam hati sambil mengikuti langkah dosennya.
'Jangan-jangan aku disuruh belajar lagi?! Aduh, nggak mau banget! Pokoknya harus cari cara buat kabur lagi..' Batin Ivy.
Setelah beberapa saat, mereka sampai di sebuah tempat duduk kosong dekat ruangan pribadinya.
Mr. Gabriel masuk ke dalam sesaat lalu ia keluar lagi sambil membawa kotak P3K dari tasnya dan mulai mengobati tangan Ivy tanpa berkata-kata.
Ivy hanya bisa terdiam, merasa geli sekaligus canggung dengan perhatian mendadak ini.
'Kok dia jadi perhatian kaya gini sih?' Pikirnya sambil melirik gantungan kunci yang diletakkan di samping kotak P3K.
“Maaf, tadi aku keterlaluan,” kata Mr. Gabriel singkat sambil menempelkan perban pada tangan Ivy.
Ivy mengerjapkan mata, terkejut dengan nada tulusnya. “Eh... iya, tidak apa-apa,” jawabnya gugup, lebih karena tidak tau harus merespons apa.
Ketika selesai, Mr. Gabriel menatap Ivy dengan serius. “Jangan seperti ini lagi, Ivy. Kalau kamu menurut, semuanya akan lebih mudah.”
Ivy tidak merespon, ia justru banyak mengumpat di dalam hatinya setelah mendengarkan itu.
Setelah berkata demikian, Mr. Gabriel menutup kotak P3K dengan tenang dan bangkit berdiri.
Mr. Gabriel masuk lagi ke ruang pribadinya untuk menaruh kotak tersebut.
Setelah Mr. Gabriel selesai dan kembali, Ivy sudah tidak ada di tempat.
Gantungan kunci yang ia jadikan sandera pun menghilang dan pasti sudah dibawa Ivy kabur.
Mr. Gabriel menghela nafas panjang, memijat pelipisnya dengan frustrasi.
“Anak ini... benar-benar tidak bisa diperlakukan baik,” gumamnya, setengah kesal, setengah tak habis pikir dengan kelakuan mahasiswinya itu.
ikut nyimak novelmu thor..