Hana dan Kinan dinyatakan meninggal dalam kebakaran rumah yang dasyat. Daud sebagai suami terpaksa menerima kenyataan tersebut setelah jenazah keduanya ditemukan kosong di dapur rumah mereka. Lalu bagiaman dengan aset yang ditinggalkan Hana yang diwariskan dari almarhum orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YNFitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Informan
Paramitha menghela nafas berkali-kali. Sejak semalam pikirannya gelisah. Tepatnya sejak seseorang mengirimkan kumpulan video dan foto yang dia kira tak pernah ada. Aib yang dia kira sudah terkubur dalam sejak kepergiannya ke Jakarta 24 tahun silam. Dia kira dia bisa bernafas lega dan merasa aman. Tapi rasa takut itu kembali melanda. Persis seperti yang dia rasakan di dua tahun pertama kedatangannya ke Jakarta. Paramitha mencoba menghubungi si pengirim pesan. Tapi tidak digubris. Dan pagi ini sebuah pesan singkat tanpa tekanan dan ancaman masuk ke ponselnya.
" Dukung Hanif menduduki posisi di perusahaan"
Tidak ada ancaman apapun. Tapi Paramitha tahu, ketenangan dan hidupnya dipertaruhkan beberapa jam ke depan.
Dipejamkannya matanya, mencoba mengusir rasa gelisah dan takut yang kembali mendatanginya setelah sekian lama. Dia harus bersikap tenang, jangan sampai salah langkah.
***
Danang melemparkan tas kerjanya ke atas sofa di ruangannya. Hesti sekretarisnya yang berada di pintu masuk kaget dan memilih berhenti. Mengurungkan niatnya masuk untuk melaporkan kegiatan yang harus dilakukan bosnya seharian ini.
Danang lalu duduk di kursi kebesarannya dan melonggarkan dasi yang digunakannya. Rasanya sungguh mencekik. Mungkin karena peristiwa di mobil selama perjalanan tadi yang membuatnya merasa sesak.
"Brengsek" makinya entah pada siapa. Danang tak habis pikir bagaimana ada yang bisa tahu rahasianya. Selama beberapa tahun dia merasa aman melakukan kegiatannya. Dia kira hanya Anan yang tahu rahasianya. Dan bukankah dia sudah disingkirkan. Bahkan keberadannya pun sudah lama tidak diketahui. Keluarganya bahkan sudah pasrah dan menganggapnya mati hanyut di bawa arus sungai Citarum.
Mendukung si Hanif sialan itu tentu saja tidak masalah baginya. Yang jadi masalah adalah kalau sampai dia yang harus terdepak untuk menggantikannya. Dia tak punya waktu untuk berpikir dan mengatur strategi, karena 2 jam ke depan semuanya harus sudah diputuskan. Kenapa mereka baru menemuiku sekarang. Kenapa tidak kemarin.
Hal lain yang menakutkan adalah bagaimana bisa orang suruhan si Hanif menggantikan sopirnya tanpa dia tahu dan sampai sekarang belum bisa dihubungi. Kemana dia. Gara-gara sopir sialan itu dia harus berhadapan dengan bajingan-bajingan yang memerintahnya seolah mereka adalah bosnya.
*Arrhghhhhhh......"
teriakan keras bernada putus asa itu membuat Hesti merinding. Demi keamanan dirinya sendiri, Hesti memilih untuk tetap duduk di mejanya sampai kemarahan bosnya mereda . Namun baru berpikir seperti itu suara pintu dibuka dan dibanting membuatnya kaget.
"Hubungi si Toto, suruh ketemu saya" perintahnya tanpa basa-basi lalu kembali ke ruangan.
"Baik Pak" jawab Hesti pada dentuman yang ditinggalkan bosnya
+***
RUPS sudah digelar, lanjut dengan penunjukan dewan direksi dan komisaris. Hanif akhirnya ditunjuk sebagai direktur utama, mendapat suara lebih dari 50% pemegang saham. Tentu saja ini membuat keluarga Bardi murka dan tidak terima. Meski belum pengukuhan secara resmi, bisa dipastikan kekuasaan dan nama keluarga Bardi tak ada lagi taringnya.
Seluruh keluarga besar Bardi langsung berkumpul malam itu di kediaman Saleh Bardi, yang sejak tragedi kebakaran kembali menetap di Jakarta
"Aku tidak habis pikir bagaimana orang-orang itu menunjuk dan menyetujui orang luar sebagai direktur. Ini bukan sekedar perlawanan, ini penghinaan, kita harus memberi mereka pelajaran. Bagiamana kalian bisa kecolongan" Suara Halima melengking membuat seisi ruangan terdiam.
Tak ada yang mengira Hanif yang meskipun menolak melepas sahamnya, ternyata lebih ambisius dan berbahaya dari yang mereka kira. Bahkan pergerakannya sama sekali tidak terbaca dan terduga.
"Sekarang kita harus cari solusi. Bagaimana supaya kita bisa mendepaknya. Jika perlu bahkan jangan sampai naik. Cari upaya untuk menggagalkan pengukuhannya" Bentak Halima.
Semua anak dan keponakannya hanya diam, sementara Saleh Bardi sang suami menghela nafas. Tak satupun langkah antisipasinya memprediksi kejadian ini.
"lebih baik kalian pulang, istirahat. Lalu kembali dengan sesuatu yang berguna" Ucap Saleh Bardi tegas sebelum beranjak ke ruang kerjanya.
Semua anggota keluarganya hanya diam dan tak lama masing-masing pergi tanpa saling bicara. Hanya tersisa Halima dan anaknya Dina.
" Harusnya kita singkirkan dia sejak awal. Bikin susah saja" Rutuk Dina kesal. Halima mendelik ke arahnya
"Jaga mulutmu, banyak dinding bicara"
Dan setelah memperingati putrinya Halima masuk menyusul suaminya ke ruang kerja.
****
"Akhirnya, kita bisa masuk ke lingkaran dalam" ujar Darwin sambil menyeruput kopi hitamnya di hadapan Hanif dan Firzan
" Mulai besok kamu ikut aku Fir, jadi asistenku. Aku yakin mereka tidak akan tinggal diam"
"Siap bos" jawab Firzan merespon ucapan Hanif.
"Sebaiknya kita tambah satu lagi, driver yang bisa berperan sebagai bodyguard" kata Darwin. "Ingat apa yang dikatakan Hana. Dunia bisnis banyak sisi gelapnya. Kita harus selalu waspada" Darwin mengingatkan
" Ada usul siapa?" tanya Hanif minta pendapat.
" Bagaimana kalau Domo bos" Usul Firzan
Darwin menggelengkan kepala, kurang yakin.
"Dia sudah keluar?" tanya Hanif memastikan
"sudah bang, cuma dua bulan saja di dalam karena laporannya ditarik. Sejak keluar dia pulang ke tempat mbahnya di Magetan. Menyepi dulu katanya" jelas Firzan.
"Kalau begitu kamu coba hubungi dia dan minta kesini"
" Siap bos" jawab Firzan
"Anak itu mudah tersulut emosi meski dapat diandalkan. Kalau dia terima tawaran ini pastikan dia bisa jaga emosi" Darwin mengingatkan.
Domo adalah teman mereka di pondok. Anak yatim piatu penerima beasiswa. Hanya memiliki si mbah sebagai pengganti orang tua serta seorang kakak perempuan yang terpaut jauh usianya dan sudah menikah serta tinggal jauh di Kalimantan. Jarang ditengok. Anak pendiam dan rajin tapi sumbu pendek. Sangat mudah membuatnya tersulut amarah semudah dia membantu siapapun yang butuh pertolongan.
"Fir, jangan lupa tambahkan cctv di beberapa titik serta perketat keamanan, aku yakin Mereka tidak akan tinggal diam. Kantor pasti akan diintai juga. Pastikan anak-anak aman, terutama anak perempuan yang tinggal jauh. Jika tidak mau tinggal di atas minta cari kos dekat kantor" ujar Hanif tidak mau memberi sedikitpun celah lawannya menggunakan orang-orang di sekitarnya termasuk karyawannya.
" Kurasa besok minta mereka kumpul dan tawarkan untuk tinggal di atas, kalau libur mereka bisa pulang layaknya anak kos. Jauh lebih mudah mengontrolnya"
Kali ini Darwin sepakat dengan usulan Hanif. Meskipun karyawan dan kantor mereka tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan Bardi, tapi kalau mereka tahu usaha ini milik Hanif, pasti mereka akan menyelidikinya. Dan sudah dipastikan mereka juga akan mencari tahu siapa saja karyawannya. Bukan hal mustahil akan ada yang mengorek informasi untuk tujuan jahat. Darwin mempercayai semua karyawan yang kebanyakan temen dan adek kelas mereka di pondok dulu, tapi manusia licik pasti mampu mengorek informasi dengan halus tanpa disasari targetnya Mereka harus meningkatkan kewaspadaan.
***
Empat hari menjelang pengukuhan dewan direksi dan komisaris baru. Tak ada gejolak berarti. Tapi itu hanya di permukaan. Selain Yahya dan Bachri, seluruh pemegang saham, dewan direksi dan komisaris lama terutama anggota keluarga Bardi, mereka sibuk mencari hal yang bisa membatalkan pengukuhan dan pengesahan Hanif. Beberapa diantara mereka bahkan menyewa profesional untuk menggali informasi. Hasilnya nihil
Sementara beberapa orang lain juga berusaha menghilangkan semua hal yang berhubungan dengan rahasia kelam mereka. Hanif mungkin memiliki bukti yang bisa menghancurkan, tapi kalau tidak ada saksi maka bisa menggunakan narasi pemalsuan karena tak ada yang bisa dikonfirmasi. Sayangnya mereka tak mampu melakukannya dengan benar. Sekali lagi, Hanif selangkah lebih maju.
***
3 hari menjelang pengukuhan dewan direksi dan komisaris Bardi Hara holding.
Mela duduk di cafe favoritnya sambil bekerja dengan laptopnya. Sesekali dia beralih ke tablet dan membuat catatan kecil di note nya. Minuman yang dipesannya masih tersisa setengah. Cake pun baru sedikit dia makan. 30 menit lagi pekerjaannya harus segera di serahkan.
"Hai!. berapa lama kira-kira aku harus menunggu untuk bicara denganmu" Sebuah suara yang mengikuti visual cantik seorang perempuan yang tiba-tiba duduk di mejanya. Mela melihatnya kemudian mengedarkan pandangan untuk memastikan.
"aku bicara sama kamu kok" jawab perempuan tadi santai sambil tersenyum.
"Maaf saya tidak kenal anda, dan saya sedang sibuk" jawab Mela tegas tak mau diganggu orang tak dikenal.
" Belum kenal, Mela, nama saya Lina. Oke saya tunggu kamu selesai di meja sebelah" jawabnya ringan dan pindah ke meja tak jauh dari tempat Mela duduk sebelum memanggil waiters dan memesan menu.
Mela menatapnya selama beberapa saat sebelum kembali fokus dengan pekerjaannya. Meskipun terlihat tenang namun Mela sangat gusar. Perempuan ini tidak ingat pernah dia temui, tapi dia bahkan tahu namanya. Lebih mengejutkan dia bisa datang ke tempat dirinya biasa bekerja jika tidak ke kantor dan sumpek di rumah. "Ah lebih baik pura-pura tenang saja biar aku bereskan dulu pekerjaan baru aku cari tahu dia siapa" batin Mela dan kembali fokus bekerja.
Satu jam berlalu, Mela tampak tenang dan serius bekerja. Masih memperlihatkan kesibukan yang sama sejak tadi, Mela sebetulnya sudah beres mengerjakan tugasnya sejak 30 menit yang lalu. Sisanya dia berusaha mencari tahu siapa wanita yang duduk tak jauh darinya dan masih dengan setia menunggu. Melalui ujung matanya Mela tahu perempuan itu memperhatikan dirinya meski terlihat sibuk dengan ponselnya.
Mela? Oh tak mungkin dia tidak melakukan hal yang sama. Beruntung tepat di dinding yang bersebrangan dengan meja tempat mereka duduk ada cermin. Dengan sedikit trick dan kehati-hatian Mela berhasil menangkap gambar muka perempuan yang terpantul di cermin. Foto perempuan itu muncul di laman pencarian yang bersumber dari salah satu media sosial. Dia ada berfoto bersama keluarga Bardi. Dan dalam sekejap Mela berhasil mendapatkan informasi siapa perempuan tersebut beserta sedikit informasi tambahan lainnya.
15 menit sejak dirinya sudah memiliki informasi dasar yang dirasa cukup, Mela menutup laptop dan tabletnya. Lalu mengambil ponsel dan membuka media sosial sambil berniat menikmati snack dan minuman yang masih tersisa banyak. Seperti dugaannya, perempuan itu akhirnya datang kembali ke mejanya. Duduk di kursi di hadapannya
tanpa perlu merasa meminta izin.
"Lama juga kamu membuatku menunggu" ucapnya sambil melipat kedua tangannya di dada dan bersandar pada kursi yang didudukinya. Intimidatif
"Terkadang bisa sampai malam saya disini untuk bekerja" jawab Mela santai. Biar lawan bicaranya tahu tidak semua orang dapat duit dengan mudah.
"I know. Pasti lebih tenang kerja disini daripada di rumah yang selalu didatangi pemabuk dan penagih utang" Jawab Lina seolah mengejek. Mela pura-pura kaget, karena sejujurnya dia tahu lawan bicaranya pasti sudah mencari tahu tentang dirinya. Lebih baik bermain aman.
"Ya begitulah, kurasa semua orang di sekitarku sudah paham"
" kau pasti kesulitan apalagi ibumu juga sakit dan butuh biaya banyak. Sementara kamu hanya dimanfaatkan Roby sebagai pegawai tidak tetap. Kejam sekali dia. Licik" ucap Lina memprovokasi.
"He's a lawyer. Bisa apa?" Pancing Mela.
Lina tersenyum, dalam hati dia berteriak "yes pancinganku berhasil"
"langsung saja, aku bisa memberimu uang yang kamu butuhkan, asal kamu mau membantuku"
Mela tetap diam dan menatap wajah Lina berusaha tidak menunjukkan reaksi apapun. Untuk hal ini dia sendiri penasaran apa yang diinginkan perempuan kaya raya dari dirinya.
" Dalam waktu dua hari beritahu aku informasi detil mengenai warisan yang diperolah Hanif Azhar dari adik sepupunya yang kebetulan istri sepupuku Daud. Dia tidak menerima aset tanah atau bangunan sebagai warisan, tapi aku tahu belum lama ini mendapatkan aset tanah yang sangat luas. Itu yang baru kutahu, mungkin ada yang lainnya. Roby pasti menyimpan semua dokumen termasuk catatan jual beli aset dan pengalihan kepemilikan warisan." Terus terang sekali Lina mengatakan tujuannya tanpa merasa harus berpura-pura.
" Kenapa harus saya?" Tanya Mela setelah terdiam cukup lama.
"Karena tahu kamu yang sering menggantikan dan membantu asisten Roby, sekalipun cuma anak magang "
"Apa untungnya buat saya" Tanya Mela lagi
"Sejumlah uang untuk melunasi hutang-hutang keluargamu dan menebus rumahmu, oh..bahkan bisa untuk biaya ibumu berobat. Cash. Begitu apa yang kuminta kamu kasih"
Mela tampak berfikir cukup lama, bahkan sampai menghabiskan minumannya dan Lina seperti tidak keberatan malah dengan senang hati memesankan minuman baru. Mela memperhatikannya. Berbagai skenario dalam kepalanya bermain. Setelah yakin, barulah dia menjawab.
" oke, aku bersedia menjadi membantu anda, dan siapkan 500 juta cash saat saya hubungi anda dengan data yang anda minta" Ujarnya lugas dan tegas.
"Deal" ucap Lina sumringah. " Tapi ingat waktumu cuma dua hari. Dan..." Ucapnya penuh tekanan "ini antara kita berdua saja" Seringai jahatnya keluar yang kemudian tertutupi oleh senyum palsunya.
****
Jam 8 malam Mela sudah berada di kamarnya. Ibu dan adiknya sedang menonton tv, sementara Ayahnya seperti biasa, mungkin sedang mabuk atau judi entah dimana.
Mela menatap layar laptop nya yang hanya berisi playlist Spotify. Pikirannya merancang berbagai langkah yang harus dilakukan setelah melakukan kesepakatan dengan salah satu keluarga Bardi. Meskipun terlihat simpel, Mela tahu ini tidaklah mudah, justru penuh resiko dan pertaruhan.
Setelah menarik nafas lewat hidung sebanyak tiga kali lalu menenangkan diri, Mela membuka ponselnya mebuka kontak orang yang akan dia hubungi dan mengirimkan pesan singkat seblum keberaniannya hilang.
" Selamat malam Pak, Saya Mela staff Pak Roby Sinaga. Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan Bapak besok. Urgent, di lokasi yang aman"
1 menit, 2 menit berlalu, Mela menahan nafas. Dan 7 menit kemudian barulah dia mendapatkan balasan pesan
" Keluarlah besok jam 9 seperti biasa, pura-puralah order taksi online, nanti ada Avanza hitam dengan stricker dora emon di pintu penumpang yang menjemputmu"
Mela bernafas lega. Meskipun sedikit takut dengan keputusannya Mela harus melakukannya. Ketika Lina Bardi menemuinya artinya dia sudah dijadikan target. Menolak pun hanya membuat hidupnya tidak sama. Jadi mau tidak mau dia harus ikut bermain. Tapi harus dia pastikan bahwa dia bisa bermain aman dan keluar dengan selamat tanpa rintangan