NovelToon NovelToon
Endless Legacy

Endless Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Elf
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rivelle

Kathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar!

Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suka menyendiri. Namun, ia tidak sadar kalau sikap antisosialnya yang justru telah menarik perhatian dan membuat gadis itu terlanjur jatuh hati padanya.

Hingga suatu hari, rentetan peristiwa menakutkan pun mulai datang ketika Kathleen tak sengaja mengetahui rahasia siapa William sebenarnya.

Terjebak dalam rantai takdir yang mengerikan, membuat mereka berdua harus siap terlibat dalam pertarungan sesungguhnya. Tidak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain mengakhiri semua mimpi buruk ini sebelum terlambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivelle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22 - Maksud tersembunyi.

“Kathleen, aku menemukan sesuatu!”

“Apa? Ada apa?” sahutku seraya buru-buru meraih ponselku kembali.

“Di jawaban terakhirmu, kau tadi mendapatkan hasil i < 3u, bukan?”

Aku menganggukkan kepala. “Yeah, lalu?”

“Sekarang dengarkan instruksiku baik-baik, coba kau hapus jarak antara tanda kurang dari dan angka tiga di situ, kemudian tinggal beri jarak saja di belakangnya,” kata Kevin menjelaskan dengan nada hati-hati. “Bagaimana? Apa kau paham?”

“Seperti ini maksudmu?” tanyaku lagi sembari kembali mengirim foto.

i < 3u \= i <3 u \= I ♡ U

“Benar, itulah teka-tekinya! Dari tadi kita hanya kurang teliti.”

Aku pun tertegun, menatap kertas itu dengan ekspresi antara percaya dan tidak. I love you?

“Kau jangan mengada-ada, Vin!”

“Aku tidak mengada-ada!”

“Tidak mungkin!”

Ia berdecak kemudian bertanya, “Siapa yang sudah memberikan soal matematika itu padamu?”

“Uhh, seseorang ....”

“Oh, ayolah. Sebutkan saja namanya. Aku juga mau tahu,” protesnya penasaran. “Ah, apa itu dari William? Atau ... si cowok playboy itu, Steve?”

“Ck! Bisakah kau tidak menyebut namanya dulu? Aku sedang tidak berselera dengan cowok itu.”

“Oke, sori. Kalau begitu biar aku tebak sendiri. Misalnya Steve, aku sih tidak yakin. Dia ‘kan selalu terang-terangan menempel padamu dan terus berkoar-koar pada semua orang kalau kau ini adalah pacarnya. Jadi, itu pasti dari William! Iya, ‘kan? Mengaku saja.”

“Hei, awas ya kalau kau nanti berani bilang-bilang dengan yang lain!”

“Wow, jadi tebakanku benar? William yang memberikannya padamu? Kapan?”

“Semalam, waktu di pesta ulang tahun Chloris. Lebih tepatnya, setelah kami selesai berdansa. Dia tahu-tahu memberikan ini dan memintaku untuk menyelesaikannya.”

“Wah! Kelihatannya rencanaku dan Arlene berhasil.”

Aku mengerutkan dahi. “Rencana apa maksudmu?”

“Eh, tidak. Maksudku, benar-benar sebuah momen yang pas! Sepertinya aku harus banyak belajar dari William bagaimana cara untuk menyatakan cinta yang unik dan romantis,” ledeknya.

Aku memutar bola mata sementara kedua pipiku tiba-tiba memerah.

“Baguslah. Sekarang kita berdua sama-sama impas, Kathleen! Kau simpan rahasiaku dan aku pun simpan rahasiamu.”

“Ya, terserah kau saja.”

Kevin tertawa. “Kayaknya dia juga malu untuk mengakui perasaannya secara langsung padamu.”

“Ha-ha, leluconmu lucu sekali, Vin!” sahutku sarkastik. Kujauhkan ponselku dari telinga saat mendengar suara tawanya yang malah semakin keras.

“Well, apakah masih ada lagi yang mau kau tanyakan padaku?”

“Tidak ada, kurasa ini sudah cukup jelas.”

“Baiklah. Kalau tidak ada, aku mau hibernasi lagi sekarang.”

“Silakan, tidurlah sepuasmu. Aku tidak ingin mengganggu beruang yang sedang hibernasi. Anyway, trim’s sudah mau membantuku.”

“Yeah, sama-sama. Jangan lupa mentraktirku makan pizza kalau kalian sudah resmi berpacaran.”

“Enak saja, beli sendiri.”

“Huh, selain galak, kau juga pelit rupanya.”

“Biar!” imbuhku yang balas meledek.

Panggilan kami pun berakhir.

Apakah aku sedang bermimpi? Atau sedang mengigau? Atau mungkin ini efek halusinasi karena kebanyakan minum wine? Aku mencubit pipiku dan terasa sakit. Ini nyata! Benar-benar nyata! William menyukaiku? Ya Tuhan, sungguh sulit dipercaya cewek biasa sepertiku bisa menaklukkan hati cowok dingin sepertinya. Mimpi apa aku semalam?

Aku menutup wajahku kemudian langsung melompat ke atas kasur dan berguling-guling dengan perasaan bahagia. Hatiku belum pernah sebahagia ini. Jadi, beginikah rasanya jatuh cinta? Oh, akhirnya aku paham mengapa orang-orang bisa bertindak bodoh saat sedang mabuk asmara. Ternyata rasanya memang seindah ini ketika cinta kita terbalaskan.

***

Aku melirik ke arah jam weker yang berada di samping ranjang tidurku. Rupanya jam sekarang sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Aku tidak bisa terjaga sampai larut karena besok sekolah akan dimulai kembali dan langsung diawali oleh kelas filsafat milik Mr. Osborne. Kelas mengerikannya itu selalu berhasil membuatku jantungan. Semoga saja namaku selamat dari jari telunjuknya yang menyusuri buku daftar nilai kuis mingguan.

Kubuka lemari bajuku untuk menyiapkan pakaian yang akan kukenakan besok. Karena suasana hatiku sedang bagus, aku pun memilih sebuah rok terusan berwarna biru navy dengan renda-renda di sekitar leher dan tangannya. Sudah lama sekali aku tidak memakai pakaian ini. Mungkin terakhir kali kupakai saat awal musim dingin tahun kemarin.

Di lantai bawah, telingaku tahu-tahu mendengar suara engsel pintu yang terbuka dari arah luar—menandakan Mom dan Dad pasti sudah pulang dari rumah nenek.

“Kathleen, cepat kau kemari!” panggil ibuku.

“Ada apa, Mom?” sahutku yang masih berada di dalam kamar.

“Sini kau lihat sendiri. Ada hadiah dari nenek untukmu.”

“Hadiah?” ulangku kemudian cepat-cepat turun dan menghampirinya di ruang keluarga.

“Ini ambillah!” Sembari melepas mantel, ia lalu memberikanku sebuah sapu tangan handmade. Sapu tangan itu terlihat begitu cantik. Jahitannya juga rapi, bermotif bunga plum dengan sentuhan inisial namaku pada tepiannya.

“Nenek membuatkan itu spesial untukmu,” kata Mom sambil tersenyum lembut menatapku.

“Wow, benarkah? Buatannya memang yang terbaik.”

“Yeah. Aku heran, seharusnya saat masih muda ia membuka butik saja daripada restoran.”

Aku terkekeh. “Tapi masakan nenek juga tidak kalah enak.”

“Kau benar.”

Tak lama, Dad datang menghampiri kami selepas memasukkan mobilnya ke dalam garasi. “Kau belum tidur?” tanyanya padaku.

Aku menggeleng.

Ia kemudian memberikan sebuah kotak pada Mom. “Tadi kau melupakan ini, Sayang!”  lanjutnya sambil nyengir lebar.

“Ah, ya. Terima kasih.”

“Apa itu, Mom?” selaku seraya ikut mengintip.

Ia pun membuka kotak yang dipegangnya. Kotak itu ternyata berisi dua puluh buah kue jahe. Setiap pulang dari sana, tidak lupa nenekku juga selalu membawakan kue jahe buatannya. Kue itu sangat lezat, apalagi kalau mencelupkannya ke dalam susu panas di saat cuaca seperti ini. Rasa hangatnya dapat melindungi tubuh dari paparan udara dingin yang menusuk tulang.

Sedikit cerita, Mom juga pernah mencoba membuat kue jahe ketika umurku dua belas tahun. Ia lupa menyetel timer pada oven, alhasil kuenya pun gosong menjadi seperti arang. Aku tak henti-hentinya tertawa melihat kue jahe buatan ibuku saat itu. Bentuknya sama persis dengan buatan nenek. Namun, bedanya punya Mom berwarna hitam.

“Jane, aku lapar. Apa kau punya makanan yang masih bisa dimakan?” Dad membuka kulkas di dapur.

“Ya, sebentar. Aku akan memanaskan makanan untukmu,” sahut Mom lantas menutup kotak kue jahe tersebut dan menyimpannya di tempat camilan. “Kathleen, kau sudah makan? Kalau belum, biar sekalian kupanaskan makanan juga buatmu.”

“Tidak usah, Mom. Tadi sore aku sudah makan kentang dan setelah ini mungkin aku akan tidur.” Kulipat sapu tangan itu lagi.

“Oh, baiklah. Kalau begitu aku pergi ke dapur dulu. Ayahmu akan merengek seperti anak kecil kalau sedang kelaparan.”

Aku menggigit rongga dalam pipiku—hendak tertawa, tapi Dad sudah terlihat merengut di ujung lorong. Sebelum ia membalas dengan menceramahiku tentang pentingnya belajar ketimbang berpesta dengan cowok, lebih baik sekarang aku segera masuk ke kamarku kembali. Namun, tetap saja. Saat aku melewatinya untuk naik tangga, ia lagi-lagi menceletuk.

“Belajar yang benar. Kau sudah besar.”

Aku menghentikan langkah, meliriknya sekilas, lalu mengibaskan rambutku ke belakang dengan gaya dramatis. “Yeah, karena aku sudah besar, setidaknya kau harus mengizinkanku berkencan dengan satu cowok. Atau dua mungkin lebih bagus.”

Ia sontak bertolak pinggang. “Wah, lihatlah, Jane! Ternyata dia sangat mirip denganmu,” ujarnya mengadu pada Mom.

“Tentu saja mirip. Dia adalah putriku.”

Dad menggerutu sementara aku langsung mengambil kesempatan untuk kabur, melesat masuk ke dalam kamar. Kurasa malam ini aku bisa bermimpi indah, menerka-nerka apa yang akan William katakan selanjutnya. Aku benar-benar sudah tidak sabar menunggu hari esok.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ceritanya bagus, tulisannya rapih banget 😍😍😍😍
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐: punya ku berantakan, ya ampun 🙈
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩: makasih kaa~/Rose/
total 2 replies
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
/Scare//Scare//Scare/
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ya ampun serem banget
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
. jadi ikut panik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!