Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19.
ASuara langkah yang hampir tidak terdengar dilorong tidak panjang dekat dengan ruangan Danar. Sesosok yang kini sudah berdiri tepat di depan pintu ruangan lelaki yang disegani semua bawahannya itu nampak sedikit ragu, hingga beberapa kali dia mondar - mandir sambil memainkan jemari tangan yang cukup lentik. Sambil berpikir dia akhirnya mengepalkan kedua tangan dan membuat aba - aba bahwa keberaniannya sudah terkumpul untuk mengetuk pintu Sang Atasan, lalu masuk setelah sebuah jawaban dingin juga datar terdengar jelas.
Danar menatap kearah sosok itu dengan wajah tenang kearah datar dana tatapan yang tidak se dingin biasanya tidak lupa sambil bersandar kedua tangannya juga terlipat di depan dadanya yang cukup terbentuk.
"Udah segitu aja?" tanya lelaki itu sambil menarik napas panjang dan hembusan napas agak panjang diikuti gelengan kepala pelan, Danar menarik kursi yang tadi agak jauh dari meja kerjanya lalu melanjutkan fokus kearah layar komputer.
Merasa kesal, sosok itu kemudian berjalan ke sebuah arah dan mengambil remote kontrol, ditekan salah satu tombolnya baru kemudian dia mengeluarkan suara cukup keras,
"Mas...,"
Senyum miring Danar terbentuk tanpa berpaling sedikitpun dari layar komputer dihadapannya. Masih merasa sedikit tidak dianggap, sosok itu kemudian berjalan kearah kursi di depan meja Danar dan duduk dengan mecondongkan tubuhnya yang cukup kurus kehadapan Sang Atasan.
"Gimana kalau Tante Nia tahu, heum? Mbak Luna bakal habis, bakal habis - sehabisnya Mas. Jadi mending..." ucapan sangat khawatir sosok itu terhenti ketika suara isyarat untuk diam terdengar dari arah Danar sambil satu tangannya sudah menepuk pelan punggung tangan sosok yang ada dihadapannya.
"Not to worries, Dian ku sayang. Mama emang udah tahu. So, nggak ada yang perlu disembunyikan. But, thanks kamu selalu jadi orang pertama yang kasih warning dan selalu care sama Mas mu ini...," Danar mengeluarkan kalimat yang berusaha membuat sosok dihadapnnya adalah Dian itu agar merasa lebih tenang.
Dian dengan mimik wajah tidak percaya menggelengkan kepala dan bersandar di dinding kursi yang ia duduki, sedangkan Danar mengeringkan satu matanya dengan senyum lebar dan tawa kecil terdengar keluar dari bibir cukup seksinya.
"Oh, by the way. Ngapain kamu ada di dekat rumah kos nya Luna?" lanjut Danar yang bertanya.
Lalu Dian yang masih berekspresi tidak percaya itu menceritakan maksud kehadirannya tidak sengajanya di dekat area rumah kontrakan Luna serta menyaksikan beberapa adegan sangat romantis dari pasangan baru, Kakak Sepupunya dengan salah satu bawahannya itu.
xxxxxxxx
Siang hari di waktu istirahat, terlihat Dimas sedang berada di kafetaria dan sedang menunggu pesanan minumannya. Lelaki berambut pendek ikal itu melihat kearah langit yang nampak sangat bersih dan sinar mentari yang cukup menunjukkan nyali untuk membakar kulit orang - orang yang bekerja di luar ruangan.
"Pantas aja, aku di Ospek waktu itu. Pak Danar naksir Luna toh, heum...," gumam pelan Dimas sambil kemudian menutup kedua matanya sesaat dan dengan cepat kembali dibuka karena pesanan minuman lelaki itu sudah harus diambil.
Mata Dimas dibuat terkejut dengan tulisan di gelas minumannya, hingga sedikit kerutan di dahinya agak terlihat. Dipandangi salah satu pegawai lapak minuman itu lalu ditanya perihal tulisan itu,
"Oh, tadi ada mbak - mbak yang menulis disana Mas. Kalau tulisan saya di sisi satunya...," jelas pegawai itu.
Dimas seketika mengalihkan pandangannya, menyisir ke sekitar namun yang di dapati hanya beberapa gelintir pengunjung laki - laki yang sedang berada di lapak itu.
"Mbaknya berambut panjang hitam se - pinggang trus pakai celana bahan panjang dan blazer hitam senada sama celananya, Mas. Dia jalan kearah sana...," lanjut pegawai lapak sambil menunjuk sebuah arah.
Awalnya Dimas hendak mencoba peruntungannya karena rasa penasaran yang harus segera menemukan jawabannya. Namun, niat menggebunya itu diurungkan karena pasti akan sia - sia. Dielus tulisan tangan yang guratannya masih sangat melekat di ingatan Dimas.
"Ini bukan dari Luna, tapi siapa?" tanya dalam hati dengan pandangan yang masih menyisir area sekitar.
xxxxxxxx
Ting...
Suara denting sebuah lift yang baru tiba disebuah lantai terdengar menggema. Hentakan dari hak sepatu seorang Nadia terdengar jelas setelahnya, jalan perempuan cantik dengan pakaian super seksinya membuat mata para lelaki buaya dan baru akan menjadi buaya menjadi tertambat pada lekuk tubuh mungilnya itu.
Digeser letak kacamata hitam yang dikenakannya agak turun kearah ujung hidung cukup mancungnya.
"Aku mau ketemu Danar...," ucapnya dengan nada suara angkuh serta gaya arogannya.
Dian yang menatap lurus kearah komputer tidak menghiraukan ucapan Nadia, perempuan berkacamata itu terus terlihat mengetik dan sesekali mengalihkan pandangannya kearah sebuah berkas yang ada di atas meja. Nadia kemudian memutar sekali bola matanya dan melepas kacamata hitam itu, lalu mengetuk beberapa kali meja kerja Dian, hingga terdengar hembusan agak kasar dari perempuan yang memiliki mimik wajah hampir mirip dengan Danar.
"Ini area perkantoran bukan tempat fashion show Bu. Jadi, sebelum Ibu nya mau ketemu sama Bapak Danar ada baiknya baju Ibu diganti dengan yang jauh lebih sopan dari baju kekurangan bahan itu...," jelas Dian dengan kalimat agak pedas dan nada yang cukup sinis, satu telunjuknya juga mengarahkan naik serta turun ke tubuh Nadia.
Seketika tingkat emosi Nadia yang awalnya ada di angka 2 langsung naik ke angka 5, perempuan itu meletakkan kedua tangannya di kedua pinggang ramping nya lalu semua kalimat protes dengan sesekali mengumpat dihadapan Dian, ia lakukan hingga pada akhirnya 2 orang bagian keamanan mendekatinya dan dengan isyarat singkat dari Dian, 2 orang lelaki bertubuh tegap seketika memegang lengan Nadia, perempuan tersebut merasa terkejut dan kemudian melakukan gerakan pemberontakan dengan suara agak berteriaknya. Namun, tenaga perempuan itu jauh lebih kecil daripada 2 orang bagian keamanan itu hingga membuat tubuh Nadia terseret hingga sebuah suara menggelegar menghentikan langkah ke 2 lelaki bertubuh tegap tadi dan wajah Nadia berubah tersenyum lebar sesaat dan berganti memelas.
Dian dan beberapa orang karyawan yang melihat kejadian itu sedari awal mengalihkan pandangan kearah suara menggelegar tersebut. Kedua mata Dian terlihat berputar sesaat setelah melihat sosok dengan suara menggelegar itu dengan kedua tangan yang bersidekap memandangi sebuah "drama telenovela" yang baru akan dimulai dan mengalihkan pandangannya kembali kearah Nadia.
"Hehm, pagi - pagi udah ngurusin nih Nyai Ronggeng..." umpat kesal dalam hati Dian.
Nadia masih dalam keadaan dipegang oleh para penjaga kemudian mengarahkan kepalanya dan sudah memberikan tatapan sinis juga tajam pada Dian yang juga tidak mau kalah menatap perempuan mungil nan seksi tersebut dengan tatapan yang sama.
********